Chereads / Highschool of Genius (Versi Indonesia) / Chapter 9 - BAB 8: Hanya Satu Hari

Chapter 9 - BAB 8: Hanya Satu Hari

Hari kedua akhirnya datang.

Untungnya aku bangun lebih awal sebelum dia membangunkan ku.

Orang itu terlihat merepotkan karena dia bisa masuk ke dalam kamar asrama ku tanpa izin.

Sekilas itu memang terlihat seperti melanggar hak privasi, tapi karena sudah termasuk ke dalam aturan sekolah, jadi para siswa tidak boleh protes.

Yah, dibalik itu semua, kurasa dia juga memiliki tanggung jawab yang besar.

Dia hanya menjalankan tugasnya dengan menjaga keamanan kamar asrama dan juga membangunkan para siswa yang terlambat untuk bangun.

Orang itu juga akan menghukum siswanya jika tidak kunjung bangun saat dibangunkan seperti yang dialami oleh Fisa.

Entah hukuman seperti apa yang diberikan olehnya, aku tidak tahu dan aku tidak peduli dengan itu.

Asalkan hidupku tidak terganggu, maka aku tidak peduli.

Aku tidak akan terganggu hanya karena hukuman yang diberikan olehnya, dan aku yakin akan hal itu.

Sebagai awalan memulai hari, aku membaca kertas yang telah kupasang kemarin.

Biar kulihat, apakah ada hal menarik disini?

Sayangnya aku tidak melihat apapun yang menarik.

Kertas itu hanya bertuliskan tentang peraturan sekolah biasa seperti harus datang tepat waktu, menggunakan seragam sekolah, dan lain sebagainya.

Saat kulihat jendela luar, ternyata hari masih gelap dan sialnya aku tidak tahu pukul berapa sekarang.

Tidak ada jam terpasang di kamar ini, hanya ada tempat tidur, dapur kecil, dan juga kamar mandi serta toilet.

Mungkin aku akan mandi dan bersiap-siap terlebih dahulu tanpa memikirkan waktu.

Itu sudah pasti, setiap siswa yang ingin pergi ke sekolah pasti akan mandi terlebih dahulu.

Di dalam kamar mandi aku melepas baju santai ku dan menggantungnya dibelakang pintu.

Lalu aku bercermin dan melihat bekas luka yang terdapat di bagian perut, bentuknya terlihat seperti bekas cakaran.

Sepertinya luka ini masih sangat mencolok, namun sangat disayangkan aku tidak bisa mengingat kenapa bisa ada luka di perutku.

Lupakan itu, aku harus segera mandi dan bersiap-siap untuk menghindari orang itu.

Badanku langsung terasa sangat segar setelah diguyur air dingin walaupun badanku juga sedikit menggigil.

Aku pun membersihkan gigi ku menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, lalu aku menggunakan sampo dan sabun setelahnya.

Beberapa menit berlalu di dalam kamar mandi, akhirnya aku selesai mandi.

Dengan segera aku mengelap tubuhku menggunakan handuk, lalu berpakaian seragam sekolah wajib setelahnya.

Kemudian saat sudah siap, aku duduk santai di atas kasur beberapa saat.

Saat melihat ke jendela untuk yang kedua kalinya, tidak terasa hari sudah mulai terang.

Tak lama kemudian aku mendengar suara seseorang sambil mengetuk pintu kamarku.

"Jika kau sudah bangun dan bersiap-siap ... harap keluar, waktumu tersisa 15 menit sebelum terlambat!"

Dari suaranya, aku yakin dia adalah orang yang sama saat membangunkan ku kemarin.

"Aku sudah siap ... terima kasih atas peringatannya!"

Aku menjawabnya dengan nada lumayan tinggi agar bisa terdengar olehnya.

"Bagus!"

Kini aku mengerti tentang pekerjaan orang itu, dia bertugas untuk membangunkan para siswa dan segera menyuruh untuk datang ke sekolah.

Lalu dia mengetuk pintu kamar siswa dan berkata hal seperti itu.

Jika tidak ada jawaban, maka dia akan langsung masuk tanpa permisi untuk memastikan.

Jika siswa yang ada di dalam sedang dalam keadaan tidur, dia akan membangunkannya dari dekat.

Jika tak kunjung bangun dalam waktu yang ditentukan, maka siswa itu akan dihukum olehnya.

Kesampingkan tentang itu.

Sepertinya dia juga memiliki banyak kunci kamar para siswa, sungguh tanggung jawab yang besar.

Kupikir saat ini dia sudah menjalankan tugasnya dengan baik.

Yah, aku harus segera pergi untuk mencari tahu seseorang yang telah menguntit Rose.

Kemudian aku berjalan ke depan pintu kamar asrama ku dan langsung membukanya untuk keluar.

Diluar aku melihat dia sedang mengetuk pintu kamar sebelah.

Tanpa memperdulikannya, aku langsung pergi ke sekolah dan ini saatnya untuk menjalani hari yang lumayan menarik.

Memang lumayan menarik, karena sebenarnya aku sudah mencurigai satu orang sebagai penguntit Rose.

Aku memang tidak memiliki cukup bukti, oleh karena itu aku ingin memastikannya sendiri hari ini.

Sepertinya tampilan cuaca hari ini masih sama seperti kemarin, yaitu cerah berawan.

Aku berjalan dengan santai menuju kelas ku sendiri, karena ada kemungkinan aku akan mendapatkan sesuatu jika berjalan secara santai.

Namun sayangnya, aku tidak mendapatkan apapun hingga akhirnya sampai di kelas.

Suasana kelas saat ini masih terasa sepi.

Aku terus memikirkan tentang beberapa kemungkinan tentang orang yang kucurigai sebagai pelakunya.

Namun saat aku terhanyut dalam lamunan ku, seseorang menepuk bahuku dengan keras.

"Satomi!"

Aku menoleh ke belakang, dan ternyata dia adalah Fisa.

Entah apa tujuannya, sepertinya dia berniat untuk berbicara denganku.

"Ada apa?"

Aku pun bertanya pada Fisa.

"Tidak ada, aku hanya ingin menegur mu saja. Lagipula kau tidak mempunyai teman selain aku dan Rose bukan?"

"Ya, mungkin."

"Ayolah, tunjukkan ekspresi mu sedikit! Dengan kau yang minim ekspresi seperti itu, maka kau akan kesulitan mencari teman."

Teman, ya?

Apakah itu hal yang penting?

Entahlah, aku juga tidak tahu.

"Bagaimana caranya menunjukkan ekspresi? Aku tidak pernah melakukannya sebelumnya."

"Cobalah untuk tersenyum seperti ini!"

Fisa menyuruhku untuk tersenyum dan dia pun mencontohkannya.

Padahal tidak ada yang salah dari senyumannya, tapi ada satu hal yang malah terasa mengganggu.

Apa ini?

Suhu tubuhku serasa naik dengan sendirinya saat melihat Fisa yang sedang tersenyum.

Jika dilihat-lihat, dia memang cantik, senyumannya juga terlihat manis.

Aku masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

"Umm..."

"Bagaimana? Apa kau sudah bisa memahami cara berekspresi?"

"Kurasa kau terlihat cantik, senyuman mu tadi juga terlihat manis."

"Ha-ah?! Bu-bukan itu maksud ku!"

Ada apa dengannya?

Padahal aku memujinya secara jujur, tapi Fisa malah memalingkan wajahnya dariku.

Dia juga menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

"Anu, maaf jika perkataan ku tadi mengganggumu! Aku tidak akan mengatakannya lagi."

"Sa-satomi, ka-kau sangat bodoh!"

Cara bicaranya juga terbata-bata, dan tak lama setelah mengatakan itu, Fisa pergi meninggalkan ku.

Apa aku melakukan kesalahan?

Sungguh, aku benar-benar tidak mengerti.

Yah, sudahlah.

Aku tidak boleh terlalu memikirkannya.

Yang perlu kuhadapi sekarang adalah masalah Rose, yaitu tentang seorang penguntit.

Aku harus menemukan pelakunya dalam waktu tiga hari sesuai perkataan ku.

Tidak, kurasa hanya satu hari saja.

Semakin waktu berjalan, aku malah semakin yakin kalau dia adalah pelakunya.

Sepertinya aku harus segera memastikannya.

Kemudian aku pun beranjak keluar dari kelas ku dan berjalan ke area kelas dua.

Bagaimana cara agar bisa bertemu lagi dengannya?

Dengan orang itu, orang yang duduk di bangku pinggir jalan kemarin.

Dia juga orang yang telah memberitahu ku jalan ke tempat makan kelas dua kemarin.

Ya, itu benar.

Aku mencurigainya sebagai pelaku yang menguntit Rose sejak pertengahan kelas satu hingga saat ini.

Walaupun hampir tidak ada bukti sama sekali, aku tetap yakin kalau dialah orangnya.

Salah satu alasan yang bisa membuat ku berpikir seperti itu adalah rasa terkejutnya akan keberadaan siswa kelas satu di area kelas dua.

Dia merasa terkejut karena keberadaan diriku, dan dia sedikit menutupinya dengan merendahkan kelas 1-E.

Andai saja aku tahu namanya, aku pasti akan langsung memberitahukannya pada Rose, tapi sayangnya aku tidak tahu.

Jika aku menyebutkan ciri-ciri fisiknya saja, aku yakin kalau Rose tidak akan mengetahuinya karena lelaki dengan tinggi badan sekitar 175 cm dan berambut hitam ada lumayan banyak di sekolah ini.

Aku tidak dapat mendeskripsikan lebih spesifik tentang fisiknya, seperti bentuk mata, hidung, mulut, dan lainnya.

Mungkin aku harus mencarinya lebih dulu, kuharap aku bisa mendapatkan petunjuk.

Sekecil apapun petunjuk yang kudapatkan, itu pasti akan berguna.

"Ummm..."

Aku berpikir sejenak.

Satu hal muncul dalam pikiranku.

Apa aku harus menunggu waktu sarapan?

Bisa saja aku akan melihatnya lagi di bangku pinggir jalan saat waktu sarapan nanti.

Karena aku hanya memiliki satu petunjuk ini, jadinya aku memutuskan untuk menunggu beberapa saat hingga waktu sarapan tiba.

Aku tidak tahu pukul berapa sekarang, tapi aku yakin kalau waktu sarapan akan tiba sebentar lagi.

Kupikir sudah berada cukup lama di kelas, sebelumnya aku sudah melamun memikirkan masalah Rose, dan berbicara beberapa hal dengan Fisa.

Yah, aku hanya perlu menunggu dengan sabar.

"Kringgg!! Waktunya sarapan!"

Dan benar saja, beberapa menit setelah aku menunggu, akhirnya suara bel terdengar dan tampilan layar berubah menjadi tulisan "Saatnya Sarapan!".

Aku melihat banyak siswa kelas dua pergi menuju ke ruang makan.

"Hmm?"

Orang itu, akhirnya kutemukan lagi.

Tebakanku benar, dia kembali duduk di bangku pinggir jalan.

Aku tidak tahu alasannya melakukan itu, tapi yang pasti ini menguntungkan ku.

Melihatnya dari jauh saja, aku sudah yakin kalau dia adalah orang yang kemarin.

Dengan segera, sebelum dia pergi, aku mendatanginya.

"Siapa ka-... Oh, kau yang kemarin. Apa lagi kali ini?"

Tidak perlu diragukan lagi, memang dia orangnya.

Bahkan dia juga mengingat diriku yang bertanya padanya kemarin.

"Tidak ada, senior. Aku hanya sedang mengikuti seseorang."

"Kau cukup berani untuk berada disini hanya karena ingin mengikuti seseorang."

"Ya, kau benar. Senior, bisa bantu aku?"

"Untuk apa aku membantumu? Penguntit harus berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain."

"Begitu ya? Senior, kau terdengar tahu banyak tentang penguntit. Bisa beritahu aku?"

"Eh, ti-tidak. Aku hanya-... lupakan saja! Memangnya siapa kakak kelas yang kau sukai itu?"

Dia mulai berbicara secara terbata-bata, dan kupikir aku akan menekannya lebih jauh lagi.

"Kau tahu, senior? Aku menyukai senior Rose, dia cantik dan populer bukan? Aku tidak sabar agar bisa berpacaran dengannya."

"Hah?! Itu tidak mungkin terjadi!"

"Kenapa, senior? Apa kau cemburu? Kau kesal karena usahamu dari pertengahan kelas satu akan jadi sia-sia?"

"Ka-kau ini bicara apa?"

Saat ini dia sudah terlihat tertekan, jadi aku harus menekannya lagi.

"Tapi kau jahat sekali, senior. Kau sudah menggagalkannya untuk naik ke kelas A."

"H-hah?! Bagaimana kau bisa tahu?! Gawat, aku keceplosan!"

Dia mulai merasa panik dan menggumam pada dirinya sendiri.

Namun sayangnya aku bisa mendengar semuanya, jadi tidak ada jalan keluar lagi baginya.

Sekarang sudah dipastikan, dia adalah orang yang menguntit Rose dan membuatnya takut sepanjang waktu.

"Senior, kenapa kepalamu menunduk?"

"Kau, kau orang yang bersamanya kemarin kan? Aku hampir tidak menyadarinya karena terlalu jauh."

"Jadi kau mengakuinya?"

"Ya, itu memang aku."

"Lalu apa kau tahu kalau menguntit seseorang adalah perbuatan yang tidak baik?"

"Begini, asal kau tahu. Aku ingin meminta maaf padanya sejak awal naik kelas dua ini, tapi aku selalu ragu. Pada akhirnya aku tetap terlihat seperti penguntit karena hanya bisa melihatnya dari kejauhan."

"Kau menyukainya kan, senior?"

"Bukankah kau juga?"

"Aku hanya berbohong agar kau mau mengakuinya. Sedikit yang kau tahu, senior Rose terlihat sangat tertekan dan takut akan diuntit. Dia akan melakukan pemanasan sebagai pengalih perhatian dari rasa takutnya itu."

"Padahal kau hanya bocah kelas 1-E, tapi kau bisa mengetahui segalanya."

"Pokoknya, minta maaflah padanya dengan benar! Aku tidak berhak mencampuri urusan kalian, jadi sisanya terserah padamu."

"Astaga, bisa-bisanya aku diceramahi oleh bocah kelas 1-E. Ya, baiklah, aku akan berusaha. Ngomong-ngomong, siapa namamu?"

"Satomi Adney, dari kelas 1-E."

"Satomi, ya? Terima kasih karena sudah mendorongku untuk meminta maaf pada Rose! Aku merasa cukup lega sekarang."

"Ya, tidak masalah. Lalu siapa namamu, senior?"

"Harry Samuel, panggilanku Harry. Senang bisa mengenalmu, Satomi! Kalau begitu, aku pergi sarapan dulu. Kau juga, nanti kau tidak bisa makan!"

"Baiklah, sampai bertemu lagi, Harry!"

Pada akhirnya, kami pun saling memperkenalkan diri kami sebelum pergi.

Harry Samuel, sebenarnya dia bukan orang yang jahat.

Dia hanyalah orang yang mencintai Annette Rose, tapi caranya menunjukkan cintanya itu agak berlebihan.

Harry menguntitnya agar bisa diperhatikan oleh Rose.

Dia juga melaporkan tentang Rose yang memberikan informasi agar selalu diperhatikan, walaupun tidak bisa dilihat.

Begitulah hari kedua yang lumayan menarik berakhir.

Sisanya aku menjalani kehidupan sekolah ini dengan menyendiri dan bersantai tanpa mengurusi masalah apapun lagi.