Chereads / Highschool of Genius (Versi Indonesia) / Chapter 15 - BAB 14: Salah Satu Jawaban

Chapter 15 - BAB 14: Salah Satu Jawaban

Kurasa aku hanya tertidur selama beberapa menit saja.

Aku terbangun dengan sendirinya karena mendengar suara bel yang menyuruh para siswa untuk pergi sarapan di ruang makan.

Aku pun terpaksa pergi kesana dan memakan sarapan yang sudah disediakan, kemudian aku berniat untuk menemui Rose setelahnya.

Setelah beberapa waktu aku merasa malas untuk mendatangi area kelas dua, pada akhirnya aku bisa melawan rasa malas itu dan pergi kesana.

"Lama tidak bertemu. Ada apa, Satomi?"

Aku menemukan Rose dengan mudah dan kami pun berbicara di taman seperti biasanya.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?"

"Aku sangat baik sekarang, semuanya berkatmu. Terima kasih, Satomi!"

"Ya, sama-sama."

Sebelum aku berbicara ke intinya, kupikir ada baiknya jika aku menanyakan tentang kondisi Rose sekarang.

Hal itu akan sangat membantu dalam melancarkan pembicaraan kami.

"Apa dia sudah minta maaf padamu?"

"Bagaimana cara kau melakukannya? Ya, tapi sudah kuduga, kau memang berbeda dari yang lain ... saat kau mengatakan akan menguak pelakunya dalam tiga hari, tidak kusangka pelakunya mengakui perbuatannya dan meminta maaf padaku begitu saja, bahkan kurasa itu hanya satu hari setelah kau berjanji padaku."

"Aku hanya sedikit mendesaknya, lalu apa kau mengenal pelakunya?"

"Ya, tapi aku sedikit tidak menyangka kalau pelakunya adalah Harry dari kelas 2-A, tapi pada akhirnya aku tidak memaafkannya. Kupikir perbuatannya sudah keterlaluan, jadi aku membencinya."

Ah, aku mengerti.

Alasan Harry tidak menyebutkan kelasnya berada saat berkenalan denganku, mungkin karena dia merasa malu jika tindakannya diketahui oleh seorang bocah kelas 1-E.

"Jadi dia dari kelas 2-A?"

"Ya, dia bahkan secara blak-blakan mengatakan kalau dia menyukai ku setelah mengakui perbuatannya."

"Kau menerimanya?"

"Tentu saja aku menolaknya, terlebih lagi dia sangat menjijikkan!"

"Begitu ya? Yah, aku tidak ingin berlama-lama disini. Jadi aku akan langsung ke intinya."

Sekarang saatnya untuk membicarakan intinya.

"Apa yang ingin kau bicarakan? Tentang peraturan sekolah?"

"Tidak, bukan itu. Begini, Rose. Apa kau sedang berpacaran dengan seseorang?"

"E-eh?! Apa maksud mu?"

Rose terlihat terkejut saat aku bertanya seperti itu.

"Aku hanya ingin tahu apakah kau mempunyai pacar atau tidak."

"Kalau pacar, aku tidak memilikinya sekarang. Memangnya kenapa?"

"Lalu apa kau pernah menyukai seseorang?"

"Ya, kalau itu sih, tentu pernah."

"Saat kau menyukai seseorang, apa saja yang kau rasakan?"

"Ke-kenapa kau tiba-tiba bertanya banyak hal tentang itu?"

Aku tidak bisa menjawabnya, karena semuanya berhubungan dengan Fisa.

"Tolong jawab saja, ini cukup penting!"

Tidak memiliki pilihan lain, aku hanya bisa mendesak Rose agar segera menjawabnya.

"Mungkin seperti jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya, dan juga tubuhku memanas dengan sendirinya, lalu wajahku memerah karena merasa malu."

"Begitu ya? Apa itu persis seperti yang kau alami sekarang?"

"E-eh?! Ti-tidak! Ini bukan seperti yang kau pikirkan."

Aku mencoba untuk memahami penjelasan dari Rose.

Dari sini, aku dapat mendengar detak jantung Rose yang cepat, lalu wajahnya juga terlihat merah.

Ah, begitu.

Hanya ada satu hal yang dapat kusimpulkan setelah memahaminya.

"Rose, apa kau menyukai ku?"

"Ha-ahh?!! Ke-kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?!"

Rose menunjukkan reaksi terkejut yang berlebihan, jadi aku langsung tahu jawabannya.

Setelah melihat reaksinya itu, aku yakin kalau Rose memang menyukai ku.

"Maaf, Rose! Tapi aku tidak bisa membalas perasaan sukamu itu."

"Eh?!"

Wajahnya langsung menunduk setelah aku meminta maaf padanya.

"Kenapa?"

Lalu Rose bertanya dengan nada pelan, seolah-olah sedang merasa sedih.

"Entahlah, mungkin karena aku tidak menunjukkan reaksi yang sama denganmu."

"Maaf, Satomi! Hari ini cukup sampai disini saja!"

Setelah mengatakan itu, dia pergi meninggalkan ku begitu saja.

Yah, kupikir tidak ada masalah.

Sekarang aku dapat menguji Fisa dengan beberapa hal yang kudapat hari ini.

Sekitar beberapa menit sudah aku berjalan menuju kelas ku sendiri.

Aku berniat untuk menemui Fisa sekarang.

Tapi ditengah perjalanan, aku dapat melihat dengan jelas kalau Fisa sedang bersama dengan seorang lelaki.

Walaupun aku belum melihat wajahnya, aku bisa tahu kalau itu adalah Fisa jika dilihat dari belakang.

Siapa lelaki itu?

Rasanya aku pernah melihatnya.

Ah, benar juga.

Kurasa dia sekelas denganku, tapi aku tidak tahu namanya.

Lalu kemana lelaki ini membawa Fisa?

Secara perlahan mereka berdua pergi ke sebuah gang sempit.

Aku yang penasaran pun lalu mengikutinya.

Kemudian saat mereka berhenti, aku bersembunyi agar tidak ketahuan.

Dari yang aku amati sekarang, sepertinya lelaki ini ingin membicarakan sesuatu dengan Fisa.

Ada apa dengan diriku sekarang?

Ini aneh sekali, aku yang biasanya tidak peduli dengan orang lain kini merasa sedikit kesal ketika melihat Fisa diganggu oleh seorang lelaki.

Walaupun masih sedikit, perlahan aku bisa memunculkan perasaan dan emosi dari dalam diriku, walaupun aku tetap tidak bisa mengeluarkannya.

Ini adalah hal baru dan pertama kalinya aku peduli dan memperhatikan seseorang dengan serius.

Entah kenapa ketika aku selesai mencium Fisa saat itu, aku langsung terpaku pada rambut peraknya yang pendek itu.

Rasanya rambut peraknya itu mengingatkanku akan sesuatu.

"Tidak, aku tidak mau!"

"Ayolah Campbell! Kenapa kau memilih bersama orang aneh itu?!"

"Kau tidak perlu tahu! Aku sangat nyaman ketika bersamanya dibandingkan dengan mu."

"Sadarilah sebelum terlambat! Dia itu hanya anak bodoh yang memiliki wajah datar."

"Kau salah, dia itu pe-... emm, bisa memahami ku lebih baik!"

"Pe? Apa itu? Jadi kau memang sedang menyembunyikan sesuatu. Lalu apa kau tidak keberatan jika aku menyakiti orang itu?"

"Itu, kumohon jangan!"

"Rasanya menyedihkan bukan, melihat orang yang kau cintai tergeletak kesakitan? Aku akan segera memanggilnya kesini."

"Tunggu! Tolong jangan lakukan!"

"Tenanglah objek sempurna ku, aku hanya bercanda tentang yang tadi. Aku akan melakukannya nanti, lagipula orang aneh itu agak sulit untuk ditemukan."

Saat ini aku mendengarkan percakapan antara Fisa dengan lelaki yang merupakan teman sekelas ku.

Karena terdengar cukup menarik, aku memutuskan untuk tidak langsung menolongnya walaupun Fisa merasa takut.

Lagipula orang aneh yang dimaksud olehnya, itu adalah aku kan?

Aku cukup yakin karena akhir-akhir ini Fisa sering mendekatiku.

"Itu, anu-..."

"Kau tidak berani menatap mataku, ada apa Campbell? Objek sempurnaku sering berontak akhir-akhir ini."

"Berhenti memanggilku seperti itu! Dasar menjijikkan!"

Dia menyebut Fisa sebagai objek sempurna, terkadang dia memanggilnya Campbell.

Aku tidak begitu mengerti.

Namun karena Fisa sudah terlihat sangat takut, aku harus menolongnya.

"Fisa, sedang apa kau disini?"

"Satomi?!"

"Hah?!"

Fisa sedikit mengeluarkan air matanya dan melihatnya saja sudah membuatku merasa kesal pada lelaki ini.

"Sialan, jangan melewatiku begitu saja, orang aneh!"

Sudah kuduga, akulah orang aneh yang dimaksud olehnya.

"Ah maaf, aku sedang mencari Fisa dan tanpa sengaja aku menemukannya bersamamu."

"Kau pasti sengaja melakukannya."

"Itu tuduhan tak berdasar, semuanya benar-benar kebetulan."

"Jangan kau kira hanya dengan wajah datar itu, kau tidak akan merasakan takut!"

Orang ini, dia terlalu berisik.

"Aku tidak berpikir seperti itu. Fisa, kau baik-baik saja?"

"Ya, kurasa."

Fisa berbohong, dan tentu saja aku tahu akan hal itu.

Dia masih bimbang karena ancaman yang diberikan.

Yah, melihat lelaki ini saja, aku langsung tahu kalau dia pernah mengikuti ilmu bela diri khusus.

"Baiklah, anggap saja ini sebuah kebetulan. Kurasa kebetulan ini sangat merugikan mu, Satomi. Kau tahu kenapa?"

"Entahlah, mungkin karena point mu akan segera berkurang?"

"Pengurangan point? Haha, jangan mengatakan hal konyol! Kalian berdua sedang menari di telapak tanganku sekarang."

Lelaki ini tertawa puas setelah meremehkan ku.

"Menari? Yah, itu hal yang bagus."

"Kau ingin tahu jawabannya? Akan kuberitahu, karena kau akan kubuat babak belur disini. Tahanlah jika kau bisa! Hiatt!!"

Serangan kejutan, ya?

Tangan kanannya melayang dan sepertinya tujuannya adalah wajahku.

Aku sudah menduga hal itu, jadi aku bergerak maju mendahuluinya untuk menghindari serangannya.

Fisa merasa bingung sambil menatap kami berdua yang sedang bertarung, kemudian dia menyeka air matanya yang sedikit keluar.

Lalu setelah beberapa saat barulah mulutnya terbuka.

"Hentikan, kalian berdua!"

Fisa berusaha untuk berteriak agar kami berhenti melakukannya, tapi sayangnya suaranya hampir tidak ada.

Dia hanya mengeluarkan suara kecil yang hampir tidak terdengar.

Tenang saja, Fisa.

Aku pasti akan memenangkan pertarungan ini.

Pertarungan kami masih berlanjut dan tentu saja aku ingin mengakhirinya secepat mungkin.

"Oh, hebat juga kau bisa menghindarinya. Lalu bagaimana dengan ini!"

Lagi, dia mengeluarkan serangan kejutannya melalui kaki kanannya.

Kurasa itu akan mengarah ke bagian rusuk.

Aku tidak menduga hal ini, tapi aku dapat menangkisnya dengan menggunakan tangan kiri ku.

"Cih!"

Dia mendecikkan lidahnya karena kesal serangannya di tangkis begitu saja.

"Sudah cukup!"

Karena aku ingin segera mengakhirinya, jadi aku langsung menyerang balik menggunakan tangan kananku.

Aku mengincar bagian ulu hatinya.

Karena dia selesai menggunakan kaki kanannya sebagai alat untuk menyerang, dia jadi memiliki banyak celah.

Dengan begitu aku dapat menyerangnya dengan mudah.

Aku menggenggam tangan kananku lalu mengarahkannya ke bagian ulu hatinya dengan cepat.

"Apa?! AGHH!!"

Serangan ku tepat mengenai sasaran, dan hanya membutuhkan waktu beberapa detik sebelum dia tersungkur ke tanah.

Yah, aku sedikit menahan diri agar dia tidak pingsan.

"Bagaimana? Masih bisa bertarung?"

"Sial! Kenapa kau cepat sekali!"

"Masih bisa bertarung?"

Aku menegaskannya dan bertanya sekali lagi.

"Sial, lihat saja nanti! Aku akan membalas mu!"

Selesai memberikan kata-kata berupa ancaman kepadaku, sambil memegang bagian perutnya, dia langsung pergi meninggalkan aku dan Fisa disini.

"Hiks ... Satomi, aku takut!"

Fisa menangis karena rasa takutnya itu.

Kemudian dia mendekat ke arahku.

Lalu entah kenapa, tanganku bergerak dengan sendirinya untuk memeluknya.

"Fisa, kau baik-baik saja?"

"Hiks ... hiks ... a-awku bwnar-bwnar takut!"

Sambil menangis terisak-isak, Fisa memaksa dirinya untuk berbicara, hal itu membuat suaranya sedikit tersamarkan.

Kini dia sedang berada dalam pelukanku, wajahnya juga terbenam di bagian dadaku.

Rambut peraknya yang pendek ini, tanpa sadar tanganku bergerak untuk membelainya.

Rambutnya sangat lembut dan halus, lalu aku dapat mencium bau tubuh Fisa yang terasa manis, dan itu terasa sangat menenangkan.

Kali ini apa lagi?

Suhu tubuhku naik dengan sendirinya.

Kurasa aku pernah mengalami ini sebelumnya.

Ah, benar juga.

Aku mengalaminya saat pertama kali melihat senyuman manisnya saat itu.

Sedari awal aku sudah merasakan sesuatu yang aneh saat melihatnya, tapi aku memutuskan untuk mengabaikannya.

Setelah beberapa saat terus mengabaikannya, perasaan aneh itu semakin kuat, seolah-olah aku terikat olehnya.

Badanku memanas dengan sendirinya?

Dan juga, apa sekarang jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya?

Ya, aku dapat merasakannya sendiri.

Jika sudah seperti ini, aku hanya bisa menemukan satu jawaban.

Kurasa aku telah mencintai gadis ini.

Gadis yang bernama Fisa Campbell, dia telah menumbuhkan perasaan dan emosi ini dalam diriku.

Aku mengerti sekarang.

Emosi merupakan reaksi terhadap situasi tertentu oleh tubuh.

Emosi pertama kali muncul dari reaksi yang mendapatkan respon, sesuai yang dirasakan oleh seseorang.

Saat melihat Fisa diganggu oleh teman sekelas ku sendiri tadi, aku merasa kesal.

Saat aku berada di dekatnya, aku merasa senang.

"Terima kasih, Fisa!"

"Emm ... kenapa kau berterimakasih sekarang?"

Dengan wajahnya yang basah itu, dia menatapku.

"Karena kau sudah membantuku menemukan jawabannya."

"Apa maksudnya?"

Kami saling bertatapan sekarang.

"Fisa, ada apa? Emm?!"

Eh?

Kenapa?

Gerakannya terlalu cepat hingga aku tidak menyadarinya.

Wajah Fisa mendekat ke arahku secara mendadak, dan dia menempelkan bibirnya sendiri ke bibirku.

Kurasa kami sedang berciuman untuk yang kedua kalinya sekarang.

Lagi-lagi aku dapat merasakan sensasi lembut dari bibirnya itu.

Setelah beberapa detik melakukannya, Fisa melepaskan bibirnya dan sedikit menjauh dari wajahku.

"Ja-jangan marah, ini pembalasanku kemarin!"

"Oh, begitu ya?"

"Setidaknya merasa senang lah sedikit! Wajahmu selalu saja datar."

"Maaf, Fisa."

"Tapi ... terima kasih, Satomi! Kau menyelamatkan ku lagi dan lagi, aku sangat senang karenanya!"

Ini adalah perubahan yang sangat berpengaruh dalam hidupku.

Untuk pertama kalinya, aku dapat merasakan sesuatu dari seseorang.

Dari mana emosi seseorang bisa muncul?

Pertanyaan terakhir itu, kini aku sudah mendapatkan jawabannya.

Semua itu berkat Fisa, dan aku benar-benar berterimakasih padanya.

"Sama-sama. Kalau begitu, aku ingin kembali ke kelas dulu."

"Em? Ya, baiklah."

Karena masalahnya sudah selesai, aku pergi meninggalkan Fisa dan menuju ke kelas ku sendiri.

Kupikir untuk sekarang, belum saatnya untuk mengungkapkan perasaan ku ini pada Fisa.

Karena aku sendiri belum memastikan apakah dia juga mencintaiku atau tidak.

Jika aku langsung mengungkapkannya dan ditolak begitu saja, maka dadaku akan terasa sakit.

Padahal aku belum mengalaminya, tapi aku dapat membayangkannya seperti itu.

Jadi, biarkan aku mengungkapkannya dalam hati.

Fisa, terima kasih atas salah satu jawaban yang kau berikan!

Aku senang karena hari ini akan berakhir dengan hasil yang memuaskan.