Kurasa ini sudah beberapa menit sejak Fisa pergi ke toilet.
Dia tidak kunjung kembali, dan Cika menyalahkan ku atas itu.
Saat ini, secara terpaksa aku harus berbicara dengan Cika.
"Apa hubunganmu dengan Fisa?"
"Hmm ... entahlah, mungkin teman?"
"Apa kau yakin hanya itu?"
"Ya, kurasa."
"Begini Satomi. Ini pertama kalinya aku melihat Fisa yang pendiam, karena biasanya dia selalu banyak bicara dan terkadang dia juga menertawakan hal yang sepele."
"Begitu ya?"
"Oh, satu hal lagi. Fisa pernah mengatakan kalau dia tertarik dengan orang berwajah datar dan kupikir itu adalah kau, apa aku salah?"
Sepertinya pembicaraan ini lebih mengarah ke bagian Fisa.
Jadi Fisa ada bercerita kalau dia tertarik dengan orang berwajah datar, dan Cika berpikir kalau orang itu adalah aku.
Tapi, apakah wajahku sedatar itu hingga tebakannya mengarah kesana?
Aku pun tidak tahu, dan ini lebih rumit dari yang aku kira.
"Entahlah, kenapa tidak tanyakan langsung padanya?"
"Dia tidak mau memberitahunya, jadi aku juga tidak bisa memaksanya."
Yah, anggaplah aku tidak mengetahui apapun saat ini.
Kepalaku terasa pusing hanya karena Fisa, entah sejak kapan kemampuanku jadi menumpul seperti ini.
"Kalau begitu, aku ingin tidur dulu."
"Walaupun sudah pernah dihukum karena tertidur, kau ini tidak trauma sama sekali, ya."
"Aku tidak peduli dengan itu."
"Ya, terserahlah. Semoga tidurmu nyenyak!"
"Yah, kau juga."
"Aku tidak akan tidur di kelas sepertimu!"
Setelah cukup lama kami berbicara, akhirnya pembicaraan ini bisa kuakhiri dengan dalih ingin tidur.
Yah, sebenarnya aku memang ingin tidur karena aku merasa mengantuk, mungkin karena aku tidak bisa tidur tadi malam.
Aku mulai mengkhawatirkan tentang beberapa hal, tapi aku memutuskan untuk memikirkannya nanti.
"Hoamm ..."
Aku sempat menguap sebelum menaruh kepalaku di meja, itu menandakan kalau aku benar-benar mengantuk.
Dengan suasana kelas yang ramai, aku mulai memejamkan mataku.
Tapi kelas ini terlalu berisik, jadi aku tidak akan bisa tidur dengan tenang.
Apakah aku perlu pergi ke taman yang ada di dekat kelas dua?
Tidak, aku terlalu malas untuk berjalan kesana.
Aku juga yakin kalau sudah sampai disana, rasa kantuk yang kualami akan menghilang.
Sungguh, aku ingin beristirahat sebentar dan tidur dengan tenang, tapi kenapa rasanya begitu sulit?
Teman sekelas ku terlalu berisik.
Saat mereka sedang asyik ribut di dalam kelas, tiba-tiba suara pintu kelas terbuka dan tentu saja itu mengejutkan seisi kelas.
Aku yang berusaha ingin tidur pun terpaksa harus bangkit.
"Pak Smith?! Kenapa bisa?"
"Pak Smith?"
"Apa?!"
Mereka terkejut dengan kehadiran Pak Smith di balik pintu.
"Ada sesuatu yang ingin ku beritahu, jadi harap kembali duduk di kursi kalian!"
Dengan tatapan matanya yang mengerikan, dia memberikan perintah pada semua orang yang ada di kelas.
Pak Smith memang hebat.
Dalam waktu beberapa detik saja, mereka sudah kembali duduk tertib di kursinya masing-masing.
Kebanyakan teman sekelas ku merasa bingung kenapa Pak Smith bisa ada di sini, tapi mereka terlalu takut untuk bertanya.
"Baiklah, aku ingin bertanya. Siapa yang memberitahu kalian kalau aku tidak mengajar hari ini?"
Saat Pak Smith bertanya, semuanya diam termasuk aku.
Karena aku melihat pergerakan kecil, jadi aku menggerakkan kepalaku ke arah pergerakan itu.
Aku melihat Lina yang terlihat ragu-ragu untuk mengangkat tangannya.
Ah, aku mengerti.
Jadi ini berhubungan dengan informasi, dan bagi siapapun yang menyebarkan informasi akan dihukum.
Kupikir Lina ragu-ragu bukan karena tahu tentang informasi, tapi dia takut dengan tatapan Pak Smith saat bertanya.
"Itu aku, Pak Smith!"
Saat Lina hendak mengangkat tangannya, Danna tiba-tiba mendahuluinya.
Kupikir ini lumayan menarik karena Danna berusaha untuk melindungi Lina.
"Kau, Danna?"
"Ya, itu aku."
"Seharusnya aku hanya berpesan pada salah seorang guru untuk memberitahu kalian semua, tapi bagaimana kau bisa tahu?"
"Maaf, Pak Smith! Aku tidak sengaja mendengarnya."
"Baiklah, pengurangan 20 point untukmu, Danna!"
"Hah?!"
Ternyata memang benar.
Sesuai dugaan ku, Danna diberi hukuman berupa pengurangan 20 point karena telah menyebarkan informasi.
"Kenapa, Pak Smith?! Apa aku melakukan kesalahan?"
Danna yang periang diawal kini hampir tidak ada lagi.
Kini dia terlihat sangat tertekan dan aku yakin dia ingin protes dengan cara yang tidak sopan pada Pak Smith.
Aku dapat membaca semua ekspresinya.
Rasa bingung, terkejut, dan tertekan, semuanya tergabung menjadi satu.
Lihatlah bagaimana sekolah ini dapat merubah sifat seseorang secara drastis.
"Apa kalian semua itu sangat bodoh? Kelas 1-E, kalian tidak membaca peraturan yang ada di aplikasi "Point List"? Disana terdapat berbagai penjelasan tentang sistem Point. Astaga, padahal aku yakin kalian pasti membukanya!"
Peraturan ya?
Aku tidak tahu kalau ada aturan tertulis di dalam aplikasi yang bernama "Point List" ini.
Yah, aku tidak terlalu memperhatikannya.
Kurasa kemampuanku benar-benar menumpul sekarang, aku bahkan tidak bisa menyadarinya.
Kesampingkan hal itu, pertama-tama aku ingin membuka ponsel ku secara diam-diam dan mengecek bagian peraturan yang ada di aplikasi "Point List."
"Maaf, Pak Smith!"
"Jika kalian ingin tahu kenapa aku bisa berada disini, itu karena guru yang kusuruh untuk menitipkan pesan ku, dia sudah mendapati kalau keadaan kelas sangat tidak tertib saat ingin memberitahunya."
"..."
"Kenapa kalian semua terlihat bingung? Apa jangan-jangan, kalian tidak membaca lembar peraturan sekolah yang sudah kalian pasang sendiri di kamar?"
"..."
Aku dapat melihat wajah mereka semua yang merasa bingung dan tidak mengerti dengan apa yang sudah dibicarakan, termasuk Fisa, dia pasti sangat penasaran.
"Ya sudah, aku pergi dulu! Kuharap kalian tidak membuat keributan apapun, dan juga jangan ada yang kembali ke asrama sebelum jam pulang! Kita akan kembali belajar besok!"
"..."
Bahkan saat Pak Smith berpamitan pergi, mereka semua masih diam.
Kupikir aku cukup beruntung karena saat aku memegang ponsel, Pak Smith sudah pergi.
"Padahal aku hanya berbohong," gumam Danna.
Aku dapat mendengar suara Danna yang mengecil itu.
Yah, aku tahu.
Danna ingin melindungi Lina dari kemarahan Pak Smith, tapi malah berujung pengurangan point pada dirinya sendiri.
Bahkan saat Pak Smith sudah keluar kelas, kebanyakan dari mereka masih terdiam membatu.
Dengan pandanganku yang mengarah ke ponsel, aku membuka aplikasi "Point List" dan benar saja, dibagian paling bawah terdapat sebuah tulisan kecil bertuliskan "Rules of System Point."
Aku pun membukanya dan ternyata aturannya terpampang lumayan banyak disini.
1. Sistem Point bertujuan untuk menunjukkan kualitas siswa, semakin banyak point maka semakin berkualitas siswa itu.
2. Para siswa diberikan 1.000 point saat awal masuk dan 1 point bernilai 1 Dollar Amerika.
3. Mereka bisa membeli apapun asal memiliki point.
4. Point bisa bertambah dengan melakukan beberapa hal baik seperti mendapatkan peringkat yang bagus saat ujian.
5. Point bisa berkurang karena melanggar peraturan sekolah, seperti bangun terlambat, datang terlambat, menunjukkan sikap tidak sopan pada guru, membocorkan informasi, dan beberapa hal lainnya yang menyimpang.
6,1. Jika point yang dimiliki siswa mencapai 2.500 point, maka siswa itu berkesempatan untuk naik kelas dengan melakukan tes tingkat sulit (tidak berlaku untuk kelas A.)
6,2. Jika seorang siswa berhasil lulus tes tingkat sulit, maka dia akan naik satu tingkatan kelas.
6,3. Contoh: Seorang siswa kelas C memiliki 2.500 point dan siswa itu berhasil lulus tes tingkat sulit, maka dia akan naik ke kelas B menggantikan seorang siswa di kelas B dengan point terendah, dan seorang siswa dengan point terendah di kelas B akan turun ke kelas C.
6,4. Aturannya tidak berlaku lagi saat siswa itu naik kelas dan akan kembali berlaku jika dia kembali mendapatkan point sebentar 2.500 point.
7,1. Jika point yang dimiliki siswa mencapai 0 point, maka siswa itu akan langsung di dropout tanpa kompromi.
7,2. Point itu seperti nyawa bagi para siswa.
Dan masih banyak yang lainnya.
Aku terlalu malas untuk membaca satu persatu jika terlalu banyak, yang terpenting aku sudah mengetahui dasar tentang sistem point.
Yah, aku hanya perlu menghindari 0 point agar tidak di dropout, karena aku tidak dapat membayangkan wajah kecewa ayahku jika aku dikeluarkan.
"Semuanya! Kalian harus berhemat saat ingin membeli sesuatu, kalian juga harus berhati-hati dalam bertindak karena jika point kalian mencapai angka 0, maka kalian akan di dropout!"
Entah apa penyebabnya, Lina tiba-tiba berbicara dengan lantang di depan kelas.
Aku yakin kalau Lina juga membaca aturan sistem point di ponsel sama sepertiku, sedangkan yang lainnya hanya diam saja dan tidak mengerti apapun.
"Apa! Dropout?!"
Sebagian teman sekelas ku terkejut karena mendengar kata dropout dari Lina.
"Singkatnya, point adalah nyawa bagi kalian disini, jadi jika kehabisan point maka kalian akan dikeluarkan tanpa kompromi!"
Lina langsung menambahkan perkataannya sendiri.
Mungkin apa yang dikatakan oleh Pak Smith memang benar, kebanyakan siswa kelas 1-E terlihat bodoh.
Bahkan ketika dijelaskan oleh Pak Smith tentang aturan sistem point yang ada di aplikasi "Point List," hanya aku dan Lina saja yang langsung membuka ponsel untuk mengeceknya.
Aku memang mengerti, point tidak bisa digunakan sembarangan karena jika kehabisan poin maka akan langsung dikeluarkan.
Seperti nyawa yang harus dijaga baik-baik.
Kita tetap bisa melakukan apapun padanya, namun apa yang kita lakukan akan berdampak kembali pada diri kita, bisa jadi hal positif maupun negatif.
Jika dampak yang didapat adalah hal positif, maka itu sudah jelas menguntungkan diri kita sendiri karena berperilaku baik.
Namun jika dampak negatif yang didapat, kita hanya bisa menyesali perbuatan buruknya sendiri.
Karena makanan untuk pagi dan siang hari sudah diberikan pihak sekolah, kupikir tidak menggunakan point sama sekali memang pilihan terbaik.
Tapi kurasa kebutuhan sehari-hari bukan hanya makan dan minum saja, manusia pasti memerlukan hal lain seperti hiburan dan semacamnya, atau bahkan makanan tambahan seperti cemilan.
Yah, sebenarnya aku tidak peduli dengan mereka.
Pada dasarnya sistem point diciptakan untuk menunjukkan kualitas seorang siswa saja, yang berarti semuanya hanya bersifat individual.
Dengan keadaan kelas yang tidak seramai sebelumnya, perlahan mataku mulai mengantuk.
Pada akhirnya aku memutuskan untuk tidur saja karena keadaannya memang cukup mendukung untuk tidur.
Aku hanya perlu memejamkan mataku selama beberapa detik sebelum akhirnya aku tidak menyadari apapun lagi.