Highschool of Genius (Versi Indonesia)

🇮🇩Ftomic
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 41.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog

Dari awal aku selalu mempunyai pertanyaan yang terus terulang tanpa tahu jawabannya, padahal aku meyakini kalau setiap pertanyaan itu harus memiliki jawaban yang pasti.

Pertanyaan itu seperti:

Siapa orang tua asli ku?

Antara bakat dan kemampuan, mana yang lebih penting?

Apakah orang pintar akan selalu menang? Bagaimana dengan orang bodoh, apakah dia akan terus mengalami kekalahan?

Dari mana emosi seseorang bisa muncul?

Ngomong-ngomong soal pertanyaan terakhir, rasanya aku sedikit mengerti kenapa emosi seseorang bisa selalu berubah kapan saja.

Aku pernah mempelajarinya, kalau tidak salah sebutannya adalah Mood Swing.

Itu adalah perubahan suasana hati yang tampak pada diri seseorang, salah satu penyebabnya adalah ketidakseimbangan kimia pada otak yang berhubungan dengan suasana hati dan perubahan hormon yang dihasilkan tubuh.

Cukup sampai disana, jawabannya masih tidak sesuai dengan keinginanku.

Sudah jelas bukan?

Jawabannya terlalu dijawab secara ilmiah dan aku tidak terlalu mengerti.

Aku terus berpikir karena penasaran.

Namun sayangnya, jika aku terus memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu maka aku akan merasakan sensasi sakit menusuk di kepalaku.

Itu aneh dan rasanya memang sangat menyakitkan, jadi aku tidak boleh terus memikirkannya.

Terkadang menyiksa diri sendiri itu bukanlah hal yang baik, walaupun terkadang itu bisa juga jadi hal yang baik.

Semuanya kembali lagi pada situasi seperti apa yang akan dihadapi.

Bagaimanapun juga, aku harus mendapatkan jawaban atas ke-empat pertanyaan yang terus terulang dalam pikiranku itu.

Aku tidak ingin berpikir lebih jauh tapi aku penasaran, hanya itu saja.

Kurasa hidupku akan sia-sia jika aku mati tanpa mendapatkan jawabannya.

Jika ditanya mana yang menarik perhatianku atas ke-empat pertanyaan itu, tentu saja aku sangat tertarik dengan pertanyaan terakhir.

Alasannya sederhana.

Emosi dan perasaan?

Aku tidak memilikinya sejak kecil, bahkan aku tidak pernah peduli dengan orang lain dan lebih peduli dengan diriku sendiri.

Asalkan diriku baik-baik saja, maka aku sudah tidak peduli.

Kemana perginya emosi dan perasaan ku?

Kau tahu kasih sayang?

Ya, hal seperti itu tidak pernah kudapatkan karena aku tidak mengetahui siapa orang tuaku sendiri.

Walaupun dulu aku pernah peduli dan terus mencari tahu tentang mereka, sekarang aku hanya memperdulikan diriku sendiri.

Karena kurangnya kasih sayang, itu perlahan membuat emosiku semakin berkurang, lalu disusul dengan menghilangnya banyak perasaan dalam diriku.

Aku kosong dan hampa, paling tidak itulah yang kupikirkan tentang diriku.

Menyedihkan bukan?

Bahkan parahnya lagi aku lupa dengan masa lalu ku sendiri.

Sebelumnya aku hidup bersama dengan seorang lelaki baik hati yang kupanggil sebagai ayah, dia memang baik hati, tapi sayangnya hanya itu.

Ya, hanya itu.

Dan sekarang, dia malah menyuruhku untuk bersekolah di Highschool of Genius dan lulus disana.

Dia tidak mau menceritakan tentang masa lalu ku dan terlihat seperti berusaha menutup-nutupi nya.

Aku tidak tahu kenapa dia melakukan itu, tapi bertanya pun tidak bisa karena aku sudah bersyukur akan kehidupanku sekarang.

Kehidupan sekolah asrama yang mungkin agak suram, tapi aku tetap bersyukur.

Aku tetap menyayangi ayahku karena dialah orang satu-satunya yang peduli terhadapku.

Awalnya aku menolak untuk bersekolah disana, tapi setelah mendengarkan penjelasan tentang sekolah itu darinya, kupikir sekolahnya cukup menarik.

Highschool of Genius adalah sekolah yang banyak diisi oleh orang genius dan berbakat dari bidang akademis maupun atletik.

Sekolah itu diimpikan oleh banyak orang tua agar anaknya bisa bersekolah disana.

Dari yang ayahku katakan, banyak orang yang lulus dari sekolah itu pernah menjuarai olimpiade nasional maupun internasional, baik itu di bidang akademis maupun atletik.

Ini adalah kesempatan yang bagus, jadi pada akhirnya aku menerima tawaran ayahku itu.

Aku akan bersekolah di Highschool of Genius untuk mendapatkan semua jawabannya.

Lalu disinilah aku harus menguji seberapa kuat diriku dibandingkan siswa lainnya, tapi bagiku lebih sulit untuk menahan diri daripada mengeluarkan seluruh kemampuan.

Ayahku juga berpesan padaku kalau bakat dikembangkan maka hasilnya akan menjadi baik, dia mengatakan kalau kemampuan itu ada bukan untuk dipamerkan tapi lebih baik digunakan disaat yang tepat.

Jadi dia menyuruhku untuk selalu menahan diri dan hanya akan serius saat mempunyai saingan ataupun orang yang kemampuannya setara.

Jika mereka bisa membuatku serius dan mengeluarkan seluruh kemampuanku, itu sangat bagus untuk dinantikan.