Menulisi kabut dengan syair-syair indah
pada sebuah pagi yang terpelanting dari pekatnya malam
membuat burung-burung penyanyi bergegas
melantunkan tembang-tembang para penyintas batas
"Tugas apa gerangan yang harus hamba emban dari Paduka Ratu?" Raden Soca berkata lirih. Lega karena Ratu Gaib ini tidak meneruskan perselisihan.
Ratu Laut Selatan menghela nafas sejenak. Matanya menatap Raden Soca dengan penuh permohonan.
"Ada dua tugas yang aku ingin kau selesaikan Soca. Pertama, pergilah ke Gunung Agung di Pulau Dewata. Carilah cupu manikku yang hilang dicuri saat ayahmu tewas dalam pertempuran di daratan Jawa. Aku tidak bisa melakukannya sendiri karena itu berada jauh dari pesisir. Aku tidak bisa mengutus orang-orangku karena kepandaian mereka masih berada di bawahmu. Tugas ini berat karena kau harus berhadapan dengan dua orang gaib Gunung Agung yang saat ini menguasai gunung tersebut setelah Ki Ageng Agung tak ada lagi."
Raden Soca mengangguk. Tidak terlalu berat.
"Kedua, aku ingin kau membantuku untuk menemukan cucuku yang hilang sejak puluhan tahun yang lalu. Kemungkinan dia diculik oleh Siluman Karimun Jawa yang menahannya di sebuah tempat bernama Lembah Neraka di pegunungan Wilis. Itu saja yang aku tahu. Sekarang mungkin usianya sudah sepantaran gadis itu."
Raden Soca tercenung. Kalau puluhan tahun yang lalu hilangnya kenapa usianya masih seumuran dengan Ratri Geni? Namun pemuda ini kemudian menyadari bahwa ini adalah cucu dari seorang Ratu Gaib. Pastilah cucunya juga sebangsa gaib. Untuk kedua kalinya Raden Soca mengangguk.
"Nah! Pergilah Soca. Aku membekalimu ini. Terserah apakah akan kau pakai atau tidak. Cincin ini akan membuat ilmu Kala Hitam dan Palung Misteri menjadi sangat tidak terkalahkan. Tapi tentu saja kaupun tahu apa akibatnya kepada dirimu." Ratu Laut Selatan mengangsurkan cincin kecil dari emas namun berwarna hitam pekat kepada Raden Soca yang menerimanya dengan ragu.
Ratu Laut Selatan melangkah dengan anggun menuju keretanya. Sebelum menaiki tangga kereta, Ratu Gaib itu menoleh ke arah Ratri Geni dan berkata ringkas.
"Kau hebat sekali, anak gadis. Kau mengingatkanku kepada seseorang yang dulu aku beri hukuman Kabut Misteri. Aku punya sesuatu untukmu jika kau mau mempelajarinya." Tangan Ratu Laut Selatan terayun melemparkan sesuatu. Sebuah buku kecil tipis melayang di udara di hadapan Ratri Geni. Buku kecil itu tetap melayang sampai akhirnya Ratri Geni meraihnya. Gadis ini mengangguk kepada Ratu Laut Selatan yang telah berada di dalam kereta. Terdengar ringkik kuda yang lantang saat kereta kencana itu melesat ke arah lautan dengan diiringi gemuruh ombak besar yang anehnya berlawanan arah dengan semestinya karena ombak tersebut menuju ke tengah lautan. Dalam sekejapan mata saja Ratu Gaib itu telah lenyap dari pandangan.
Ratri Geni menunduk. Memandang buku kecil di tangannya dan membaca judulnya dengan penasaran dan sedikit rasa ngeri. Kidung Alun. Nyanyian Gelombang. Ratri Geni membuka lembar pertama. Gadis ini langsung sangat tertarik. Buku ini berisi nada-nada dari sebuah tembang yang berjudul Kidung Alun. Tanpa pikir panjang Ratri Geni meraih Seruling Bidadari Bumi.
Gadis sakti ini duduk bersila dengan mata tertaut pada buku serta tangan dan mulut mulai memainkan Seruling Bidadari Bumi. Terdengar alunan merdu suara seruling yang mendayu-dayu saat Ratri Geni tenggelam dalam Nyanyian Gelombang.
Raden Soca yang sedari tadi memperhatikan apa yang dilakukan oleh Ratri Geni, terbelalak saat melihat sebuah gelombang raksasa datang dari kejauhan. Gelombang yang luar biasa besar dan bisa menyapu habis seluruh kampung dengan sekali hempas. Buru-buru Raden Soca merenggut seruling dari tangan Ratri Geni yang melotot marah kepadanya. Raden Soca tidak berkata apa-apa. Pemuda ini menudingkan telunjuknya ke arah laut. Ratri Geni menoleh dan menutup mulutnya dengan tangan. Nampak gelombang raksasa dari tengah lautan menuju ke arah mereka. Namun gelombang itu perlahan-lahan makin mengecil karena Ratri Geni sudah menghentikan permainan serulingnya.
Ratri Geni buru-buru menutup buku kecil Nyanyian Gelombang dan menyimpan dalam saku bajunya. Gadis ini bergidik ngeri. Ternyata buku ini berisi pelajaran cara memanggil gelombang raksasa! Entah apa yang terjadi dengan kampung ini kalau sampai Raden Soca tidak menghentikan nyanyian serulingnya tadi.
"Ratri, ini sudah lewat tengah hari. Saatnya kita pergi ke Pulau Kabut. Setelah itu aku harus pergi menuaikan tugas dari Ratu Laut Selatan. Tugas yang cukup berat karena petunjuknya sangat lemah." Raden Soca termenung sejenak namun kemudian bergegas pergi ke rumah untuk berpamitan dengan kedua orang tua asuhnya. Sebuah perahu kecil dilepasnya dari ikatan dan ditariknya dengan ringan menuju pinggir laut. Ratri Geni mengikuti masih dengan pandangan ngeri. Buku kecil berisi nyanyian itu sangat dahsyat dan mengerikan! Gadis itu berjanji kepada dirinya untuk tidak melakukannya lagi sebelum benar-benar tahu apa akibat dari nyanyian serulingnya.
Kedua muda-mudi itu duduk dalam perahu dan Raden Soca mulai mendayung. Pulau Kabut adalah pulau yang sangat tersembunyi di laut selatan. Pulau yang selalu tertutupi kabut setiap saat. Hanya orang-orang Lawa Agung yang tahu kemana arah menuju pulau tersebut. Andaikan ada orang selain orang Lawa Agung yang tahu di mana Pulau Kabut berada, belum tentu orang itu bisa melewati jalur laut menuju pulau tersebut. Jalur yang dipenuhi dengan berbagai rintangan mengerikan. Dari arus kencang dan gelombang kuat, laut penuh batu karang dan hiu-hiu besar, serta alur yang selalu berubah.
Tapi Raden Soca hafal di luar kepala jalur menuju ke Pulau Kabut. Karena itu perjalanan mereka sangat lancar. Menjelang sore, nampak bayangan Pulau Kabut di kejauhan. Raden Soca menggerakkan dayungnya lebih cepat. Perahu kecil itu meluncur dengan kecepatan tinggi.
Ratri Geni memandang kagum pulau misterius yang selalu diselimuti kabut itu. Teringat pada cerita ayahnya yang dulu pernah sampai ke pulau ini bersama Putri Anjani. Teringat betapa berbahayanya tempat yang menjadi pusat Kerajaan Lawa Agung yang sangat misterius. Diam-diam Ratri Geni mengerahkan tenaga saktinya untuk mulai berjaga-jaga. Dia tidak tahu sambutan seperti apa yang akan mereka temui di sini. Apalagi si nenek gila yang luar biasa sakti dan Ayu Kinasih juga pasti sudah berada di sini.
Raden Soca mendaratkan perahunya di antara kapal-kapal berukuran besar. Pemuda ini melompat dan menambatkan perahunya lalu melambai kepada Ratri Geni agar mengikutinya.
Keduanya berjalan diiringi tatap mata para prajurit penjaga yang mendiamkan saja Raden Soca dan Ratri Geni lewat. Tidak ada perintah untuk menghadang kedua muda-mudi ini dari pimpinan Lawa Agung.
Barulah ketika keduanya sampai di halaman istana kecil yang megah dan mewah, berjajar orang-orang menghadang mereka di sana. Tampak Panglima Amranutta, Putri Anila, Putri Aruna, Matamaha Mada, Ayu Kinasih, dan puluhan prajurit bersenjata lengkap berdiri menyambut Raden Soca dan Ratri Geni.
Kedua muda-mudi itu berhenti. Raden Soca maju selangkah ke depan.
--*******