Chereads / Trilogi Langgam Amerta Agni-Bara & Hima / Chapter 9 - Bab 9-Padepokan Maung Leuweung

Chapter 9 - Bab 9-Padepokan Maung Leuweung

Seekor harimau

mengaum lapar dan berburu dalam keheningan yang sangat gaduh

sedangkan manusia

meraung barbar dan berburu keramaian dalam diam

Terlihat sekali Unduh Kusuma berada di atas angin. Beberapa kali Galuh Lalita nyaris terkena Pukulan Bunga Kenanga. Meskipun tidak terkena, namun aroma memabukkan dari pukulan aneh itu betul-betul membuat Galuh Lalita puyeng bukan main. Gerakannya menjadi kacau dan pukulan-pukulannya sama sekali tak terarah.

Sekar Wangi tidak bisa berbuat lebih. Unduh Kusuma seolah sedang bermain-main. Meskipun tidak mudah juga baginya untuk segera menjatuhkan Galuh Lalita. Sepertinya tak lama lagi Galuh Lalita akan tumbang juga karena terus-terusan menghisap dan membaui Pukulan Bunga Kenanga.

Di saat genting yang sangat berbahaya bagi keselamatan dan kehormatan dua wanita itu, sesosok bayangan berkelebat keluar dari warung dan langsung terjun dalam pertempuran setelah sebelumnya mendorong Galuh Lalita dengan lembut agar menjauh.

Pendekar Langit sedari tadi menyaksikan dan memperhatikan jalannya pertempuran. Dia sebetulnya sejak tadi ingin ikut campur namun masih memberikan kesempatan kepada dua wanita itu untuk mengalahkan lelaki mesum itu. Ternyata kenyataan menunjukkan sebaliknya. Karena itu begitu melihat Galuh Lalita tak akan lagi mampu bertahan dan Sekar Wangi hanya mengeluarkan sihir yang sia-sia, Ario Langit mengambil alih pertempuran.

Unduh Kusuma terkejut bukan main begitu merasakan angin Pukulan Aguru Bayanaka yang dahsyat. Tahulah dia bahwa sedang berhadapan dengan pendekar mudah yang sangat tangguh. Kembali lelaki cabul itu mengerahkan Pukulan Bunga Kenanga. Dia berharap pemuda ini juga terpengaruh oleh hawa aneh memabukkan dan mematikan dari pukulan tersebut.

Namun yang dihadapinya adalah anak asuh Arawinda. Pendekar wanita sakti yang menerima bimbingan langsung dari Si Bungkuk Misteri. Tokoh luar biasa yang tiada tandingan. Dan juga Perempuan Setengah Dewa yang mewariskan ilmu langka Tarian Astadewi. Ario Langit tak segan-segan untuk mengeluarkan kemampuannya. Aguru Bayanaka yang berdasar pada unsur kayu itu mampu mendesak Unduh Kusuma. Pengaruh sihir dan racun dari Pukulan Bunga Kenanga tidak banyak berarti. Ario Langit juga terkadang memainkan Tarian Astadewi yang sanggup mengusir hawa pukulan memabukkan itu.

Ganti Unduh Kusuma yang terdesak. Lelaki pemetik bunga itu hanya bisa mundur-mundur dan bertahan sekuatnya. Pendekar Langit sama sekali tidak memberinya kesempatan sedikitpun untuk balas menyerang. Ilmu Kosong tidak berguna saat berhadapan dengan lawan yang mempunyai hawa sakti lebih tinggi.

Ario Langit mengirimkan pukulan yang sambung menyambung dari Tarian Astadewi. Unduh Kusuma berusaha sebiasanya menangkis dan mengelak. Tapi sebuah pukulan tak laik mampir juga di tubuhnya. Lelaki hidung belang ini terpelanting jauh ke belakang dengan darah bertetesan di sudut mulutnya. Unduh Kusuma memanfaatkan kesempatan untuk terus bergulingan menjauh dan melarikan diri dengan cepat. Dia tidak mungkin bisa mengalahkan pemuda itu dalam keadaan terluka seperti ini. Hatinya merutuk sejadi-jadinya. Dua mangsa yang sudah berada dalam genggamannya terpaksa dia lepaskan.

Galuh Lalita berjalan terhuyung-huyung menghampiri Ario Langit. Pandang matanya menunjukkan rasa terimakasih yang besar. Sekar Wangi juga mendekati Ario Langit. Ini kesempatan baginya.

"Pendekar Langit, terimakasih atas bantuanmu mengusir penjahat mata keranjang itu. Kalau tidak mungkin kami berdua sudah menjadi korbannya juga." Sekar Wangi memasang wajah semanis mungkin.

Ario Langit hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Membalikkan badan hendak pergi dari tempat itu kalau saja tidak dicegah oleh ucapan Galuh Lalita.

"Tunggu Pendekar! Ijinkan aku mengucapkan terimakasih yang pantas untukmu. Ikutlah denganku ke Padepokan Maung Leuweung. Kau juga adik cantik."

Ario Langit bingung. Dia sebenarnya sedang dalam perjalanan mencari Ayu Kinasih untuk kesekian kalinya. Keterangan yang didapat di Blambangan menyebutkan bahwa gadis itu terlihat menuju ke arah barat. Tambahan keterangan dari beberapa orang yang mengaku mendengar gadis setengah gila itu menyebut-nyebut tentang Sumedang Larang. Karena itulah dia sampai di perbatasan ini. Tetap tidak bisa menemukan jejak Ayu Kinasih. Malah bertemu dengan Sekar Wangi dan wanita cantik dari Padepokan Maung Leuweung.

Sekar Wangi masih berusaha menggunakan kesempatan. Dia menimpali pembicaraan Galuh Lalita.

"Betul Pendekar. Kita mampir sebentar menghadiri undangan kakak yang baik ini. Setelah itu aku akan membawamu menemui Ratri Geni di pantai selatan."

Sekar Wangi hanya sembarangan saja berucap demikian. Dia hanya mengira-ngira bahwa nama Ratri Geni akan berpengaruh terhadap Ario Langit karena dulu dia sempat melihat pandang mata luar biasa kagum dari pemuda ini terhadap Ratri Geni. Sekar Wangi sama sekali tidak menduga pengaruhnya akan sedemikian besar. Ario Langit menatapnya dengan rasa ingin tahu yang sangat besar.

"Benarkah kau tahu di mana Ratri Geni berada?" Sebersit perasaan aneh seolah membelah dada Ario Langit yang tak sanggup menyembunyikan rasa rindunya terhadap setengah tunangannya.

Sekar Wangi hampir melonjak kegirangan. Umpan ngawurnya ternyata sangat jitu! Dia sedang sangat beruntung.

Ario Langit menatap Galuh Lalita yang juga sedang menatapnya dengan pandang mata kagum.

"Aku akan mengikuti undanganmu. Tapi tolong bebaskan bapak petani tua ini. Biarkan dia bebas menentukan keputusan hendak menjual tanahnya atau tidak."

Galuh Lalita mengerutkan kening sejenak lalu berbisik kepada Ki Jantura. Dengan berbisik lirih Ki Jantura menjelaskan semuanya kepada Galuh Lalita.

"Baiklah Pendekar Langit. Aku akan memenuhi permintaanmu. Tapi ijinkan aku memberikan penawaran terakhir kepada paman petani ini. Aku akan membayar tanahnya empat kali lipat harga biasa." Galuh Lalita merogoh sakunya dan mengeluarkan sepuluh keping perak dan mengangsurkannya kepada Ki Acep yang menerima dengan mata berbinar. Dengan keping-keping perak sebanyak itu dia bisa membeli tanah berlipat luasnya dibanding tanahnya sekarang.

Melihat permasalahan telah diselesaikan dengan baik oleh Galuh Lalita, Ario Langit menganggukkan kepala puas dan mempersilahkan wanita itu memimpin perjalanan menuju Padepokan Maung Leuweung. Dia tidak boleh terlalu lama di padepokan itu. Rencana menemui Ratri Geni membuat hatinya berdebar dan ingin segera membuatnya terwujud dengan secepat mungkin pergi ke pantai selatan seperti yang disampaikan Sekar Wangi. Ario Langit ingin melihat jari manis Ratri Geni. Apakah masih mengenakan cincin aneh buatan Arya Dahana atau tidak. Pemuda ini benar-benar penasaran dengan sikap gadis tengil dan pemberontakan itu terhadap setengah pertunangan mereka.

Begitulah akhirnya Sekar Wangi dan Ario Langit mengikuti Galuh Lalita berjalan menuju tempat Padepokan Maung Leuweung.

Perjalanan yang tidak terlalu lama karena sebentar saja mereka sudah berada di depan gerbang megah dengan papan nama mentereng dan mewah bertuliskan; Padepokan Maung Leuweung.

Terdengar suara serak dan kasar dari dalam menyambut mereka.

"Kau sudah pulang anakku. Siapakah tamu-tamumu itu?"

Galuh Lalita menjawab dengan suara sedikit bergetar.

"Aku membawa gadis dan pemuda yang telah menolongku dari Pengemis Pemetik Bunga, Ayah. Ayah juga mesti mempertimbangkan untuk mengikutkan pemuda ini menjadi peserta sayembara yang diadakan oleh Ayah."

*********