Si Ning menutup matanya, membiarkan kegelapan menelannya, dia tahu bahwa hal itu akan segera berakhir tetapi perasaan menyegarkan dari suatu hal yang besar yang baru saja terjadi terus melingkupinya, dia berpikir bahwa mungkin itu hanyalah sebuah mimpi yang bodoh dan kemudian ia menunggu.
Dan menunggu.
Dan menunggu.
Dan menunggu.
Masih menunggu…
"Sialan…?" Si Ning membuka matanya dan melihat sebuah atap tenda yang berwarna merah dan mendengar beberapa teriakan. Dia memandang sekeliling melihat bahwa dia berada dalam sebuah tenda yang besar dan teriakan dari luar mulai membuatnya sakit kepala.
Apakah ini mimpi? Bukankah dia baru saja tenggelam dan bukankah dia baru saja mabuk namun boleh dikata saat ini pikirannya sangatlah jernih.
Si Ning termangu dan mencoba duduk di atas tempat tidur yang seperti panggung dan terasa keras. Tempat di mana sekarang dia terbaring hanya membuatnya mengeluhkan rasa sakit yang sangat di bagian dadanya. "Ah…" Dia menaruh tangannya di dada dan melihat dadanya dililiti oleh perban kain yang sangat tebal.
Perban kain?
Dia pasti telah diselamatkan oleh seseorang yang artinya dia juga pasti terluka di bagian dadanya oleh sebab itulah dia merasakan sakit di bagian itu, dan sekarang bahwa dia tidak mengalami pusing akibat mabuk berarti dia telah tertidur paling tidak selama satu atau dua hari.
Sesuatu melekat di punggungnya membuat Si Ning meletakkan tangannya di atas kepala untuk menarik sejumlah rambut yang kelihatannya seperti diikat ekor kuda dan sepertinya tertempel di kepalanya. Sejauh yang dia bisa ingat, rambutnya selalu dibiarkan pendek dan diwarnai dengan berbagai warna yang berbeda karena akan membuatnya kelihatan lebih muda dan apa rambut hitam panjang dan selembut sutera ini yang sepertinya mencapai pinggangnya.
Rambut palsu?
Si Ning menarik kembali tangannya dan matanya terbelalak ketika melihat tangannya yang kapalan dan dia segera mengangkat tangannya yang lain untuk memeriksanya.
Tangan kapalan!
Apakah disebabkan oleh air laut?
Memandangi tangannya membuatnya menjadi sangat takut sampai ia berteriak, "Tangan kapalan sialan!" tangannya tidak akan menjadi seperti ini hanya karena jatuh ke dalam air laut ataukah itu disebabkan oleh pengobatan yang diberikan kepadanya? Tangan kapalan bagaimana ini!
Seseorang melompat masuk ke dalam tenda ketika mendengar teriakannya dan itu tidak lain adalah Chen An dan dia berpakaian perang.
"Jenderal, kau sudah bangun." Chen An memberi hormat kepadanya dan terdengar lega.
"Oh Chen An, kau di sini." Si Ning sangat gembira melihat wajah yang dikenalnya setidaknya dia berada di tangan perusahaan, yang berarti dia berada dalam penanganan yang baik.
Perlahan Si Ning mengangkat kakinya melihat bahwa dia mengenakan celana hitam yang besar. Dia tidak ambil pusing tentang hal tersebut, tetapi melihat Chen An… ada apa dengan cara berpakaian Chen An, dan rambutnya dikuncir ekor kuda?
Sepanjang pengetahuannya Chen An bukanlah seorang aktor. Dia adalah teman dan asisten pribadi Liu Zhicheng juga rambutnya selalu dipotong pendek yang membuat Si Ning curiga Chen An kemungkinan mengunjungi tukang cukur tiga kali seminggu karena rambutnya selalu berpotongan sangat pendek.
"Ini minumlah." Chen An membantunya untuk duduk dan menyodorkan secangkir air kepadanya.
Si Ning memperhatikan cangkir yang berwarna gelap dan terlihat kotor. Dia tidak akan meminumnya dan mengambil resiko terkena diare. "Tidak, terima kasih. Di mana kita?"
"Di perkemahan darurat yang didirikan setelah tuan terkena panah, jadi tabib bisa merawat dan menetralkan racunnya. Tapi syukurlah panahnya hanya mengikis kulit tuan saja." Chen An menjelaskan.
Dia terkena panah? Sesuatu yang luar biasa bahwa dia terkena panah. Apakah ini? Jaman dinasti Ming? Dia tidak tahu kalau Chen An pintar membuat lelucon.
"Mengapa kau berpakaian perang?" Si Ning bertanya sambil menatap Chen An dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia ingin tertawa tetapi tidak bisa karena pakaian tersebut terlihat cocok pada Chen An dan membuatnya terlihat lebih serius.
"Untuk siap bila sewaktu-waktu ada serangan mendadak karena kita harus melindungimu, Jenderal." Chen An menjawab.
Sekarang Chen An bicara hal yang tidak masuk akal dan rambut panjang Si Ning membuatnya jengkel karena selalu menyapu punggungnya, membuatnya mencoba untuk melepaskan rambut palsu namun justru membuatnya merasakan rasa sakit yang tajam di kepalanya.
"Jenderal, apa yang kau lakukan?" Chen An segera menyatakan kekuatirannya saat dia membungkuk, bergerak mendekati untuk memeriksa apa yang salah dengan rambut Si Ning.
"Melepaskan rambut palsu ini. Bagaimana caranya mereka bisa menempel dengan sangat kuat." Keluh Si Ning saat dia memijat kulit kepalanya untuk mengatasi rasa sakitnya.
"Tapi Jenderal, itu adalah rambutmu." Chen An cemberut.
"Dan ada apa dengan jenderal ini." Si Ning memutar matanya. "Rambutku jelas-jelas tidak seperti ini." Dia tidak tahan merasa bahwa dia melakukan percakapan yang konyol dengan Chen An.
"Tapi seperti itulah Jenderal Si Ning semenjak tuan masih muda, tuan selalu membiarkan rambut tuan sangat panjang." Kata Chen An kepadanya.
"Berikan saya sebuah cermin!" bentak Si Ning. Dia tidak tahu bila Chen An memiliki kepribadian yang menjengkelkan dan hal itu membuatnya semakin jengkel dengan omong kosong yang dia selalu katakan dengan ekspresi yang serius.
Dia memperhatikan Chen An yang keluar dari tenda dan dia segera duduk mencari dengan seksama sandal namun hanya melihat sepasang but di samping tempat tidur kayu yang tidak bisa dikatakan sebagai sebuah tempat tidur yang layak.
Ini boleh juga.
Chen An Kembali setelah Si Ning memperhatikan kakinya yang keras dan memakai sepatu but dan menyadari bahwa dia harus melakukan perawatan kaki dan tangan sesegera mungkin. Chen An memberikan sebuah cermin kecil yang kelihatan sudah sangat tua namun Si Ning tidak memiliki tenaga lagi untuk mengeluh.
Si Ning melihat ke cermin dan melihat wajahnya yang tampan tak bernoda dan binar matanya yang berbentuk seperti bunga persik yang mekar memandang kepadanya yang merupakan salah satu bagian yang membuat orang terpana. Liu Ting selalu memuji matanya.
Si Ning adalah orang yang istimewa, orang-orang menyebutnya sebagai seorang laki-laki yang cantik, imut dan kecantikannya dapat menandingi wanita yang paling cantik dengan kulit yang mulus tanpa noda dan bercahaya hampir seperti giok yang jernih yang sudah dipoles. Dia adalah seorang yang dapat mencuri perhatian di mana saja, sehingga saat dia berada di klub malam dia harus berusaha keras agar dirinya tidak diraba oleh laki-laki atau perempuan tua mesum yang selalu mencoba untuk menjamahnya.
Si Ning menarik napas dalam-dalam, dia mengembalikan cermin kepada Chen An, karena ternyata dia tidak mati dan dia akan mencoba untuk berubah dan menjadi seorang bintang. Hal tersebut tidak akan sulit dengan penampilannya dan dia sudah putus dengan Liu Ting. Dia akan memulai kembali hidupnya dan bekerja keras untuk menjadi aktor yang lebih baik.
"Di mana sutradara?" Si Ning berkesimpulan bahwa dia pasti berada di lokasi suting dan mungkin dia kehilangan beberapa ingatan dan tanpa ragu-ragu mengenakan mantel yang diberikan Chen An kepada dirinya.
"Sutradara?"
Apakah dia berperan sebagai Putra Mahtoka sekarang?
Pikiran ini membuatnya tertawa ketika Chen An menyibak tirai tenda untuknya. Si Ning melangkah keluar dan melihat para laki-laki berpakaian perang di sini dan di sana dan beberapa di antaranya memberikan hormat kepadanya.
"Di mana Sutradara Mo?" Si Ning bertanya sambil tersenyum tidak tahu mengapa dia merasa sangat segar, sakit di dadanya juga telah menghilang seperti seolah-olah dia tidak pernah mengalaminya.
"Saya tidak mengerti." Jawab Chen An.
Si Ning memandang sekeliling tetapi dia tidak melihat wajah-wajah yang dikenalnya. "Baiklah, di mana pemeran utama?" Sebelum Chen An sempat menjawab, seorang laki-laki menyela dan memberi hormat.
"Jenderal, Komandan Chen, Tentara Xillie hampir tiba di jalur Han, mata-mata baru saja melaporkannya." Orang itu melaporkan.
"Berapa banyak?" Chen An bertanya dengan waspada.
"Kurang lebih lima ratus orang." Jawabnya.
"Mendekat dengan cepat dan mungkin akan tiba di sini sebelum malam hari."
"Jenderal," Chen An menoleh kepadanya. "Apa perintahmu? Kita hanya memiliki dua ratus orang dan saya pikir bala bantuan tidak akan tiba dengan segera."
"Apa?" Si Ning cemberut.
Perkembangan apa ini?