Chapter 5 - 5. Reality/Kenyataan

"Ya… berapa tinggi ini… ini.." Si Ning menunjuk pada peta sesuatu yang kelihatannya seperti sebuah bukit karena tidak ada keterangan di atasnya dan dengan bentuknya,dia tidak akan salah menebak karena menjadi yang teratas di game BattleXmode bukanlah hal yang main-main namun dia juga agak tertarik dengan peta yang terbuat dari bahan kain yang bagus. Corak tenunannya sangat luar biasa dan terlihat asli.

"Itu adalah sebuah bukit yang berlumpur dan hampir licin, menjulang setinggi empat puluh kaki." Jelas Chen An.

"Jalur ini sangat sempit yang artinya paling tidak hanya sepuluh ekor kuda yang dapat melewatinya secara bersama-sama, untuk berhadapan dengan mereka terbukti sulit, kita akan banyak kehilangan prajurit tetapi bukit ini… pasti sangat bagus untuk serangan mendadak." Si Ning menyengir mengingat kepintarannya. Secara mental dia memberikan penghargaan kepada dirinya sendiri ketika dia mengangguk.

"Su Heng?" Chen An memanggil sambil menengok kepada seorang laki-laki di sampingnya yang terlihat sedang berpikir keras dan Si Ning dapat mengetahui bahwa Su Heng adalah seorang ahli strategi.

"Tapi Jenderal, tidak ada pohon yang dapat melindungi kita dan kita akan terlihat secara jelas karena mereka mungkin akan tiba di lintasan itu sebelum malam hari." Jelas Chen An. "Bukit itu agak gundul dan akan sulit untuk dipanjat."

"Kita tidak perlu untuk mendaki dari dasarnya. Bukit ini membentang dari sini dan kita dapat mulai mendakinya dari sini ke puncak dan berlari menyebrang untuk menunggu tetapi kita akan kelihatan di siang hari." Su Heng menunjuk pada permukaan yang kasar yang akan menjadi tempat terbaik untuk mendaki.

"Apakah kau pernah mendengar tentang kamuflase?" kata Si Ning.

"Kamuflase?" Su Heng bertanya dengan tatapan bingung.

"Ya. Kamuflase. Kita akan menggunakan daun-daun, gabungkan bersama-sama untuk menutupi baju zirah selagi kita berbaring rata di puncak bukit untuk memastikan Jenderal Shen Yu dan pasukannya hanya melihat dedaunan bila mereka melihat ke atas he he he." Si Ning tidak dapat menahan tawanya yang kejam mengingat rencananya. "Sebagaimana saya lihat pada lintasan itu, mereka akan waspada terhadap jebakan jadi mereka tidak akan lebih dahulu berlari, dan sebagai gantinya mereka akan pelan-pelan untuk melihat sekelilingnya dan tergantung pada kita untuk mengarahkan mereka." Angguk Si Ning dengan perasaan bangga.

"Jenderal!"

Si Ning berpaling dan melihat laki-laki yang dipanggil Ah Dai yang berwajah pucat, diliputi keringat di dahinya, yang telah kehilangan lengannya, mengenakan baju zirah dan seorang perempuan dengan mantel yang bernoda darah terlihat sebagai bagian dari petugas medis berdiri di belakangnya sambil terlihat kuatir.

"Ah Dai.."

"Komandan Ji Ran…" Ah Dai menghentikan Ji Ran. "Aku adalah tameng Jenderal Si Ning, maafkan aku telah membiarkan panah mengenai dirimu Jenderal, tetapi hal itu tidak akan terjadi lagi di kemudian hari karena aku akan berada di sana melindungimu." Dia memberi hormat.

Alur cerita menjadi agak gila sehingga mata Si Ning membelalak Ketika dia menatap laki-laki ini yang kelihatannya sedikit lebih tua dari dirinya, berdiri di hadapannya dengan tekad yang serius. Si Ning telah menyimpulkan secara mental bahwa ini bukanlah apa-apa selain sebuah pertunjukan dan dia adalah pemain utamanya, namun melihat pada lengan Ah Dai yang hilang sungguh membuatnya bingung.

"Ah Dai." Si Ning mendekatinya dengan tatapan yang serius.

"Ya Jenderal. Aku akan melindungimu dengan hidupku." Ah Dai menyatakannya dengan tegas.

Semua yang Ah Dai katakan menakutkan Si Ning, tetapi melihat perempuan yang berwajah kelabu berarti Ah Dai tidak berada dalam kondisi yang baik.

"Istirahatlah dengan baik dan tunggu dengan tenang di tempat tidur sampai kami kembali." Si Ning tersedak ketika perasaan gelisah merayap di punggungnya.

"Jenderal… aku… aku… ingin membantu, sekalipun lenganku hilang aku masih dapat berperang!" Ah Dai membungkuk.

"Satu-satunya cara dirimu bisa menolong adalah dengan menunggu hingga lukamu sembuh." Si Ning mencoba untuk menjadi masuk akal. Alur cerita ini mungkin sebuah ujian tetapi dia tidak akan gagal.

"Jenderal…"

"Cukup Ah Dai. Tetap tinggal di perkemahan!" Si Ning tidak tahu dari mana asalnya suaranya yang penuh keberanian atau mengapa dia mampu menutupi tangannya yang gemetar tetapi dia tidak akan menyerah sampai dia membuktikan bahwa ini hanyalah sebuah pertunjukan.

"Baik, Jenderal Si Ning." Ah Dai membungkuk sebelum keluar bersama perempuan yang tidak pernah jauh darinya.

Si Ning berjalan Kembali ke meja. "Mari teruskan." Dia menarik napas dalam mencoba untuk menyingkirkan semua pikiran negatif jauh-jauh.

"Jadi, kita akan lompat di atas mereka? Kata Ji Ran. "Di atas pasukan dalam sisi samping."

"Hampir benar, kita pertama-tama akan menembaki mereka dengan panah saat kita berbaring rendah karena kita tidak punya waktu untuk memasang perangkap. Kemudian kita lompat ke atas mereka dan memastikan untuk memukul mereka dengan keras." Wajah Si Ning mulai lunglai saat rencananya kelihatannya tidak realistis dan dia hanya punya dua ratus orang prajurit dan musuh mereka memiliki lima ratus prajurit.

Ini sangat berbeda dari game. Karena ini adalah sejenis pertunjukan. Kru film pasti ada di sekitar.

"hal ini pasti berhasil karena gunung ini berlumpur dan mereka tidak akan pernah membayangkan kita mendakinya karena tidak akan tanda-tanda bahwa kita sudah mendakinya." Tambah Chen An.

"Setengah pasukan akan mendaki, yang lainnya akan berbaris dan berhadapan dengan pasukan musuh. Itu akan menjadi tiga cara penyerangan kita." Si Ning mengangguk. "Kita akan menunjukkan kepada mereka bahwa itu adalah sebuah kesalahan untuk berjalan menuju ke sarang kita."

"Maafkan saya, Jenderal, saya tidak mempertimbangkan bahwa Jenderal Shen Yu akan mengejar kita sampai sejauh ini." Chen An meminta maaf.

"Pastikan saja bahwa tida akan kali yang kedua." Si Ning mengangguk.

"Baik dan…" Su Heng berhenti Ketika mendengar keributan di luar.

Mereka berpaling ke pintu masuk dan Chen An yang pertama kali melangkah ke luar untuk melihat bahwa dua orang prajurit sedang memegang seorang prajurit yang berlutut. Bibirnya berdarah.

"Apa yang terjadi?" tanya Si Ning.

"Jenderal, kami menangkap basah dia menaruh racun ke dalam air minum kita dan akan membakar bahan makanan kita." Kata prajurit yang memiliki bekas luka yang besar di wajahnya.

Bekas luka itu terlihat mengerikan namun tidak ada satupun ahli tata rias yang dapat membuatnya.

"Jenderal, ampuni aku. Saudara perempuanku ada di tangan mereka dan mereka berencana akan menjualnya."

Akhirnya inilah waktunya bagi Si Ning untuk bersinar dan dia maju selangkah dan membungkuk badannya untuk melihat wajah prajurit tersebut. Dia terlihat telah dipukuli sangat parah dan kelihatan nyata tetapi Si Ning mengabaikannya dan berdiri tegak.

"Kau memutuskan untuk membahayakan seluruh pasukan demi saudara perempuanmu." Ini adalah situasi yang sulit.

"Jenderal Si Ning ampunilah saya…" Dia memohon hingga menangis. "Tolong jangan pisahkan saya dari keluargaku."

"Apa yang harus kita lakukan, Chen An?" tanya Si Ning sambil lalu. Dia tidak ragu-ragu melemparkan masalah kepada orang lain.

"Kita harus melaksanakan rencana kita dan kita tidak menggunakan seorang mata-mata. Dia harus mati di sini." Jawab Chen An dengan tenang, wajahnya sangat dingin.

"Baik, bunuh dia." Perintah Si Ning dan sebelum dia sempat mengedipkan matanya, prajurit yang memegang si mata-mata mengangkat pedangnya dan memenggal kepalanya.

Si Ning terbelalak Ketika kepala mata-mata tersebut terguling di lantai dan darah bercucuran keluar dari leher yang terluka parah. Ini bagaikan sebuah film horror.

"Jenderal." Panggil Chen An.

"… Dia mati?" tanya Si Ning kelihatan bodoh.

"Ampuni saya Jenderal karena bertindak terlalu cepat." Si prajurit dengan luka di wajah memohon maaf.

Ini dia. Ini adalah kenyataan!!!