Sama seperti Olivia, Elisa juga terdiam sangat lama saat dia mendengar kalau ulangan Olivia beserta remedialnya dimulai dengan angka 5. Karena dia juga tahu kalau Olivia hanya belajar seadanya, Elisa sebenarnya sudah menduga kalau nilainya tidak akan sesempurna dulu. Tapi kalau sampai harus remedial dua kali rasanya memang mengejutkan.
"Bisa tolong kau berhenti terkejutnya? Kau menyakiti perasaanku." Kata Olivia akhirnya. "Lagipula kalau dipikir, 58 sudah lumayan kan? Batas nilainya saja yang terlalu tinggi." Tambahnya.
"Tapi kau masih harus mengulang lagi kan?" Balas Elisa dan Olivia hanya kembali merengut.
Sehingga Nia yang ada di sebelahnya pun merasa harus ikutan menyahut. "Tidak apa-apa. Aku akan menemaninya belajar lagi supaya Olivia tidak perlu remedial lagi nantinya."
Mendengar itu, senyum Elisa pun kembali merekah. "Ya ampun Olivia, temanmu baik sekali ya." Pujinya. "Kalau begitu kalian belajar lagi saja. Akan kubuatkan milkshake dan cemilannya dulu."
Dan setelah Elisa menghilang ke dalam kafe, Nia pun kembali mengalihkan pandangannya pada Olivia. "Kupikir kakakmu akan marah. Tapi ternyata dia tidak mengeluh sedikit pun." Komentarnya.
"Yaa, dia mungkin sudah senang asalkan Aku sekolah." Sahut Olivia. Tapi karena Nia malah diam memandanginya, Olivia jadi harus bertanya lagi. "Kenapa? Apa rambut bayiku mencuat lagi?"
"Tidak, hanya... Sepertinya kau betulan termasuk pintar di sekolahmu yang lama ya? Kalau kakakmu sampai kaget begitu, mungkin dulunya kau sering dapat nilai bagus."
"...Daripada itu, Nia. Apa kau punya cita-cita jadi guru?" Tanyanya tiba-tiba. "Kelihatannya kau suka mengajari orang lain." Tambahnya. Tapi karena Nia tahu kalau Olivia hanya sedang mencibirnya, dia cuma terdiam sambil cemberut kecil.
Soalnya setelah selesai dengan remedialnya--yang masih jelek, tadinya Olivia ingin melupakannya dengan cara main game sepuasnya. Tapi seperti sudah menduga kalau Olivia merencanakan itu, dia malah menunggunya di depan sekolah supaya dia bisa mengajaknya belajar bersama lagi.
"Itu karena kau terus mengeluh saat dapat nilai jelek kan?" Balas Nia akhirnya. "Tapi kalau tidak mau ya sudah." Lanjutnya sambil menutup lagi semua bukunya.
"Maksudku! Aku hanya sedikit bingung kenapa kau baik sekali." Balas Olivia sambil cepat-cepat menghentikan tangan Nia dan kembali menariknya duduk. "Aku dengar dari Mary kalau kau punya banyak jadwal mengajar murid-murid smp dan semacamnya kan? Tapi kau malah repot-repot mau mengajariku segala. Sejujurnya Aku tidak enak, kau tahu."
Nia sempat terdiam sejenak mendengar itu, tapi kemudian dia akhirnya membalas. "Kau yakin bukan menganggapku berisik dan menyebalkan?"
Tidak bisa menyembunyikan senyum kecilnya, Olivia pun membalas, "Itu, yaa, sedikit." Akunya. "Tapi karena kau memang kelihatan mengkhawatirkanku, Aku juga sedikit senang." Tambahnya lagi.
"...Apa itu artinya kau mau belajar sekarang?"
"Mm, daripada itu--"
"Apa lagi?!"
"Itu, apa kau tahu Delirian itu ada di mana?" Tanyanya tiba-tiba. "Aku mencarinya di internet, tapi tidak ada tempat seperti itu di dekat sini."
Nia terdiam sejenak. "Apa itu? Nama tempat? Bukan nama orang?" Tanyanya balik.
Olivia menggeleng. "Harusnya nama tempat. Nama toko lebih tepatnya. Tapi Aku tidak tahu juga toko apa..."
Masih tidak tahu apa-apa, Nia sempat terdiam lagi. Tapi kemudian dia bertanya, "Memang kenapa kau mencarinya?"
"...Bukan apa-apa. Lupakan."