Sambil melihat kertas ulangannya, Olivia kembali terdiam lama di bangkunya. Padahal nilainya cuma 80, tapi perasaan senang akan pencapaian ini rasanya lebih menyentuh daripada sewaktu dia jadi pahlawan setelah membunuh beruang yang mengamuk di pedesaan. Padahal Olivia sudah berpikir kalau mungkin dia harus masuk ke sd dulu kalau nilainya masih jelek, tapi untungnya tidak perlu.
Sepertinya memang tidak sia-sia dia membiarkan Nia mengajarinya belakangan ini. "Akan kutulis di buku harianku nanti." Gumam Olivia bangga.
"Hah! Begitu saja ditulis di diary. Kampungan." Cemooh Fiona seperti biasa.
Olivia cemberut sedikit mendengar itu, tapi kemudian dia membalas, "Akan kutulis juga kalau Fiona tersedak jusnya hari ini." Katanya dan Fiona langsung melemparkan pulpennya ke wajah Olivia, meski untungnya Olivia berhasil menghindarinya.
Mary tadinya hanya tertawa melihat itu, tapi entah kenapa dia juga jadi ingin menjahili Olivia sehingga dia pun ikut menimpali, "Tapi yang kimia kau dapat 60 kan? Berarti nanti kau harus remed--"
"Iyaa, iyaa! Biarkan Aku memandangi nilai 80-ku dulu sebelum memikirkan itu." Sela Olivia.
"Jangan lama-lama." Kata Nia juga kemudian. "Dan cepat isi formulir yang tadi kuberikan. Kau harus menyerahkannya sebelum pulang sekolah."
Dan wajah Olivia akhirnya jadi lemas lagi. "Hh, Nia kau pasti tidak suka ya lihat Aku santai sedikit." Gerutunya.
"Bukannya cuma formulir ekskul?" Timpal Mary yang terkekeh lagi. "Kau segitunya stres hanya karena harus pilih ekskul?" Tambahnya.
"Habisnya, itu artinya Aku tidak boleh langsung pulang kan? Padahal Aku sudah punya antrian remedial dan game yang menunggu. Sekolah ini kejam sekali!" Protesnya. Bukan cuma punya standar nilai yang tinggi, sistem sekolahnya ternyata juga mengharuskan setiap murid untuk terdaftar setidaknya di satu ekskul. Elisa benar-benar pilih sekolah yang terlalu bagus!
"Tetap saja. Memangnya kau tidak tertarik dengan ekskul manapun?" Tanya Nia. "Ekskul yang tidak terlalu serius juga harusnya ada beberapa."
"Tapi tidak ada ekskul game…"
"Tentu saja tidak ada."
"Kenapa tidak ada? Di dunia game juga ada kejuaraannya tahu. Bukan Cuma dapat piala, hadiah uangnya juga—"
Tidak mau mendengar lanjutannya, Nia sudah menyumpal mulut Olivia dengan roti yang tadinya dipegang Mary. "Pokoknya cepat pilih satu." Potongnya. "Bagaimana kalau ekskul sejarah? Katanya kau suka."
Tidak kelihatan puas dengan rekomendasi itu, Olivia hanya diam memainkan bibirnya. Soalnya dia sudah memeriksa ekskul itu dan katanya orang-orang di sana lebih tertarik pada sejarah politik negeri dan semacamnya. Jadi NO! "Kalau ekskul olahraga kau tidak suka juga?" Tanya Nia lagi.
"Kenapa kau menanyakan itu? Olivia saja malas keluar rumah apalagi disuruh olahraga." Ledek Mary.
"Fisikku tidak buruk…" Gerutu Olivia cemberut, meski dia juga tidak menyangkal itu. Meski saat mengatakannya, entah kenapa matanya jadi melirik ke arah Fiona karena ingat kalau orang itu punya stamina monster. "Eh tapi omong-omong memangnya Fiona ikut ekskul apa?" Bisiknya pelan pada Mary.
"Ah, itu, kau mungkin tidak akan percaya…" Tiba-tiba saja Mary terdengar serius. "Tapi Fiona ikut ekskul kesenian."
"Benarkah?"
"Hei, Aku dengar itu." Tiba-tiba orang yang disebut juga menyahut meski dia sendiri tidak mengalihkan pandangannya dari handphone.
Semuanya sempat terdiam karena canggung, tapi kemudian Olivia memutuskan untuk menanyakannya sekalian saja. "Kau pandai menggambar atau semacamnya?"
"Yaa, lebih tepatnya Aku jenius."
Agak bingung bagaimana harus menanggapinya, Olivia kembali menoleh ke arah Mary dan Nia untuk minta konfirmasi. Sampai akhirnya Nia mendesah pelan dan akhirnya menjawab, "Kau tahu pahatan kayu yang ada di depan gedung kan? Itu buatannya."
"…Maksudnya patung yang bentuknya burung hantu dan matanya menyala hijau itu?" Tanya Olivia memastikan dan semuanya hanya diam. "Eh? Seriusan? Kok bisa?"
"Haha! Karena Aku jenius, tidak sepertimu." Sahut orangnya lagi.
"...Fiona, kau menyebalkan." Gerutu Olivia yang akhirnya menjatuhkan kepalanya lagi di meja.
"Tapi kalau tidak salah, Aku juga dengar kalau guru pembimbing di ekskul kesenian sering membiarkannya bolos karena dia sering menang lomba." Tambah Nia lagi kemudian.
"Iya, iya, Aku paham kalau Fiona jenius." Sahut Olivia malas.
"Bukan itu. Maksudku, kalau kau masuk ke ekskul di mana kau terhitung pandai, mungkin kau juga boleh bolos sesekali."
"…Ya makanya ekskul game—"
"Selain itu."
Terdiam lama, Olivia akhirnya kembali mencari keahliannya yang mungkin bisa cocok di dunia manusia, di sekolah ini. Tapi selain pandai menggunakan sihir, yah, Olivia palingan hanya pintar membunuh goblin.
"Hh, apa sajalah." Celetuk Olivia yang akhirnya sambil mencentang salah satu pilihan.