"Tapi saya ingin minta izin untuk tidak hadir dulu hari ini. Soalnya kakak saya tadi menelepon kalau dia habis mematahkan kakinya, jadi saya harus buru-buru memeriksanya ke rumah sakit…"
"..."
"Oke, sempurna." Celetuk Olivia lagi setelah berhasil menghafal kalimat yang sudah dia siapkan. Karena dia harus menyerahkan formulirnya langsung, Olivia terpaksa pergi ke ruang guru sendiri. Tapi karena dia belum ingin aktifitas apapun, akhirnya dia pun memilih untuk mencontoh karakter anak sma yang suka cari seribu alasan.
Begitu memasuki ruang guru, Olivia langsung mencari sosok pria dengan kacamata tebal yang kata Nia merupakan pembimbing ekskul berkebun, ekskul yang tadi sudah Olivia pilih.
Alasannya sebenarnya tidak banyak. Hanya saja karena dia berteman dengan Lunia, Olivia dulunya jadi agak sering membantunya untuk potong daun ini-itu. Jadi daripada pilih yang meragukan dan punya risiko untuk merepotkan, Olivia pun akhirnya memilih ekskul ini.
"Itu, saya Olivia, murid yang baru pindah beberapa minggu lalu." Kata Olivia memulai. "Saya ingin menyerahkan formulir pendaftaran ekskul."
"Oh? Benarkah?" Sahut guru itu semangat. "Karena hanya tersisa kelas 3, Aku sebenarnya khawatir kalau anggotanya akan habis. Tapi baguslah kalau ternyata kau masuk. Bagus, bagus. Kau sudah buat pilihan yang bagus." Ocehnya senang.
"Iya, tapi hari ini—"
"Formulirnya langsung kutandatangani ya." Kata guru itu selagi dia langsung mengacak-ngacak mejanya untuk mencari pulpen dan stempel sehingga Olivia jadi terpaksa menunggu dulu. "Nah, sudah. Dengan begini kau sudah resmi jadi anggota. Jadi jangan berubah pikiran ya."
"Iya, haha…" Sahut Olivia sekenanya. "Tapi, pak, hari ini saya perlu—"
??!!
Tiba-tiba kaget dengan sensasi di punggungnya, Olivia spontan berbalik dan melompat jauh dari posisinya.
Dia bahkan sudah mengepal tangannya kalau-kalau dia perlu memukul sesuatu. Meski yang terlihat di situ ternyata cuma seorang murid laki-laki yang kelihatan tinggi dan pucat.
Laki-laki itu melirik Olivia sejenak, tapi setelah itu dia langsung melihat ke arah pak guru yang tadi. "Ini laporan bulanan yang bapak minta." Katanya.
"Ah, benar, hari ini ya." Balas si pak guru sambil mengambil kertas laporan yang sudah dijilid rapi. "Tapi kebetulan kau ke sini. Ini Olivia, dia baru saja mendaftar jadi anggota." Lanjutnya.
Tapi karena Olivia cuma bisa kaget lagi, pak guru itu pun menambahkan, "Ini Miki dari kelas 3, anggota di ekskul berkebun juga. Mumpung kau di sini, sekalian saja antarkan dia ke greenhouse."
Kehilangan kesempatan untuk mengatakan kalimat yang sudah dia siapkan, Olivia pun mengikuti laki-laki itu keluar ruang guru. Tapi saat laki-laki itu terus berjalan ke arah koridor, Olivia tidak mengikutinya lagi dan hanya diam di tempatnya.
Makanya saat laki-laki itu berbalik, Olivia langsung memasang ancang-ancangnya lagi, entah untuk kabur atau untuk menyerang.
"…Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan," Laki-laki itu tiba-tiba saja berkata. "Tapi Aku tidak akan menggigitmu. Jadi berhenti pasang kuda-kuda seperti itu."
'Sudah kuduga…'
"Yang benar?" Sahut Olivia yang belum mau melemaskan kakinya.
"Yaa, Aku sedang dikutuk. Jadi kalaupun mau juga tidak bisa." Balasnya santai.
"Yang benar??" Tanya Olivia lagi tapi orangnya sudah berbalik dan berjalan lagi.
Olivia bisa saja kembali ke rencana awalnya untuk kabur dan bolos. Tapi karena didorong perasaan curiga dan penasaran, Olivia memutuskan untuk mengintipinya sedikit dari jauh sampai ke greenhouse. Meski sebenarnya yang bisa dilihat juga tidak banyak. Karena walaupun punya aura monster begitu, tentu saja dia tidak akan melakukan apa-apa selama di sekolah.
Olivia tidak yakin bagaimana harus menanggapi fakta bahwa dia sedang melihat makhluk yang langka hari ini. Tapi karena merasa bahwa itu bukan urusannya, dia pikir sebaiknya dia tetap membuatnya seperti itu. Makanya walaupun mungkin akan terlihat aneh, Olivia sudah berencana untuk kembali ke ruang guru lagi dan merobek formulir yang tadi dia serahkan.
Tapi masalahnya, saat baru akan pergi, Olivia malah melihat ada perempuan yang memasuki pintu greenhouse itu lagi. Dilihat dari warna dasinya, kelihatannya dia juga kelas 3. Dan sayangnya manusia biasa!
Perempuan itu tidak kelihatan langsung dicekik atau semacamnya. Tapi karena khawatir dan lagi-lagi penasaran, Olivia pun akhirnya memutuskan untuk mengintip lebih dekat. Meski tidak sesuai dengan perasaannya yang masih was-was, pemandangan yang ada di dalam malah justru terlihat damai.
Padahal matahari sudah tidak begitu bersinar, tapi anehnya rambut coklatnya masih terlihat berkilau. Sama dengan mata bening dan senyum tulusnya saat dia memamerkan bibit bunganya pada laki-laki tadi.
"Oh, halo?" Sapa si perempuan tiba-tiba karena dia menangkap kepala Olivia sedang mengintip di pintu. "Kau butuh sesuatu?"
"…Mm, tidak, itu, Aku cuma sedang mengintip, jadi abaikan saja Aku."
Agak bingung dengan balasan Olivia, perempuan itu jadi terdiam lagi. Tapi kemudian Miki bersuara duluan, "Dia baru daftar jadi anggota baru tadi." Katanya.
"Eh yang benar?" Sahut perempuan itu semangat dan langsung berlari mendekati Olivia.
"Harusnya kau masuk saja, tidak usah malu. Sudah lama sekali tidak ada anggota baru di sini, ya ampun!" Ceriwisnya sambil menyeret Olivia masuk ke dalam. "Miki, kau yakin dia anggota baru kan?"
"Yaa, walaupun sepertinya dia berencana untuk keluar lagi."
"Kenapa??" Tanya perempuan itu lagi langsung memegangi kedua tangan Olivia. "Di sini enak kok, pekerjaannya tidak banyak. Cuma potong daun dan bunga dan menyapu sesekali saja. Aku juga sering bawa cemilan. Jangan keluar ya."
Olivia terdiam sejenak sambil melirik sedikit ke arah Miki dan akhirnya berkata begini, "Ah, tapi sebenarnya Aku berencana sering bolos. Jadi daripada merepotkan, lebih baik Aku keluar saja—"
"Tidak masalah kok. Yang penting datang sesekali saja juga cukup." Balas perempuan itu cepat. Kalau saja bukan karena ada makhluk di sana, Olivia pasti sudah mengiyakan itu.
"Ya, mau ya? Soalnya kalau ada anggota baru nanti kita juga bisa dapat anggaran tambahan." Pintanya lagi
Tapi karena Olivia masih belum menjawab iya, akhirnya Miki pun berkata lagi, "Biarkan saja dia. Palingan dia takut lehernya akan digigit kalau masuk ke sini."
"..." Mendengar itu si perempuan langsung diam membeku dan akhirnya menatap ke arah Olivia dengan tatapan tidak percaya, meski Olivia juga menatapnya dengan pandangan yang sama. "Kau... Tahu kalau Miki itu vampir?"
"...Kakak juga tahu ya?" Balas Olivia.
"...Betulan?" Tanya perempuan itu balik masih terlihat kaget. "Bagaimana bisa? Kalian saling kenal? Dia kenalanmu?" Tanyanya lagi sambil bolak-balik melihat keduanya.
Miki hanya diam, tapi Olivia menggelengkan kepalanya dengan gerakan kecil. "Kalau Aku tahu ada vampir di sekolah ini, Aku tidak akan pikir dua kali untuk langsung pindah."
"Kalau begitu bagaimana kau bisa..." Dan selagi mengatakannya, wajah perempuan itu mulai kelihatan ragu untuk melanjutkannya.
Melihat kakak kelas di depannya masih kebingungan, entah kenapa Olivia yang jadi kasihan. Jadi dia pun berkata duluan, "Yang pasti Aku bukan makhluk abadi sepertinya." Balasnya.
Olivia kelihatan sedikit ragu untuk melanjutkannya, tapi akhirnya dia tetap berkata, "Mm, Aku Olivia. Nama kakak?"