Chereads / Peace Hunter / Chapter 496 - Chapter 496 : Ruangan Penyimpanan Harta Kerajaan San Fulgen

Chapter 496 - Chapter 496 : Ruangan Penyimpanan Harta Kerajaan San Fulgen

Beberapa menit kemudian, di sebuah lorong yang ada White Palace.

Karena pembicaraan yang kami lakukan sebelumnya telah selesai, kini aku, Ratu Kayana, nona Karina dan komandan Oliver sedang berjalan di lorong itu untuk menuju ruangan penyimpanan harta kerajaan San Fulgen. Sesuai janji Ratu Kayana sebelumnya, beliau akan memberikan sebuah pedang kepadaku sebagai hadiah kontribusi. Meskipun aku masih tidak menyangka kalau pedang yang akan diberikan kepadaku adalah salah satu harta kerajaan.

"Ngomong-ngomong, nona, apa tidak apa-apa anda ikut bersama kami? Bukankah saat ini anda merupakan orang asing bagi keluarga kerajaan? Bagaimana jika anda nanti dicurigai karena ikut masuk ke ruangan penyimpanan harta kerajaan?," tanyaku kepada nona Karina sambil terus berjalan menyusuri lorong itu.

Alasan aku menanyakan itu karena aku penasaran kenapa nona Karina yang saat ini merupakan seorang kepala akademi dan tidak memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan juga ikut pergi menuju ruangan penyimpanan harta kerajaan.

"Santai saja. Kalau ada prajurit atau orang-orang di kerajaan ini yang melihatku ikut masuk ke ruangan penyimpanan harta kerajaan, mereka paling berpikir kalau aku ikut masuk karena diundang oleh kakak. Jadi tidak akan ada masalah," ucap nona Karina.

"Begitu ya," ucapku.

Setelah itu, kami terus melangkahkan kaki kami menyusuri lorong itu. Tidak lama kemudian, kami pun sampai di depan pintu sebuah ruangan yang berukuran cukup besar. Di depan pintu itu, ada 2 orang prajurit yang sedang berjaga. 2 orang prajurit itu nampak bingung dan heran ketika melihat kami khususnya Ratu Kayana tiba-tiba berhenti melangkah di depan pintu yang sedang mereka jaga.

"Kalian berdua," ucap Ratu Kayana kepada 2 orang prajurit yang berjaga di depan pintu itu.

2 orang prajurit itu pun dengan cepat langsung menanggapi perkataan Ratu Kayana.

"Siap!. Ada perlu apa, Yang Mulia Ratu?," tanya 2 orang prajurit.

"Aku ingin masuk ke dalam ruangan ini, bisakah kalian membuka kunci pintu ruangan ini?," tanya Ratu Kayana.

"Baik, Yang Mulia Ratu," ucap 2 orang prajurit itu.

Setelah itu, salah satu dari 2 orang prajurit itu lalu mengambil sebuah kunci dari saku seragam yang dia kenakan. Dia lalu membuka kunci pintu ruangan itu dengan kunci yang baru saja dia ambil. Setelah kunci pintu itu telah dibuka, 2 orang prajurit itu lalu membuka pintu ruangan itu.

"Silahkan masuk, Yang Mulia Ratu," ucap 2 orang prajurit itu setelah membuka pintu ruangan itu.

"Terima kasih,"

"Ayo kita masuk," ucap Ratu Kayana.

Ratu Kayana lalu mengajak aku, komandan Oliver dan nona Karina untuk masuk ke dalam ruangan itu.

Ketika Ratu Kayana berjalan melewati 2 orang itu, Ratu Kayana lalu mengatakan sesuatu kepada 2 orang itu.

"Kalian berdua tolong tetap berjaga disini. Jangan biarkan orang lain masuk selagi kami masih berada di dalam ruangan ini," ucap Ratu Kayana.

"Baik, Yang Mulia Ratu," ucap 2 orang prajurit itu.

Setelah itu, kami pun melanjutkan langkah kami untuk memasuki ruangan itu. Ketika kami sudah berada di dalam ruangan itu, aku sedikit terkejut karena ruangan itu ternyata sangatlah luas. Di dalam ruangan itu ada banyak sekali barang. Ada banyak buku dan gulungan kertas yang tersusun rapi di sebuah rak. Lalu, ada banyak barang yang terbuat dari material yang berharga seperti perak, emas bahkan berlian di dalam ruangan itu. Melihat banyaknya barang-barang berharga di ruangan ini, tidak salah lagi kalau ruangan ini merupakan ruangan penyimpanan harta kerajaan San Fulgen.

"Ruangan ini merupakan ruangan penyimpanan harta kerajaan San Fulgen. Di ruangan ini tidak hanya menyimpan senjata atau barang-barang berharga saja, di ruangan ini juga menyimpan buku atau dokumen yang nilainya setara dengan barang-barang berharga di ruangan ini," ucap Ratu Kayana.

Meski kami sudah berada di dalam ruangan itu, kami terus berjalan menyusuri ruangan itu sampai akhirnya kami sampai di ujung ruangan itu. Di ujung ruangan itu, ada banyak senjata yang telah tertata dengan rapi. Ada pedang, pedang besar, busur panah, belati, tongkat sihir, tombak dan lainnya. Beberapa senjata itu terlihat terbuat dari material atau bahan yang berharga.

Setelah kami sampai di ujung ruangan itu, kami pun langsung berhenti melangkahkan kaki kami.

"Kita sudah sampai di bagian penyimpanan senjata. Nah sekarang, silahkan pilih pedang yang kamu mau, Rid," ucap Ratu Kayana.

Setelah mendengar perkataan Ratu Kayana, aku pun langsung menanggapinya.

"Apa aku benar-benar boleh memilih salah satu pedang yang ada disini, Yang Mulia Ratu? Bagaimana jika aku memilih pedang yang paling berharga di ruangan ini?," tanyaku.

"Iya, kamu boleh memilih salah satu pedang yang ada disini, pedang apapun itu. Soal pedang yang paling berharga, pedang yang paling berharga yang merupakan harta kerajaan San Fulgen sudah menjadi milik Karina. Jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan itu. Kamu bebas memilih pedang apapun di ruangan ini," ucap Ratu Kayana.

"Baiklah, Yang Mulia Ratu," ucapku.

Setelah itu, aku lalu melihat pedang-pedang yang tertata dengan rapi di hadapanku itu. Ukuran pedang-pedang itu bervariasi, ada yang berukuran lebih pendek dari pedang pada umumnya dan ada juga yang berukuran lebih panjang dari pedang pada umumnya. Pedang-pedang itu pun juga memiliki warna yang bermacam-macam, tetapi pedang-pedang itu tidak ada yang memiliki warna yang mencolok seperti pedang milik kedua orang tuaku.

"Yang Mulia Ratu, bolehkah aku menyentuh dan memegang pedang-pedang ini?," tanyaku.

"Boleh, Rid," ucap Ratu Kayana.

Aku pun lalu mulai menyentuh dan memegang pedang-pedang itu satu persatu karena aku tidak puas hanya melihat dan memperhatikannya saja. Saat menyentuh dan memegang pedang-pedang itu satu persatu, aku sambil berbicara dengan Ratu Kayana.

"Ngomong-ngomong, Yang Mulia Ratu, jadi pedang yang dimiliki oleh nona Karina merupakan pedang paling berharga di antara pedang-pedang yang merupakan harta kerajaan. Aku sudah pernah melihat pedang yang dimiliki oleh nona Karina. Pedang itu berwarna putih dengan beberapa corak berwarna emas. Kalau boleh tahu, sebenarnya pedang apa itu sampai membuat pedang itu disebut sebagai pedang paling berharga di antara pedang-pedang yang merupakan harta kerajaan?," tanyaku.

"Pedang yang dimiliki oleh Karina merupakan pedang milik mendiang nenek buyut kami yang merupakan mantan Ratu kerajaan ini. Pedang itu bernama 'Sword of the Queen Ruler'. Pedang itu digunakan beliau untuk berperang ketika 'Great Holy War' berlangsung,"

"Setelah nenek buyut kami meninggal, pedang itu terus diturunkan ke keturunannya. Pertama ke nenek kami, lalu ke ibu kami, dan sekarang pedang itu menjadi milik Karina. Seharusnya pedang itu menjadi milikku karena pedang itu seharusnya menjadi milik dari Ratu kerajaan San Fulgen. Tetapi keahlian berpedangku tidak sehebat Karina, maka dari itu aku memberikan pedang itu kepada Karina. Lagipula Karina juga merupakan keturunan dari nenek buyut kami," ucap Ratu Kayana.

"Begitu ya. Pantas saja pedang itu disebut sebagai pedang paling berharga diantara pedang-pedang yang merupakan harta kerajaan," ucapku.

"Iya, apalagi pedang itu juga merupakan pedang atau senjata asli milik kerajaan ini. Tidak semua senjata yang ada di ruangan ini merupakan senjata asli kerajaan ini, ada juga senjata yang berasal dari kerajaan atau negara lain yang diberikan sebagai hadiah. Dan ada juga senjata yang direbut atau diambil paksa sebagai rampasan perang. Senjata rampasan perang itu kebanyakan berasal dari 'Great Holy War'," ucap Ratu Kayana.

"Begitu ya," ucapku.

Setelah itu, aku lalu menoleh ke arah nona Karina.

"Aku tidak menyangka kalau pedang milik anda merupakan pedang paling berharga di kerajaan ini, nona Karina. Padahal anda sudah memutuskan untuk keluar dari keluarga anda yang merupakan keluarga bangsawan, tetapi bisa-bisanya anda memiliki pedang yang seharusnya dimiliki oleh Ratu kerajaan ini. Apa anda tidak khawatir identitas anda yang sebenarnya diketahui oleh orang lain karena anda memiliki pedang itu? Bagaimana jika ada orang lain yang mengetahui tentang pedang itu melihat anda yang sedang memegang pedang itu?," tanyaku.

"Tidak perlu khawatir, lagipula aku jarang mengeluarkan dan memakai pedang itu. Aku hanya memakai pedang itu disaat keadaan mendesak saja. Selain itu, meski pedang itu merupakan pedang paling berharga di kerajaan ini, tidak banyak orang yang tahu tentang pedang itu. Itu karena meskipun mendiang ibunda kami dan mendiang nenek kami juga pemilik pedang ini sebelumnya, mereka juga jarang mengeluarkan atau menggunakan pedang ini, jadi tidak banyak orang yang mengetahuinya," ucap nona Karina.

"Begitu ya," ucapku.

Setelah itu, aku kembali terus menyentuh dan mencoba pedang-pedang itu satu persatu. Beberapa menit kemudian, aku pun telah selesai menyentuh dan mencoba pedang-pedang itu. Setelah sudah selesai, aku pun terdiam sambil memikirkan sesuatu.

Ketika aku sedang terdiam, Ratu Kayana tiba-tiba menanyakan sesuatu kepadaku.

"Bagaimana, Rid, apa kamu sudah menentukan pedang mana yang cocok untuk kamu ambil?," tanya Ratu Kayana.

Setelah Ratu Kayana menanyakan itu, aku yang sebelumnya terdiam lalu mengambil salah satu pedang. Kemudian, aku menunjukkan dan memperlihatkan pedang yang aku ambil itu ke Ratu Kayana.

"Aku memilih pedang ini, Yang Mulia Ratu," ucapku.

Pedang yang aku ambil ini memiliki ukuran normal seperti pedang pada umumnya. Pedang ini memiliki warna dominan biru dengan campuran warna putih. Pedang ini juga memiliki sarung pedang dengan warna yang sama.

Setelah aku menunjukkan pedang itu ke Ratu Kayana, Ratu Kayana lalu melihat dan memperhatikan pedang itu.

"Hmmmm pedang itu ya. Aku tidak tahu nama pedang itu karena pedang itu merupakan salah satu pedang rampasan yang didapatkan saat 'Great Holy War'. Jika kamu menginginkan pedang itu, silahkan ambil, Rid," ucap Ratu Kayana.

"Terima kasih, Yang Mulia Ratu," ucapku.

"Karena pedang itu merupakan pedang rampasan, seharusnya pemilik sebelumnya dari pedang itu sudah tewas, jadi kamu bisa menggunakan pedang itu sesuka hati tanpa peduli dengan 'kontrak' dari pemilik sebelumnya,"

"Lalu, karena pedang itu sekarang adalah milikmu, kamu harus membuat kontrak dengan pedang itu agar pedang itu menjadi milikmu dan apabila pedang itu dicuri atau diambil, orang yang mencuri atau mengambil pedang itu tidak bisa menggunakan pedang itu dengan sesuka hatinya. Kamu tahu kan cara membuat kontraknya, Rid?," tanya Ratu Kayana.

"Tahu, Yang Mulia Ratu. Yaitu dengan meneteskan sedikit darah dari penggunanya ke ujung pedang dan gagang pedangnya. Ini juga berlaku pada senjata yang lainnya, yaitu dengan meneteskan sedikit darah dari penggunanya ke bagian atas dan bagian bawah senjatanya," ucapku.

"Benar. Ya sudah kalau kamu sudah tahu sekarang kamu lebih baik segera membuat kontraknya," ucap Ratu Kayana.

"Baik, Yang Mulia Ratu," ucapku.

Setelah itu, aku memegang pedang itu dengan tangan kananku. Kemudian, aku melukai ibu jari tangan kiriku dengan menggunakan gigiku. Lalu, darah yang berasal dari luka yang terdapat pada ibu jariku itu aku teteskan di ujung pedang dan gagang pedang itu. Setelah aku sudah meneteskan darahku di pegang itu, pedang itu tiba-tiba diselimuti aura yang berwarna seperti warna pedang itu. Tidak lama kemudian, aura pada pedang itu pun menghilang.

"Kelihatannya kontraknya sudah selesai," ucap Ratu Kayana yang sejak tadi terus melihatku yang sedang membuat kontrak dengan pedang itu.

"Iya, Yang Mulia Ratu," ucapku.

"Karena kontraknya telah selesai, pedang itu kini telah sepenuhnya menjadi milikmu, Rid," ucap Ratu Kayana.

"Iya. Terima kasih karena telah memberikan pedang ini, Yang Mulia Ratu," ucap Ratu Kayana.

"Iya, sama-sama, Rid,"

"Karena aku sudah selesai berdiskusi denganmu dan aku pun juga telah memberikan hadiah kontribusi kepadamu berupa pedang itu, maka urusanku denganmu saat ini sudah selesai, Rid. Setelah ini, kamu boleh langsung kembali ke kediaman tuan Louis," ucap Ratu Kayana.

"Baik, Yang Mulia Ratu. Tetapi sebelum aku kembali, aku ingin melihat Charles dan Chloe yang sedang berlatih terlebih dahulu, Yang Mulia Ratu," ucapku.

"Baiklah. Mereka biasanya berlatih di tempat latihan utama yang ada di istana ini. Jika kamu ingin kesana, kamu bisa minta tolong kepada prajurit atau pelayan yang ada di istana kediaman ini untuk mengantarkanmu kesana,"

"Aku minta maaf karena tidak bisa mengantarkanmu kesana, Rid. Aku harus segera kembali ke ruanganku karena setelah ini ada hal penting yang harus aku lakukan," ucap Ratu Kayana.

"Tidak apa-apa, Yang Mulia Ratu. Anda tidak perlu minta maaf. Aku awalnya memang berniat untuk pergi ke tempat latihan itu sendiri tanpa diantar oleh anda," ucapku.

"Baiklah kalau begitu. Karena urusan kita di ruangan ini sudah selesai, ayo kita segera tinggalkan ruangan ini," ucap Ratu Kayana.

"Baik, Yang Mulia Ratu," ucapku.

Kemudian, kami semua pun langsung meninggalkan ruangan penyimpanan harta kerajaan itu. Setelah kami sudah meninggalkan ruangan itu, 2 orang prajurit yang berjaga di depan pintu ruangan itu pun langsung mengunci kembali pintu ruangan itu.

Setelah kami semua sudah keluar dari ruangan itu, kami pun berbincang sejenak di depan pintu ruangan itu.

"Jika kamu ingin ke tempat latihan untuk melihat Charles dan Chloe, pergilah ke arah sana, Rid," ucap Ratu Kayana sambil menunjuk jarinya ke lorong sebelah kanan dari pintu masuk ruangan tempat penyimpanan harta kerajaan.

"Kamu terus saja jalan lurus menyusuri lorong ini sampai ke ujung lorong. Begitu kamu mendekati atau sudah sampai di ujung lorong itu, apabila kamu bertemu dengan prajurit atau pelayan, kamu bisa minta tolong kepada mereka untuk mengantarkanmu ke lokasi tempat latihan itu," lanjut Ratu Kayana.

"Baik, Yang Mulia Ratu. Kalau begitu, aku pergi dulu. Sampai nanti, Yang Mulia Ratu, komandan Oliver dan nona Karina," ucapku.

"Iya," ucap Ratu Kayana.

"Sampai nanti, Rid," ucap nona Karina.

"Sampai nanti, tuan muda Rid," ucap komandan Oliver.

Setelah itu, aku pun terus berjalan menyusuri lorong itu untuk menuju ke ujung lorong itu.

Sementara itu, Ratu Kayana, komandan Oliver, dan nona Karina yang sebelumnya sedang melihat Rid, kini berbalik dan berjalan menyusuri lorong yang berbeda dengan Rid. Ketika sedang menyusuri lorong itu, nona Karina tiba-tiba mengatakan sesuatu kepada Ratu Kayana.

"Setelah ini, apa kamu benar-benar akan melakukan itu, kakak? Apa kamu benar-benar akan menyerahkan jasad tuan Remy kepada 'mereka'?," tanya nona Karina.

"Iya. Tuan Remy selama ini menjadi dalang utama dari tewasnya banyak Elf yang jasadnya ditemukan di wilayah San Lucia. Jasad Elf itu ditemukan dengan kondisi jantung yang sudah tidak ada. Jantung itulah yang menjadi bahan eksperimen tuan Remy untuk membuat 'subjek'. Gara-gara itu hubungan kerajaan ini dengan kerajaan mereka menjadi renggang,"

"Untuk memperbaiki hubungan dengan kerajaan mereka, aku akan menyerahkan jasad tuan Remy beserta bukti-bukti yang menguatkan tentang tuan Remy yang merupakan dalang dari tewasnya banyak Elf itu,"

"Aku akan menyerahkan semua itu kepada kerajaan Elf, Seleria," ucap Ratu Kayana.

-

Sementara itu, di sebuah lorong sebuah bangunan.

Lorong itu berukuran cukup besar dan luas. Bahkan saking luasnya, di bagian samping lorong itu terdapat beberapa tiang penyangga langit-langit. Lorong itu saat ini dalam keadaan gelap, hanya ada sedikit cahaya yang menyinari lorong itu. Cahaya yang menyinari lorong itu berasal dari cahaya yang masuk dari jendela yang ada di dinding lorong itu. Lalu, di dekat ujung lorong itu, terlihat ada beberapa anak tangga. Dan di ujung lorong itu ada sebuah pintu berukuran sangat besar. Bagi orang yang ingin menuju pintu itu harus menaiki beberapa anak tangga itu.

Sementara itu, di lorong itu terlihat ada seorang wanita yang sedang berjalan menuju anak tangga itu. Wanita itu adalah Leirion, salah satu dari 'Demon Sovereign Commanders'. Leirion nampaknya ingin memasuki ruangan yang ada di balik pintu berukuran besar itu. Namun, ketika Leirion sedang berjalan menuju pintu itu, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang membuatnya menghentikan langkahnya.

"Jadi kamu juga datang ya, Leirion," ucap seseorang.

Suara itu terdengar seperti suara seorang pria. Leirion yang mendengar suara itu lalu menoleh ke asal suara itu. Suara itu berasal dari salah satu tiang penyangga yang ada di samping lorong itu. Ketika Leirion sudah menoleh ke salah satu tiang penyangga itu, dia melihat ada seorang pria yang sedang berdiri sambil bersandar di salah satu tiang penyangga itu. Pria itu terlihat seperti seorang remaja, wajahnya pun juga terlihat seperti seorang remaja. Pria itu memiliki 2 buah tanduk berwarna hitam di kepalanya. Pria itu juga memiliki telinga yang runcing, tetapi tidak seruncing telinga Elf. Selain itu, pria itu juga memiliki ekor berwarna hitam yang bersisik. Pria itu saat ini sedang memejamkan kedua matanya sambil bersandar di tiang penyangga itu.

"Tuan Firnen," ucap Leirion sambil melihat ke arah pria itu.

Setelah Leirion memanggil namanya, pria itu lalu membuka kedua matanya. Pria itu memiliki bola mata berwarna hitam pekat dan pupil mata berwarna merah. Pupil mata pria itu terlihat seperti pupil mata yang biasanya dimiliki oleh hewan reptil.

Nama pria itu adalah Firnen, Firnen Valkoin von Eragon. Sama seperti Leirion, Firnen juga merupakan salah satu dari 'Demon Sovereign Commanders'.

Lalu, setelah Firnen membuka matanya, dia lalu berjalan mendekati Leirion.

"Aku terkesan kamu masih bisa datang kesini, padahal dari yang aku dengar, kamu sudah gagal dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh Yang Mulia Raja Iblis. Padahal kamu hanya ditugaskan untuk merebut kerajaan yang lemah, tetapi kamu masih tetap gagal. Benar-benar memalukan," ucap Firnen sambil berjalan mendekati Leirion.

Setelah mendengar perkataan Firnen, Leirion langsung menanggapinya.

"Saya akui, saya memang telah gagal dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh Yang Mulia Raja Iblis. Tetapi sebagai salah satu 'Demon Sovereign Commanders', saya harus tetap datang kesini untuk memenuhi panggilan Yang Mulia Raja Iblis," ucap Leirion.

Firnen tiba-tiba tertawa setelah mendengar perkataan Leirion

"Hahahaha, sebagai salah satu 'Demon Sovereign Commanders' katamu? Kamu dipilih menjadi 'Demon Sovereign Commanders' hanya sebagai pengganti dari 'Pangeran' yang sedang diberi hukuman. Meskipun hanya sebagai pengganti, kamu aslinya tidak cocok menjadi 'Demon Sovereign Commanders' karena kamu sangatlah lemah dibandingkan dengan 'Demon Sovereign Commanders' yang ada saat ini. Jika 'pria itu' yang merupakan bawahan terkuat 'Pangeran' tidak menghilang, dia pasti yang akan ditugaskan untuk menjadi 'Demon Sovereign Commanders' pengganti, bukan kamu," ucap Firnen.

Leirion pun terdiam setelah mendengar perkataan Firnen. Dia tidak berusaha untuk menanggapi perkataan Firnen sama sekali. Meski Leirion terdiam, Firnen terus melanjutkan perkataannya.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kabar 'Pangeran' yang merupakan komandanmu sebelumnya? Apa dia baik-baik saja? Kapan masa tahanannya akan berakhir? Lebih baik kamu berharap agar 'Pangeran' terus ditahan agar kamu bisa terus menjadi 'Demon Sovereign Commanders',"

"'Pangeran' ditahan karena telah gagal dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh Yang Mulia Raja Iblis. Selain itu, dia juga telah melanggar perintah Yang Mulia Raja Iblis. Dia rumornya memiliki hubungan dengan seorang malaikat. Jika benar begitu, masa tahanannya seharusnya sangatlah lama. Bahkan bisa saja dia ditahan seumur hidupnya,"

"Baik komandan dan bawahannya sama saja, sama-sama gagal menjalankan tugas. Memalukan sekali," ucap Firnen.

Mendengar itu, Leirion tampak marah.

"Saya tidak peduli apabila anda menjelek-jelekkan saya, tetapi saya tidak terima apabila anda menjelek-jelekkan 'Tuan Muda', tuan Firnen," ucap Leirion.

Firnen pun kembali tertawa setelah mendengar perkataan Leirion.

"Hahahaha, terus kalau kamu tidak terima, kamu mau apa? Apa kamu mau melawanku? Kamu pikir kamu bisa menang melawanku?," tanya Firnen.

Leirion pun terdiam setelah mendengar perkataan Firnen. Meski begitu, Leirion masih menatap Firnen dengan tatapan marah.

Setelah itu, suara seorang wanita tiba-tiba terdengar di lorong itu.

"Jika kalian berdua sudah ada disini, seharusnya kalian berdua langsung masuk ke dalam," ucap suara wanita itu.

Leirion dan Firnen langsung terkejut setelah mendengar suara wanita itu. Tidak hanya terkejut, mereka berdua juga terlihat takut setelah mendengar suara wanita itu. Mereka berdua lalu menoleh ke arah asal suara tersebut. Suara tersebut berasal dari pintu yang ada di ujung lorong tempat mereka berada. Benar saja, setelah mereka menoleh ke pintu tersebut, mereka melihat seorang wanita yang sedang berdiri di depan pintu itu. Wanita itu terlihat mengenakan gaun panjang berwarna hitam. Selain itu, wanita itu terlihat membawa sebuah pedang yang dibalut dengan sarung pedang berwarna hitam pekat di pinggangnya. Wanita itu terlihat mirip dengan wanita yang sebelumnya telah membantai para penduduk di sebuah desa sekaligus menghancurkan desa tersebut. Wajah wanita itu tidak terlihat jelas karena di bagian depan pintu tersebut sangatlah gelap.

Setelah menoleh dan melihat ke arah wanita itu, Leirion dan Firnen lalu mengatakan sesuatu sambil ketakutan.

"S-saya minta maaf, putri," ucap Leirion.

"S-saya juga minta maaf, putri," ucap Firnen.

Wanita itu hanya terdiam setelah mendengar permintaan maaf mereka berdua. Wanita itu awalnya melihat ke arah mereka berdua yaitu Firnen dan Leirion. Tetapi setelah itu, wanita itu menoleh dan hanya melihat ke arah Firnen.

"Firnen," ucap wanita itu.

Firnen pun terkejut karena namanya tiba-tiba disebut oleh wanita itu.

"I-iya, putri," ucap Firnen.

"Barusan aku mendengar kalau kamu telah menjelek-jelekkan kakakku," ucap wanita itu.

Firnen pun kembali terkejut. Wajahnya terlihat semakin ketakutan.

"T-tidak, putri. S-saya tidak menjelek-jelekkan 'Pangeran'. M-mungkin anda salah dengar," ucap Firnen.

"Begitu ya. Jadi maksudmu aku telah salah mendengar perkataanmu," ucap wanita itu.

Setelah mengatakan itu, wanita itu tiba-tiba memegang pedang miliknya yang ada di pinggangnya. Wanita itu lalu menarik sedikit pedang miliknya dari sarung pedangnya. Setelah itu, Firnen tiba-tiba mendapatkan luka yang cukup parah di badannya. Luka yang didapatkannya itu mirip seperti luka tebasan senjata tajam. Tidak hanya itu, kedua tangannya pun tiba-tiba telah terpotong. Bagian tangannya yang telah terpotong itu tiba-tiba sudah ada di lantai. Kemudian, darah langsung mengucur deras dari kedua tangannya yang telah terpotong itu. Firnen pun langsung berteriak kesakitan.

*AAAAHHHHHHH

Teriakan itu menggema di seluruh lorong itu. Leirion terlihat terkejut sekaligus ketakutan ketika melihat Firnen yang sedang terduduk sambil berteriak kesakitan. Dia tidak menyangka kalau Firnen telah terluka sangat parah hanya dalam sekejap. Sementara itu, wanita itu yang sebelumnya sedang memegang pedang miliknya, kini tidak lagi memegang pedang miliknya.

"Ini hukumanmu karena telah menjelekkan kakakku. Meskipun kakakku saat ini sedang ditahan atas perbuatannya, bukan berarti iblis rendahan sepertimu bisa seenaknya menjelekkan kakakku. Apa kamu paham?," tanya wanita itu.

Firnen yang sebelumnya berteriak kesakitan kini berusaha untuk menanggapi perkataan wanita itu.

"S-saya paham. S-saya minta maaf, putri Riena," ucap Firnen.

Wanita yang baru saja melukai dan memotong kedua lengan Firnen adalah putri Riena, salah satu putri dari Raja Iblis.

"Jika nanti aku mendengar kamu menjelek-jelekkan kakakku lagi, bukan hanya kedua tanganmu saja yang akan terpotong nanti, melainkan kepalamu juga," ucap putri Riena.

"B-baik, putri. S-saya berjanji untuk tidak menjelek-jelekkan 'Pangeran' lagi," ucap Firnen.

"Baguslah kalau kamu mengerti,"

"Daruntia, cepat pulihkan Firnen," ucap putri Riena.

Setelah itu, di dekat Leirion dan Firnen tiba-tiba muncul sebuah pohon berukuran cukup besar. Tinggi pohon yang tiba-tiba muncul itu hampir mencapai tinggi langit-langit lorong itu. Lalu, setelah pohon itu tiba-tiba muncul, dari dalam pohon itu tiba-tiba muncul seorang wanita. Leirion dan Firnen terlihat tidak terkejut sama sekali dengan kemunculan pohon itu dan juga wanita itu.

Wanita itu mengenakan sebuah gaun berwarna perpaduan hijau dan hitam. Terlihat ada sebuah batang pohon berukuran sedang beserta daun-daunnya yang melingkar di tubuh wanita itu layaknya seperti sebuah selendang. Selain itu, wanita itu juga memiliki bola mata berwarna hitam pekat dengan pupil mata berwarna merah. Pupil mata wanita itu berbentuk seperti sehelai daun.

Wanita itu bernama Daruntia. Sama seperti Leirion dan Firnen, dia juga merupakan salah satu dari 'Demon Sovereign Commanders'.

Setelah Daruntia keluar dari pohon yang tiba-tiba muncul itu, dia lalu menanggapi perkataan putri Riena.

"Baik, putri," ucap Daruntia.

Setelah itu, Daruntia mulai memulihkan tubuh Firnen.

"Aku serahkan Firnen kepadamu. Jika kamu sudah selesai memulihkannya, segera lah masuk ke dalam," ucap putri Riena.

"Baik, putri," ucap Daruntia.

Setelah itu, putri Riena lalu menoleh ke arah Leirion.

"Leirion, ayo kita masuk ke dalam. Yang Mulia Raja Iblis dan 'Demon Sovereign Commanders' yang lainnya sudah menunggu," ucap Leirion.

Leirion awalnya terkejut karena namanya tiba-tiba disebut oleh putri Riena. Namun tidak lama kemudian, dia pun mulai menanggapi perkataan putri Riena.

"B-baik, putri," ucap Leirion.

Setelah itu, Leirion berjalan meninggalkan Firnen yang sedang dipulihkan oleh Daruntia untuk menghampiri putri Riena yang sedang berdiri di depan pintu berukuran besar itu. Tidak lama kemudian, Leirion pun kini sudah menghampiri dan berada dekat dengan putri Riena. Setelah itu, putri Riena lalu membuka pintu berukuran besar itu.

Ketika pintu berukuran besar itu telah terbuka, di dalamnya terlihat sebuah ruangan yang sangat besar. Ruangan itu terlihat sangat gelap, hanya ada sedikit cahaya saja yang menyinari ruangan itu. Lalu, di beberapa titik ruangan itu terlihat ada 4 orang. 4 orang itu tidak terlihat dengan jelas karena ruangan yang gelap. Meski begitu, dari siluet 4 orang itu, 4 orang itu terdiri dari 2 orang pria dan 2 orang wanita.

Sementara di ujung dari ruangan itu, terlihat ada sebuah singgasana yang berukuran cukup besar. Di singgasana tersebut terlihat ada seorang pria yang sedang duduk. Pria itu kini sedang melihat ke arah putri Riena dan Leirion.

Setelah itu, pintu ruangan tempat mereka berada tiba-tiba mulai tertutup secara perlahan.

-Bersambung