Keesokan paginya, di tempat yang dulunya dikenal sebagai desa Aston.
Setelah desa Aston hancur akibat diserang oleh orang-orang suruhan Duke Remy, desa Aston tidak dibangun ulang kembali. Ratu Kayana awalnya memberikan tawaran kepada Rid untuk membangun ulang desa Aston. Tetapi Rid meminta Ratu Kayana untuk tidak perlu membangun ulang desa Aston. Lagipula, seluruh penduduk desa Aston telah tewas akibat diserang oleh orang-orang suruhan Duke Remy. Meskipun desa Aston dibangun kembali, mereka yang sudah tewas tidak akan pernah kembali lagi. Jika desa Aston dibangun kembali, yang menjadi penduduknya hanyalah orang-orang baru karena orang-orang lama yang Rid kenal sudah tidak ada lagi. Suasana desa pun pastinya akan jauh berbeda dari yang sebelumnya. Jadi Rid meminta kepada Ratu Kayana untuk tidak membangun desa Aston lagi.
Sekarang, desa Aston yang telah hancur telah berubah menjadi padang rumput yang cukup luas. Persawahan dan perkebunan yang ada di desa Aston pun juga telah berubah menjadi padang rumput karena persawahan dan perkebunan itu juga ikut hancur setelah diserang oleh orang-orang suruhan Duke Remy. Di tengah-tengah padang rumput itu, ada sebuah taman bunga yang berukuran sedikit luas. Di taman bunga itu, ada papan pengingat yang cukup besar. Papan pengingat itu memberitahu kalau di tempat itu dulunya ada sebuah desa yang bernama desa Aston.
-
Sementara itu, di pemakaman desa Aston.
Aku saat ini sedang berdiri di depan makam kakekku.
"Aku sudah lulus dari akademi, kek. Sayang sekali kakek tidak bisa menyaksikan secara langsung setelah aku lulus dari akademi,"
"Setelah ini aku akan melakukan persiapan sebelum mewujudkan impianku. Aku benar-benar akan mewujudkan impianku yaitu membuat dunia ini menjadi damai. Kakek sebelumnya juga berharap kalau aku bisa mewujudkan kedamaian bukan hanya di kerajaan ini saja, melainkan juga di seluruh dunia. Saat ini, di kerajaan ini bisa dikatakan telah menjadi damai. Sistem perbudakan telah dihapuskan dan kebijakan diskriminasi pun telah diubah menjadi kebijakan anti diskriminasi. Sayang sekali, kakek tidak bisa menyaksikan secara langsung perubahan yang terjadi di kerajaan ini,"
"Karena kerajaan ini telah menjadi damai, maka tinggal seluruh dunia ini saja. Aku berjanji kepadamu kalau aku akan mewujudkan kedamaian di seluruh dunia ini. Untuk melakukan itu, aku akan pergi mendatangi semua kerajaan atau negara yang ada di dunia ini, baik itu di benua utara ataupun di benua selatan. Karena aku akan mengelilingi dunia ini, mungkin aku akan sekalian mencari kedua orang tuaku. Kakek bilang mereka berdua masih hidup kan? Maka aku akan sekalian mencari mereka sambil mewujudkan impianku,"
"Itu saja yang ingin aku sampaikan kepadamu, kek. Sekarang, aku harus kembali dulu. Tetapi sebelum itu, aku akan mengunjungi mereka semua terlebih dahulu,"
"Sampai jumpa, kek. Aku berjanji kalau aku akan datang kesini lagi nanti," ucapku.
Setelah itu, aku secara perlahan mulai pergi meninggalkan makam kakekku. Aku lalu berjalan ke bagian pemakaman yang lain. Bagian pemakaman yang aku datangi ini merupakan makam-makan dari penduduk desa Aston yang telah dibunuh oleh orang suruhan Duke Remy. Aku lalu berdiri di hadapan makam-makam itu.
"Halo, semuanya. Aku datang kesini untuk mengunjungi kalian semua. Aku ingin memberitahu kepada kalian kalau kemarin aku telah lulus dari akademi. Jika saja kalian semua masih hidup, mungkin kemarin sampai sekarang kalian masih merayakan kelulusanku di desa ini. Pesta perayaannya pasti sangatlah meriah, aku bisa membayangkannya,"
"Tetapi sayang sekali, kalian tidak bisa merayakan kelulusanku secara langsung. Namun, kalian saat ini pasti sedang merayakannya 'disana'. Kalian tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku sudah merayakan kelulusanku di kediaman tuan Duke Louis yang merupakan Duke San Lucia. Aku saat ini tinggal di kediaman beliau,"
"Sekarang, setelah lulus, aku akan mempersiapkan diri untuk mewujudkan impianku yaitu untuk membuat dunia ini menjadi damai. Aku masih mengingat dengan jelas ketika waktu dulu aku memberitahukan tentang impianku, kalian langsung menertawakanku terutama Eric dan yang lainnya. Saat ini pun aku yakin kalau kalian sedang tertawa 'disana'. Tetapi aku akan membuktikannya, aku akan membuktikan kalau aku bisa mewujudkan impianku. Lalu setelah aku berhasil mewujudkan impianku, aku akan datang kesini dan membanggakannya di depan kalian," ucapku sambil tersenyum.
Setelah itu, aku terdiam sambil melihat dan memperhatikan makam mereka semua. Tidak lama kemudian, aku mulai berbicara kembali.
"Itu saja yang ingin aku katakan kepada kalian. Sekarang aku harus kembali ke kediaman tuan Duke Louis. Aku akan mengunjungi kalian lagi nanti. Sampai jumpa, kalian semua," ucapku.
Setelah itu, aku pun berbalik dan mulai meninggalkan makam mereka semua. Namun, baru beberapa langkah aku meninggalkan makam mereka semua, aku kembali menoleh ke makam kalian.
"Aku lupa untuk menyampaikan ini. Tuan Duke Remy yang merupakan dalang dari penyerangan desa Aston dan juga dalang dari pembunuhan kalian semua, telah mati. Meskipun bukan aku sendiri yang membunuhnya tetapi setidaknya aku sudah membuatnya babak belur terlebih dahulu. Sekarang kalian semua bisa tenang karena orang yang menjadi dalang pembunuhan kalian telah mati," ucapku.
Setelah itu, aku melanjutkan langkahku kembali untuk meninggalkan makam mereka. Tidak hanya meninggalkan makam mereka saja, aku terus melangkah untuk meninggalkan pemakaman desa Aston.
Tidak lama kemudian, aku pun sampai di taman bunga yang dibangun di atas tanah yang dulunya merupakan desa Aston. Terlihat ada Irene, Leandra, Lily dan senior Nadine di taman bunga itu. Mereka bisa ada di taman bunga itu karena mereka ikut bersamaku ketika aku memutuskan untuk pergi ke pemakaman desa Aston. Awalnya hanya Irene saja yang ingin ikut, lalu diikuti oleh Leandra dan Lily dan selanjutnya senior Nadine juga diperintahkan ikut oleh Duke Louis untuk mengawal dan menjaga kami. Meskipun mereka ikut denganku, mereka memutuskan untuk menunggu di taman bunga itu ketika aku ingin mengunjungi pemakan desa Aston. Saat ini, mereka semua sedang melihat-lihat bunga di taman bunga itu.
Ketika aku sampai di taman bunga itu, Irene yang sebelumnya sedang melihat-lihat bunga di taman bunga itu lalu menoleh ke arahku.
"Kamu sudah kembali, Rid. Apa kamu sudah mengunjungi makam kakek dan orang-orang yang ada di desamu?," tanya Irene.
"Iya, aku sudah mengunjungi mereka semua," ucapku.
"Begitu ya. Karena kamu sudah mengunjungi mereka semua, apa kamu ingin kembali sekarang?," tanya Irene.
"Iya, ayo kita kembali sekarang," ucapku.
"Baiklah," ucap Irene.
Setelah itu, kami semua pun melangkah pergi dari taman bunga itu untuk menuju kereta kuda yang mengantarkan kami sebelumnya. Setelah kami sudah menaiki kereta kuda itu, kereta kuda yang kami naiki pun mulai bergerak membawa kami untuk kembali ke kediaman Duke Louis.
-
Sementara itu, di gereja Angelica Castitat.
Di salah satu ruangan yang ada di dalam gereja itu, terlihat ada Holy Maiden yang sedang sebuah kursi. Di depan Holy Maiden, ada seseorang yang juga sedang duduk di kursi. Orang yang ada di depan Holy Maiden itu sedang membaca surat kabar. Dia sedikit mengangkat surat kabar itu ketika membacanya sehingga wajahnya tidak terlihat. Holy Maiden yang berada di hadapannya pun tidak bisa melihat wajahnya, dia hanya bisa melihat bagian atau halaman belakang dari surat kabar yang orang itu baca. Surat kabar yang dibaca oleh orang itu terlihat seperti surat kabar yang berasal dari kerajaan San Fulgen.
Di depan Holy Maiden dan orang yang sedang membac surat kabar itu ada sebuah meja. Di atas meja yang berada di depan mereka berdua, terlihat ada 2 cangkir yang berisi minuman dan juga beberapa cemilan seperti kue. Yang berarti Holy Maiden sedang menjamu orang yang ada di depannya itu karena dia sampai repot-repot menyiapkan cemilan dan minuman. Selain cemilan dan minuman, di atas meja itu juga ada 2 buah buku catatan berukuran kecil. 2 buah buku catatan itu terlihat seperti buku catatan yang sebelumnya diberikan oleh Laviena kepada Holy Maiden.
Holy Maiden yang sedang duduk di kursi itu terlihat sedang tidak menutup kedua matanya dengan kain putih. Kedua bola matanya yang berwarna emas dan pupil matanya yang berwarna putih dengan bentuk '+' pun jadi terlihat jelas. Holy Maiden saat ini sedang mengambil cangkir yang ada di hadapannya. Kemudian, Holy Maiden meminum air dari cangkir itu. Setelah itu, Holy Maiden menaruh cangkir itu lagi di atas meja yang ada di hadapannya.
"Haaaahhhh, berpura-pura menjadi manusia itu ternyata sangat melelahkan," ucap Holy Maiden sambil menghela nafasnya.
Setelah Holy Maiden mengatakan itu, orang yang ada di depan Holy Maiden tiba-tiba berbicara.
"Iya, iya, sudah cukup mengeluhnya, Miraela. Kenapa kamu selalu mengeluh kepadaku ketika aku datang menghampirimu?," tanya orang itu.
Suara orang itu terdengar seperti suara wanita. Selain itu, mendengar orang itu memanggil Holy Maiden dengan nama Miraela, dapat dipastikan kalau Miraela merupakan nama asli dari Holy Maiden.
"Karena hanya dengan anda saja saya bisa mengeluh, putri. Apalagi anda juga sering mengunjungi saya. Jika saya mengeluh kepada 'Archangel Commanders' yang lain, entah apa yang akan terjadi kepada saya," ucap Holy Maiden atau Miraela.
"Hmmm mungkin mereka akan langsung memberitahu Ibunda kalau kamu mengeluh tentang tugas yang diberikan langsung oleh Ibunda. Jika Ibunda tahu kalau kamu mengeluh, entah apa yang akan terjadi kepadamu. Bahkan aku pun tidak bisa membantumu jika sesuatu terjadi kepadamu setelah Ibunda tahu kalau kamu mengeluh tentang tugas yang diberikannya," ucap orang itu.
Miraela terlihat sedikit takut dan khawatir setelah mendengar perkataan orang itu.
"Untungnya saya hanya mengeluh kepada anda, putri," ucap Miraela.
"Kenapa kamu merasa untung? Setelah ini, bisa saja aku memberitahu kepada Ibunda," ucap orang itu.
Miraela pun semakin khawatir dan cemas setelah mendengar perkataan orang itu.
"T-tunggu, tolong jangan beritahu kepada Yang Mulia Ratu, putri," ucap Miraela.
Orang itu tiba-tiba tertawa setelah mendengar perkataan Miraela.
"Ahahaha, tenang saja, Miraela. Barusan aku cuma bercanda saja. Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan memberitahu kepada Ibunda. Lagipula selama ini aku sudah sering mendengar keluhanmu dan aku tidak pernah satu kali pun memberitahu kepada Ibunda tentang keluhanmu itu," ucap orang itu.
Miraela yang sebelumnya sangat cemas dan khawatir pun kini terlihat lega.
"Syukurlah. Saya pikir anda akan benar-benar memberitahu Yang Mulia Ratu," ucap Miraela.
"Tidak akan pernah. Lagipula wajar bagimu untuk mengeluh. Kamu sudah cukup lama menjalankan tugas yang diberikan oleh Ibunda. Kamu terus bekerja keras disini sementara mereka yang ada di atas sana hanya bermalas-malasan saja. Mereka mungkin melakukan patroli ke setiap 'pulau langit' tetapi mereka tidak pernah melakukan patroli di daratan benua utara ini. Mereka jarang sekali turun kesini. Sekalinya mereka turun, mereka malah membuat kekacauan dan membuat reputasi ras Malaikat menjadi buruk," ucap orang itu.
Miraela kembali cemas dan khawatir setelah mendengar perkataan orang itu.
"Saya tidak menyangka anda berani mengatakan hal seperti itu, putri," ucap Miraela.
"Yah faktanya memang seperti itu," ucap orang itu.
Miraela lalu menghela nafasnya.
*Haaaahhhhhh
Setelah itu, dia kembali mengambil cangkir yang ada di depannya dan kembali meminum air yang ada di cangkir itu. Lalu, dia pun menaruh cangkir itu kembali. Kemudian, Miraela melihat dan menatap ke arah orang itu.
"Ngomong-ngomong, putri, mau sampai kapan anda melihat dan membaca surat kabar itu?," tanya Miraela.
"Sampai aku puas. Memangnya ada apa?," ucap orang itu.
"Tidak apa-apa. Saya hanya bingung saja anda sejak tadi terus melihat dan membaca surat kabar itu. Dari awal anda datang kesini dan melihat surat kabar itu, anda langsung membacanya. Bahkan ketika saya menjelaskan tentang apa yang terjadi di kerajaan itu, anda terus membaca surat kabar itu. Tetapi daripada membaca, lebih tepat kalau anda hanya sekedar melihat surat kabar itu karena sejak tadi anda terus melihat halaman yang sama pada surat kabar itu. Anda sama sekali tidak beralih ke halaman yang lain," ucap Miraela.
Orang itu pun terdiam sambil terus melihat ke surat kabar yang sedang dipegangnya. Orang itu terdiam cukup lama sampai membuat Miraela harus memanggilnya lagi.
"Putri!," ucap Miraela.
Orang itu terus terdiam meskipun telah dipanggil oleh Miraela. Melihat orang itu yang terus terdiam, Miraela lalu berdiri dari duduknya. Kemudian, dia meraih surat kabar yang dipegang oleh orang itu lalu menurunkan surat kabar itu ke atas meja.
"Putri Archiela!," ucap Miraela.
-Bersambung