Chereads / Peace Hunter / Chapter 397 - Chapter 397 : Pedang Peninggalan Orang Tua

Chapter 397 - Chapter 397 : Pedang Peninggalan Orang Tua

Setelah mengambil pedang berwarna putih dari ~Storage~, aku kemudian memegang pedang itu dengan kedua tanganku. Aku memegang pedang itu sambil melihat dan memperhatikan seluruh bagian pedang itu.

"Sudah berapa lama ya sejak terakhir kali aku berlatih dengan menggunakan pedang ini ? Terakhir kali aku berlatih dengan menggunakan pedang ini sepertinya saat aku mau mengikuti ujian masuk akademi, jadi kira-kira 4 tahun yang lalu. Sudah lama juga ya," pikirku.

Setelah memikirkan itu, aku jadi teringat dengan suatu kenangan antara aku dan mendiang kakekku tentang pedang ini.

-

~Flashback dimulai~

15 tahun yang lalu.

Aku yang saat itu masih berusia sekitar 6 tahun sedang berada di rumah kakekku, yang sekarang sudah menjadi rumahku. Aku hanya sendirian saja di rumah karena kakek sedang bekerja di sawah dan ladang yang dimilikinya. Saat sedang sendirian di rumah, aku biasanya menghabiskan waktuku dengan membaca buku yang ada di rumah, seperti saat ini. Aku saat ini sedang membaca beberapa buku yang terdiri dari buku pengetahuan dan buku untuk mempelajari beberapa teknik dan sihir. Kakek bilang sebagian besar dari buku-buku yang ada di rumahnya merupakan buku-buku yang diberikan oleh kedua orang tuaku sebelum kedua orang tuaku pergi meninggalkanku. Alasan kedua orang tuaku memberikan sebagian besar buku-buku itu adalah agar buku-buku itu bisa membantuku menjadi orang yang lebih kuat dan cerdas ketika aku sudah beranjak dewasa. Bisa dibilang, buku-buku yang diberikan oleh orang tuaku adalah sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka karena mereka tidak bisa membantuku untuk menjadi lebih kuat dan cerdas secara langsung karena mereka harus pergi meninggalkanku. Aku dulu penasaran tentang alasan kenapa kedua orang tuaku pergi meninggalkanku. Menurut kakek, mereka meninggalkanku saat aku masih bayi. Tetapi setelah mengetahui alasannya dari kakekku kalau mereka pergi karena ada urusan yang harus diselesaikan, aku tidak lagi penasaran tentang alasan orang tuaku pergi meninggalkanku.

Saat aku sedang fokus membaca buku yang sedang aku pegang saat ini, tiba-tiba kedua mataku langsung tertuju ke arah box kotak berukuran cukup besar yang terbuat dari besi yang ada di pojok ruangan tempat aku berada saat ini. Aku penasaran dengan isi dari box kotak itu karena setiap aku bertanya kepada kakek tentang isi box kotak itu, kakek selalu menjawab kalau isi box kotak itu adalah sesuatu yang rahasia dan belum waktunya bagiku untuk mengetahuinya. Kakek juga bilang kalau aku tidak boleh membuka box kotak itu sampai waktunya tiba. Berhubung karena sekarang kakek sedang berada di ladang dan sawah miliknya, aku pun memutuskan untuk menghampiri box kotak itu dan berniat untuk membukanya. Ketika aku sudah berada dekat dengan box kotak itu, aku pun tanpa ragu-ragu langsung berusaha membuka box kotak itu. Ternyata box kotak itu tidak dikunci jadi aku dapat dengan mudah membuka box kotak itu. Lalu box kotak itu pun berhasil aku buka dan di dalam ternyata ada 2 buah pedang. Satu pedang berwarna dominan hitam dengan campuran warna merah di beberapa bagiannya, dan satu pedang lainnya berwarna dominan putih dengan campuran warna emas di beberapa bagiannya.

"Ternyata isi di dalam box kotak itu adalah 2 buah pedang. Apa 2 buah pedang ini adalah milik kakek ?," ucapku saat melihat ke dalam isi box kotak itu.

Aku kemudian terus melihat dan memperhatikan kedua pedang itu.

"2 buah pedang ini bagus sekali. Bentuknya juga sangat indah," ucapku yang kagum saat melihat bentuk dari kedua pedang itu.

Setelah melihat dan memperhatikan kedua pedang itu, aku pun memutuskan untuk menyentuh dan memegang kedua pedang itu, dimulai dari pedang yang berwarna putih. Aku mengambil pedang berwarna putih dari dalam box kotak itu dan memegangnya. Pedang itu cukup berat untuk dipegang olehku yang saat ini masih berumur 6 tahun. Saat memegang pedang itu, aku pun melihat dan memperhatikan seluruh bagian pedang itu. Saat dilihat dari dekat, pedang itu benar-benar pedang yang bagus dan juga indah.

Pedang berwarna putih yang aku pegang saat ini masih diselimuti oleh sarung pedang yang menutupinya. Setelah melihat dan memperhatikan pedang itu dari dekat, aku pun memutuskan untuk menarik pedang itu keluar dari sarungnya karena aku penasaran dengan bentuk pedang itu apabila tidak ditutupi oleh sarung pedang. Lalu, ketika aku baru sedikit menarik pedang itu keluar, tiba-tiba muncul cahaya yang bersinar terang. Cahaya yang bersinar terang itu muncul pada bagian pedang tepatnya bilah pedang yang sedang aku tarik keluar. Cahaya yang bersinar itu sangat menyilaukan dan membuat aku harus menghalangi pandanganku dengan tangan kiriku agar aku tidak terus melihat cahaya yang menyilaukan itu. Lalu setelah itu, disaat aku masih menghalangi pandanganku dari tangan kiriku karena cahaya yang menyilaukan itu belum menghilang, tiba-tiba ada seseorang yang langsung mengambil pedang berwarna putih yang saat ini masih aku pegang dengan tangan kananku. Setelah seseorang mengambil pedang itu dari tanganku, tidak lama kemudian cahaya yang menyilaukan itu pun menghilang. Setelah cahaya yang menyilaukan itu menghilang, aku pun menurunkan tangan kiriku yang sebelumnya digunakan untuk menghalangi pandanganku dan kemudian aku langsung berniat untuk melihat ke sekitar untuk mencari tahu siapa yang baru saja mengambil pedang itu. Tetapi sepertinya aku tidak perlu melihat ke sekitar karena orang yang baru saja mengambil pedang itu kini sedang berada dihadapanku. Orang yang mengambil pedang itu adalah kakekku. Terlihat kakek sedang memegang pedang yang sebelumnya aku pegang. Bagian bilah pedang yang sebelumnya aku keluarkan terlihat sudah dimasukkan kembali ke dalam sarung pedang itu oleh kakek.

Setelah itu, kakek menaruh pedang itu kembali di box kotak yang sebelumnya aku buka. Setelah menaruh pedang itu kembali, kakek pun langsung menutup box kotak itu dan kemudian beliau menoleh ke arahku.

"Bukankah aku sudah bilang kalau jangan membuka box kotak itu sampai waktunya tiba, Rid ?," tanya kakek.

"Maaf, kek. Aku terpaksa melakukan itu karena aku penasaran dengan isi box kotak itu," ucapku.

"Haaaaahhhh, ya sudah mau bagaimana lagi," ucap kakek sambil menghela nafas.

"Kedua pedang yang ada di dalam box itu, apakah itu punyamu, kek ?," tanyaku.

Kakek terdiam sebentar saat aku menanyakan itu, tetapi tidak lama kemudian kakek pun mulai menjawab pertanyaanku.

"Bukan, kedua pedang itu bukan milikku," ucap kakek.

"Lalu kedua pedang itu milik siapa ?," tanyaku.

"Kedua pedang itu adalah milik orang tuamu. Mereka menitipkan kedua pedang itu kepadaku. Kedua orang tuamu berpesan untuk memberikan kedua pedang itu kepadamu saat kamu sudah dewasa nanti," ucap kakek.

"Begitu ya, jadi kedua pedang itu adalah pedang milik orang tuaku yang akan diberikan kepadaku nanti," ucapku.

"Iya. Aku sengaja menaruh dan menyimpannya di box kotak itu dan menyuruhmu untuk tidak membukanya sampai waktunya tiba agar aku bisa memberikannya sebagai kejutan. Tetapi kamu malah sudah melihatnya terlebih dahulu," ucap kakek.

"Maafkan aku, kek," ucapku.

"Sudah, tidak apa-apa. Tetapi meskipun kamu sudah melihat kedua pedang itu, kamu tetap tidak boleh memegangnya ataupun menggunakannya saat ini, Rid. Itu karena kamu saat ini masih merupakan anak kecil, belum waktunya bagimu untuk menggunakan pedang itu. Saat kamu sudah sedikit lebih dewasa, kamu baru boleh memegang dan menggunakan kedua pedang itu," ucap kakek.

"Baik, kek," ucapku.

-

10 tahun yang lalu.

Aku yang saat ini telah berusia 11 tahun sedang berlatih di hutan yang berada cukup jauh dari desa Aston. Aku sedang berlatih dengan menggunakan pedang berwarna putih milik orang tuaku. Setelah cukup lama berlatih, aku lalu memasukkan pedang putih itu ke dalam sarung pedangnya dan menaruh pedang itu di pinggangku. Setelah itu, aku pun menghampiri kakek yang berada tidak jauh dariku.

"Kerja bagus, Rid. Kelihatannya kamu sudah menjadi semakin kuat," ucap kakek.

"Terima kasih, kek," ucapku.

"Kelihatannya ~Light Magic~ yang kamu gunakan memang terlihat cocok apabila kamu menggunakannya sambil memakai pedang berwarna putih itu. Lalu untuk ~Dark Magic~, kamu cocok menggunakannya sambil memakai pedang yang satu lagi yang berwarna hitam," ucap kakek.

"Iya, kek. Lagipula kedua pedang ini sepertinya memang dikhususkan untuk kedua sihir itu. Kedua pedang ini sangat bagus, tetapi sayangnya kamu tidak tahu nama kedua pedang ini, kek. Jika kamu tahu namanya, mungkin kedua pedang ini akan semakin bagus dan keren," ucapku.

"Aku tidak tahu karena kedua orang tuamu tidak memberitahu nama kedua pedang itu. Kenapa tidak kamu sendiri saja yang memberikan nama untuk kedua pedang itu agar kedua pedang itu mempunyai nama ?," tanya kakek.

"Jika kedua pedang ini aslinya memiliki nama, mana mungkin aku menamainya lagi. Yah daripada menamainya sendiri, mungkin aku mencari tahu nama dari kedua pedang ini. Mungkin aku akan mengetahui nama dari kedua pedang ini suatu saat nanti," ucapku.

"Iya, mungkin kamu akan mengetahui nama dari kedua pedang itu apabila kamu bertemu lagi dengan orang tuamu," ucap kakek.

"Bertemu dengan kedua orang tuaku lagi ya," ucapku.

Setelah itu, aku pun terdiam selama beberapa saat. Saat aku sedang terdiam, kakek kembali mengatakan sesuatu kepadaku.

"Kamu akhir-akhir ini memang sering berlatih dengan menggunakan kedua pedang itu dan kamu pun juga sering berlatih dengan ~Dark Magic~ dan ~Light Magic~ meskipun kamu hanya berlatih dengan sedikit kekuatan sihir. Tetapi kamu jangan lupa akan pesanku ini, Rid. Kamu jangan sampai menggunakan kedua pedang itu ataupun kedua sihir itu jika di sekitarmu terdapat banyak orang. Karena seperti yang kamu tahu, kedua sihir itu sangatlah mencolok dan akan menimbulkan kehebohan yang besar apabila banyak orang yang tahu kalau kamu bisa menggunakan kedua sihir itu. Kedua pedang itu pun juga sangat mencolok apabila digunakan di hadapan banyak orang karena saat kamu menggunakan pedang itu, pedang itu akan mengeluarkan aura yang sama persis dengan kedua sihir itu. Apalagi kedua pedang itu memiliki karakteristik yang mirip dengan kedua sihir itu, terutama ketika kamu sedang mencabut pedang itu dari sarung pedang yang menutupinya. Pokoknya kamu tidak boleh melupakan ini, Rid," ucap kakek.

"Kakek tenang saja, aku tidak akan melupakan pesanmu itu. Aku tidak akan menggunakan kedua sihir itu dan kedua pedang itu di hadapan banyak orang. Aku pastikan kalau aku akan menggunakan kedua sihir dan kedua pedang itu apabila aku hanya sedang bersama dengan orang-orang yang sedang aku hadapi," ucapku.

~Flashback berakhir~

-

Kembali ke saat ini, di lantai 1 gedung tengah.

Setelah melihat dan memperhatikan pedang itu, aku kemudian mulai mencabut pedang itu dari sarung pedang yang menutupinya. Aku mencabut pedang itu secara perlahan. Cahaya terang yang menyilaukan tiba-tiba muncul dari bilah pedang milikku begitu bagian bilah pedang itu sudah terlihat setelah aku cabut. Tidak lama kemudian, seluruh bagian bilah pedang itu pun sudah aku cabut dari sarung pedangnya. Cahaya terang yang berasal dari bilah pedang itu pun semakin menyilaukan setelah seluruh bagian bilah pedang itu sudah terlihat. Duke Remy terlihat terkejut ketika melihat pedang putih yang mengeluarkan cahaya terang dan menyilaukan yang sedang dipegang olehku.

"Pedang apa itu ?! Kenapa pedang itu mengeluarkan cahaya yang sangat terang dan menyilaukan ?! Selain itu, darimana kamu mengambil pedang itu ?!," ucap Duke Remy.

Duke Remy tidak terpengaruh dengan cahaya terang dan menyilaukan yang berasal dari pedang yang aku pegang karena bagian wajahnya termasuk dengan matanya saat ini sedang diselimuti oleh armor yang beliau kenakan.

Lalu setelah mencabut pedang itu dari sarung pedangnya, aku menaruh sarung pedang itu kembali ke dalam ~Storage~. Kemudian, aku bersiap untuk menyerang Duke Remy dengan pedangku itu. Duke Remy terlihat biasa saja meskipun beliau tahu kalau aku sedang bersiap untuk menyerangnya.

"Aku tidak tahu pedang apa yang sedang kamu gunakan itu, tetapi kamu tidak akan bisa melukaiku lagi saat ini, tidak peduli pedang apapun yang kamu gunakan," ucap Duke Remy.

Setelah mendengar perkataan Duke Remy, aku pun langsung menanggapi perkataan Duke Remy sambil tersenyum.

"Begitu ya. Kalau begitu, mungkin anda akan langsung menarik perkataan anda itu begitu anda terkena serangan pedang ini," ucapku.

Setelah itu, aku langsung melesat dengan cepat ke arah Duke Remy. Duke Remy terlihat hanya diam saja begitu aku sedang melesat ke arahnya. Beliau tidak terlihat berusaha untuk menghindar ataupun menghentikan aku yang sedang melesat ke arahnya. Lalu tidak lama kemudian, aku pun sudah berada di hadapan Duke Remy dan langsung menyerangnya dengan pedang yang kugunakan saat ini. Namun lagi-lagi Duke Remy tidak berusaha untuk menghindar atau menahan serangan.

Sampai akhirnya, seranganku pun mengenai tubuh Duke Remy dengan telak. Duke Remy yang awalnya hanya bersikap biasa saja pun langsung terkejut setelah terkena seranganku itu. Duke Remy terkejut karena serangan yang aku lancarkan itu berhasil memberikan luka tebasan yang sangat besar di tubuhnya mulai dari perut bawah sebelah kirinya hingga ke bahu kanannya.

-Bersambung