Chereads / Peace Hunter / Chapter 315 - Chapter 315 : Rencana Baru

Chapter 315 - Chapter 315 : Rencana Baru

Sekitar 3 jam kemudian, kami pun akhirnya sampai kembali di akademi. Kami sampai di akademi saat menjelang malam hari. Lalu kereta kuda yang kami tumpangi pun berhenti di depan gerbang akademi dan setelah itu kami pun langsung turun dari kereta kuda itu. Saat kami turun dari kereta kuda, terlihat nona Violetta dan beberapa prajurit yang menjaga akademi telah menunggu kedatangan kami di gerbang akademi.

"Selamat datang kembali, nona Karina, putri Irene dan juga Rid," ucap nona Violetta.

"Iya, aku kembali, Violetta. Apa ada sesuatu yang terjadi disaat aku pergi ?," tanya nona Karina.

"Tidak ada sesuatu yang terjadi, nona. Keadaan dan situasi di akademi normal seperti biasanya," ucap nona Violetta.

"Baguslah kalau tidak ada sesuatu yang terjadi. Kalau begitu aku ingin masuk dan langsung kembali ke tempat ku tinggal, aku lumayan lelah saat ini," ucap nona Karina.

"Silahkan, nona," ucap nona Violetta.

"Iya. Ayo kita masuk, Rid, Irene," ucap nona Karina.

"Baik, nona," ucapku dan Irene.

Lalu kami bertiga pun langsung masuk ke dalam wilayah akademi.

-

Setelah itu, nona Karina pun langsung menuju tempat beliau tinggal, sementara aku dan Irene langsung pergi menuju asrama. Sesampainya di asrama, tepatnya di depan asramaku, aku melihat ada Charles, Chloe dan yang lainnya kecuali Lillian sedang berdiri di depan asramaku. Mereka terlihat seperti sedang menungguku. Aku pun langsung berjalan mendekati mereka dan langsung berbicara dengan mereka.

"Kalian, apa yang kalian lakukan di depan asramaku ?," tanyaku.

Setelah aku mengatakan itu, mereka semua pun langsung menoleh ke arahku.

"Rid!," ucap mereka semua.

Mereka semua pun langsung bergegas menghampiriku.

"Rid, aku baru mengetahui kalau desamu telah diserang dan seluruh orang yang ada di desa itu pun telah tewas," ucap Noa.

"Aku turut berduka cita, Rid," ucap Charles.

"Aku juga, Rid," ucap Chloe.

"Kamu yang sabar dan tabah ya, Rid," ucap Julie.

Mereka semua pun menyampaikan turut berduka cita kepadaku atas apa yang aku alami.

"Terima kasih, semuanya. Tetapi sekarang kalian tidak perlu khawatir karena aku sudah baik-baik saja. Aku sudah tenang dan lega setelah mengunjungi makam mereka," ucapku.

"Apa kamu yakin kalau kamu sudah lega dan tenang, Rid ?," tanya Charles.

"Iya. Kalaupun aku masih belum tenang, masih ada Irene yang akan membantu menenangkanku," ucapku.

"Iya, aku yang akan menenangkan Rid apabila dia terlihat belum tenang. Kalian tidak perlu khawatir," ucap Irene.

"Begitu ya. Kalau begitu sepertinya kami tidak perlu khawatir, lagipula kamu memiliki pacar yang perhatian padamu," ucap Charles.

"Enaknya punya pacar yang perhatian," ucap Noa.

"Kamu sendiri juga sudah punya Lillian, Noa. Kalau kamu bilang begitu, apa itu berarti Lillian tidak perhatian kepadamu ?," tanya Charles.

"Tidak, bukan seperti itu maksudku. Tolong jangan memberitahu perkataanku itu kepada Lillian," ucap Noa.

Kami pun tertawa setelah mendengar perkataan Noa.

-

Setelah berbicara cukup lama dengan mereka di depan pintu asramaku, mereka pun pamit untuk kembali ke asrama mereka masing-masing. Setelah mereka pamit, aku pun langsung masuk ke dalam asramaku bersama Irene. Tidak lama setelah kami berdua masuk ke asramaku, terdengar suara ketukan dari pintu depan asramaku.

*Tok *Tok *Tok

Aku dan Irene pun langsung menoleh ke arah pintu depan asramaku.

"Sepertinya kamu ada tamu, Rid," ucap Irene.

"Iya. Dan tamu itu adalah senior Nadine," ucapku sambil terus melihat ke arah pintu.

Aku bisa tahu kalau orang yang mengetuk pintu adalah senior Nadine karena aku mengenali aura miliknya.

"Nadine ya, untuk apa dia datang kesini ?," tanya Irene.

"Entahlah. Aku akan menemuinya terlebih dahulu," ucapku.

"Aku ikut," ucap Irene.

Lalu aku dan Irene pun bergegas pergi ke pintu depan asramaku. Setelah itu, aku langsung membuka pintu itu. Setelah pintu terbuka, ternyata benar kalau orang yang mengetuk pintuku adalah senior Nadine.

"Selamat malam, Rid, Irene," ucap senior Nadine.

"Selamat malam, senior Nadine," ucapku.

"Maafkan aku apabila aku telah mengganggumu, Rid.

Aku sebelumnya sudah datang kesini beberapa kali untuk menemuimu, namun aku tidak mendapatkan jawaban saat mengetuk pintu asramamu," ucap senior Nadine.

"Maaf soal itu, senior. Sebelumnya aku tidak ada di asrama karena aku dan Irene sedang pergi ke desa Aston yang merupakan kampung halamanku," ucapku.

"Iya, aku sudah tahu tentang itu. Karena terakhir kali aku datang ke asramamu, aku bertemu dengan Charles dan Chloe. Mereka berdua memberitahuku kalau kalian berdua sedang pergi ke desa Aston," ucap senior Nadine.

"Begitu ya, jadi kamu sudah tahu tentang itu ya, senior. Jadi, untuk apa kamu datang kesini, senior ? Bahkan sampai datang kesini berkali-kali," ucapku.

"Aku datang kesini karena diperintah oleh tuan Duke San Lucia. Beliau bilang beliau ingin berbicara denganmu," ucap senior Nadine.

"Paman Louis ingin berbicara denganku ?," tanyaku.

"Iya. Tunggu sebentar, aku akan menghubungi tuan Duke terlebih dahulu," ucap senior Nadine.

Senior Nadine lalu mengambil sesuatu di saku pakaiannya. Sesuatu yang diambil senior Nadine ternyata adalah sebuah kristal komunikasi. Senior Nadine lalu menghubungi Duke Louis menggunakan kristal komunikasi itu.

"Halo, tuan Duke," ucap senior Nadine.

"Iya, halo juga Nadine. Ada apa ?," tanya Duke Louis lewat kristal komunikasi itu.

"Saya saat ini sedang bersama dengan Rid dan juga Irene," ucap senior Nadine.

"Tolong berikan kristal komunikasi yang sedang kamu pakai kepada Rid, Nadine. Aku ingin berbicara dengannya," ucap Duke Louis.

"Baik, tuan," ucap senior Nadine.

Senior Nadine lalu memberikan kristal komunikasi itu kepadaku.

"Pegang kristal komunikasi ini, Rid. Tuan Duke ingin berbicara denganmu," ucap senior Nadine.

"Baik," ucapku.

Lalu aku langsung menerima kristal komunikasi yang diberikan oleh senior Nadine. Kemudian, aku mulai berbicara dengan Duke Louis lewat kristal komunikasi itu.

"Halo, paman Louis," ucapku.

"Halo, Rid. Bagaimana keadaanmu ?," tanya Duke Louis.

"Keadaanku baik-baik saja, paman. Bagaimana dengan paman sendiri ?," tanyaku.

"Keadaanku juga baik-baik saja. Hari ini, aku mendengar kabar kalau desa Aston yang merupakan kampung halamanmu telah diserang dan seluruh warga di desa itu pun telah tewas. Padahal beberapa hari yang lalu, para prajuritku pergi ke desa itu untuk mengirimkan barang-barang yang merupakan hadiah yang kamu minta. Aku tidak menyangka kalau desa itu telah diserang dan para warganya pun telah tewas," ucap Duke Louis.

"Iya, aku sendiri juga tidak menyangkanya, paman," ucapku.

"Aku turut berduka cita atas apa yang menimpa kampung halamanmu itu, Rid. Tidak hanya aku saja, Asier juga turut menyampaikan ungkapan duka cita. Dia memintaku untuk mewakilinya dalam menyampaikan ini," ucap Duke Louis.

"Terima kasih, paman. Tolong sampaikan terima kasihku juga kepada kakak Asier," ucapku.

"Iya, akan aku sampaikan. Daripada itu, apa kamu benar-benar baik-baik saja, Rid ?," tanya Duke Louis.

"Iya, paman. Memang saat aku baru mendengar tentang kabar itu, aku sering kali melamun karena kepikiran dan teringat dengan kampung halamanku. Tetapi setelah mengunjungi kampung halaman dan juga makam para warga di kampung halamanku, aku sudah menjadi tenang dan tidak kepikiran lagi dengan kampung halamanku. Selain itu, Irene juga membantuku agar aku bisa menenangkan diri. Jadi anda tidak perlu khawatir," ucapku sambil menoleh ke arah Irene.

Irene hanya diam saja dan tetap fokus mendengar pembicaraan kami.

"Begitu ya, jadi Irene telah membantumu untuk menenangkan diri," ucap Duke Louis.

"Iya, paman. Putri anda benar-benar sangat bisa diandalkan," ucapku.

"Ahaha, baguslah kalau begitu. Ya sudah, Rid, mungkin cukup sampai disini saja obrolan kita saat ini. Alasan aku ingin berbicara denganmu adalah karena aku ingin menyampaikan ucapan duka cita kepadamu. Aku juga khawatir akan keadaanmu setelah mendengar kabar kalau desa Aston telah diserang. Namun ternyata keadaanmu baik-baik saja seperti biasanya. Aku lega mendengar kamu baik-baik saja," ucap Duke Louis.

"Iya, paman. Pokoknya paman tidak perlu khawatir," ucapku.

"Baiklah. Kalau begitu, mari kita sudahi pembicaraan kita kali ini, Rid. Sampai jumpa di lain waktu," ucap Duke Louis.

"Iya, sampai jumpa juga, paman," ucapku.

Setelah itu, pembicaraan antara aku dengan Duke Louis pun berakhir. Kristal komunikasi itu pun berhenti bersinar. Lalu aku langsung memberikan kembali kristal itu kepada senior Nadine.

"Karena pembicaraanmu dengan tuan Duke telah selesai, kalau begitu aku akan pergi untuk kembali ke asramaku. Sampai jumpa, Rid, Irene," ucap senior Nadine.

"Sampai jumpa juga, senior," ucapku.

Setelah itu, senior Nadine pun pergi meninggalkan asramaku.

-

Esok hari, pukul 4.00 pagi, di taman akademi.

Seperti biasa aku pergi ke taman akademi di pagi hari untuk berlatih tanding dengan nona Violetta.

"Apa kamu yakin kalau kamu sudah baik-baik saja, Rid ? Padahal kemarin kamu baru saja mendapatkan kabar buruk tentang kampung halamanmu," ucap nona Violetta.

"Aku baik-baik saja, nona. Memang kemarin aku mendapatkan kabar buruk tentang kampung halamanku dan kabar buruk itu membuatku jadi sering melamun karena terpikirkan dan teringat dengan kampung halamanku. Tetapi saat ini aku sudah baik-baik saja, nona Violetta tidak perlu khawatir," ucapku.

"Baiklah. Kalau begitu, mari kita mulai berlatih tanding seperti biasa, Rid," ucap nona Violetta.

"Iya," ucapku.

Lalu kami berdua pun mulai berlatih tanding.

-

Siang hari, pukul 12.00 siang.

Jam pelajaran pagi pun telah berakhir dan kami bersiap untuk makan siang di kantin.

"Rid, ayo makan siang," ucap Noa.

"Iya," ucapku.

Saat aku baru saja bangun dari tempat dudukku, tiba-tiba kristal komunikasi yang ada di saku pakaianku bersinar.

"Sepertinya ada orang yang sedang menghubungiku, aku mau menjawab panggilan dari kristal komunikasi ini dulu," ucapku.

"Baiklah," ucap Noa.

Lalu aku berjalan menuju bagian pojok ruang kelas dimana tidak ada orang di sekitar tempat itu. Kemudian aku langsung menjawab panggilan dari kristal komunikasi itu.

"Halo," ucapku.

"Rid, ini aku," ucap seseorang lewat kristal komunikasi itu.

Dari suaranya, orang itu adalah nona Karina.

"Ada perlu apa sampai menghubungi seperti ini, nona ?," tanyaku.

"Datanglah ke ruanganku sekarang. Saat ini, ada kakak Kayana di ruanganku," ucap nona Karina.

"Yang Mulia Ratu datang lagi ke ruanganmu ? Ada perlu apa beliau datang lagi ke ruanganmu, nona ?," tanyaku.

"Entahlah. Pokoknya kamu datang sekarang supaya kamu tahu alasan kenapa dia datang lagi kesini," ucap nona Karina.

"Baik, nona. Aku akan segera kesana," ucapku.

-

Sementara itu, di saat yang sama, di kediaman Duke San Quentine.

Duke Remy terlihat baru saja membuka pintu rahasia yang terhubung dengan ruang bawah tanah kediamannya. Duke Remy lalu masuk ke pintu rahasia itu dan berjalan menyusuri lorong untuk menuju ruang bawah tanah di kediamannya itu. Setelah cukup lama berjalan, beliau sampai di sebuah ruangan luas yang sebelumnya beliau datangi untuk menemui Duchess Arnett, Duchess Claret dan Raja Albert. Setelah itu, Duke Remy terus berjalan menyusuri ruangan yang luas itu sampai akhirnya Duke Remy menemukan sebuah pintu yang ada di ujung ruangan itu. Duke Remy terus melangkah mendekati pintu tersebut, kemudian beliau langsung membukanya. Duke Remy pun langsung masuk ke ruangan yang ada di balik pintu tersebut. Saat Duke Remy sudah berada di dalam ruangan tersebut, terlihat ruangan tersebut memiliki bentuk seperti sebuah auditorium. Di bagian tengah dan bagian belakang ruangan itu terdapat banyak kursi yang mengarah ke bagian depan ruangan tersebut. Kursi-kursi itu saat ini sudah diduduki oleh banyak orang yang berpenampilan seperti bangsawan. Selain orang-orang yang duduk di kursi tersebut, terlihat juga ada banyak iblis yang sedang berdiri di setiap sisi ruangan tersebut. Di antara para iblis itu, ada Raja Albert, Duchess Arnett, Duchess Claret, Duchess Harriet, senior Florian, komandan Marshall, senior Vyn dan komandan Dayne.

Sementara itu, Duke Remy yang baru masuk ruangan tersebut langsung berjalan perlahan menuju sebuah mimbar yang ada di tengah pada bagian depan ruangan tersebut. Duke Remy lalu berdiri di mimbar tersebut lalu melihat ke arah orang-orang berpakaian bangsawan yang duduk di kursi-kursi pada bagian tengah dan bagian belakang ruangan tersebut.

"Sepertinya kalian semua sudah datang. Kalau begitu, aku akan mulai menjelaskan rencana baru yang telah aku buat," ucap Duke Remy.

-Bersambung