Chereads / Peace Hunter / Chapter 313 - Chapter 313 : Pemakaman Desa Aston

Chapter 313 - Chapter 313 : Pemakaman Desa Aston

Kereta kuda yang kami tumpangi pun terus melaju di jalanan kota San Estella. Tidak lama kemudian, kereta kuda yang kami tumpangi pun telah melewati gerbang ibukota San Estella dan terus melaju menuju desa Aston

Di sepanjang perjalanan menuju desa Aston, aku sering kali melamun sambil melihat ke arah luar jendela yang ada di kereta kuda itu. Aku melamun karena teringat dengan kenanganku bersama para warga desa Aston.

Sementara itu, Irene terlihat sedang melihat ke arah Rid yang sedang melamun.

"Rid...," ucap Irene.

Lalu, saat aku sedang melamun, tiba-tiba tangan kananku digenggam oleh tangan seseorang. Aku yang sedang melamun pun langsung tersadar dan melihat ke tanganku yang sedang digenggam oleh seseorang. Ternyata orang yang sedang menggenggam tanganku adalah Irene. Aku pun langsung melihat ke arah Irene.

"Kenapa kamu melamun, Rid ? Apa kamu masih memikirkan para warga desamu ?," tanya Irene.

"Iya. Aku melamun karena teringat dengan kenanganku ketika bersama mereka dulu. Sebelum aku masuk ke akademi ini, seluruh waktu yang aku punya selalu kuhabiskan bersama mereka. Entah itu saat berburu, berladang, berkebun atau yang lainnya, aku sekali melakukan aktivitas itu bersama orang-orang di desaku. Setelah kakekku meninggal, mereka semua lah yang merawatku. Tetapi, sekarang mereka semua telah tiada. Aku masih tidak menyangkanya padahal saat di gedung pengadilan, aku masih sempat bertemu mereka,"

"Karena mereka saat ini sudah tiada, sepertinya mulai saat ini aku akan sendirian. Aku juga tidak akan memiliki tempat untuk pulang lagi karena pastinya rumah kakek pun juga telah hancur setelah diserang oleh orang-orang yang menyerang desa itu. Meskipun jika desa itu akan dibangun kembali, suasananya akan tetap berbeda tanpa adanya mereka," ucapku.

Aku berusaha berekspresi seperti biasa ketika mengatakan itu, meskipun perasaanku saat ini sedang sangat sedih. Setelah aku mengatakan itu, Irene menggenggam tanganku dengan lebih erat.

"Kamu tidak akan sendirian, Rid, karena kamu masih mempunyai banyak teman di akademi. Meskipun kamu sudah lulus nanti, teman-temanmu pastinya tidak akan melupakanmu. Selain teman-temanmu, masih ada aku juga. Lalu, jika kamu tidak memiliki tempat untuk kembali ataupun pulang setelah lulus nanti, kamu bisa ikut denganku untuk tinggal di kediamanku jika kamu mau," ucap Irene.

Aku terdiam setelah mendengar perkataan Irene, lalu tidak lama kemudian aku pun mulai berbicara kembali.

"Kamu ada benarnya, Irene. Meski orang-orang di desaku sudah tiada, aku masih memiliki kamu dan teman-teman yang peduli denganku. Lalu, soal tawaranmu untuk ikut tinggal di kediamanmu, aku berterima kasih atas tawaranmu itu, Irene. Tetapi aku belum akan menyetujuinya, aku akan memikirkannya terlebih dahulu," ucapku.

"Tidak masalah jika kamu masih mau memikirkannya, lagipula masih ada banyak waktu sampai kita lulus," ucap Irene.

"Iya," ucapku.

Sementara itu, nona Karina yang sejak tadi hanya diam saja pun mulai berbicara.

"Ya ampun, kalian itu mesra sekali ya. Yah meskipun kemesraan kalian tidak membuatku iri," ucap nona Karina.

"Mesra apanya, nona ? Kami berdua hanya berbicara normal seperti biasa," ucapku.

"Dari sudut pandangmu mungkin apa yang kalian lakukan tadi tidak mesra, tetapi dari sudut pandang orang lain yang melihat kalian itu tentu saja akan bilang kalau kalian mesra. Yah lupakan dulu soal itu, daripada itu, aku merasa lega bisa melihat sisi lain dirimu, Rid," ucap nona Karina.

"Lega kenapa, nona ?," tanyaku.

"Biasanya, kamu terlihat bersikap tenang tanpa kekhawatiran apapun. Dulu, saat di gedung pengadilan ketika kamu sedang menjalani sidang, kamu juga terlihat tenang. Padahal hasil dari sidang itu bisa saja membuatmu mendapatkan hukuman yang berat, tetapi kamu masih bisa tenang. Kamu juga selalu berekspresi senang, kamu tidak pernah menunjukan ekspresi sedih sedikitpun. Namun sekarang, kamu terlihat khawatir dan sedih ketika sedang membicarakan para warga desamu itu. Itu menandakan kamu sama seperti orang-orang pada umumnya, karena itu aku merasa lega bisa melihat sisi lain dirimu itu, Rid," ucap nona Karina.

"Hmmm begitu ya. Jika nona Karina berkata seperti itu, apa itu berarti nona Karina menganggap kalau aku tidak bisa merasa khawatir atau bersedih ?," tanyaku.

"Ya, jujur saja aku sebelumnya memang menganggap begitu. Aku minta maaf karena telah menganggapmu seperti itu," ucap nona Karina.

"Tidak perlu minta maaf, nona. Lagipula nona menganggapmu seperti itu karena nona tidak tahu. Aku sebenarnya bisa merasa khawatir, bersedih atau yang lainnya, cuma aku tidak pernah menunjukkannya kepada orang lain karena aku takut mereka jadi khawatir. Maka dari itu aku selalu berekspresi seperti biasa meskipun perasaanku sebenarnya sedang bertolak belakang dengan ekspresi yang aku tampilkan. Tetapi aku tidak menyangka kalau anda bisa tahu kalau aku sedang khawatir dan sedih, nona. Padahal aku sudah menampilkan ekspresi normal seperti biasa," ucapku.

"Ekspresimu memang terlihat normal seperti biasanya, tetapi aku bisa masih bisa mengetahui apa yang sedang kamu rasakan. Yah anggap aja itu merupakan salah satu keahlianku," ucap nona Karina.

"Begitu ya. Ngomong-ngomong, karena nona sudah tahu tentang aku yang tidak pernah menunjukkan ekspresi lain agar orang-orang tidak khawatir, aku harap nona tidak memberitahu tentang hal ini ke orang lain," ucapku.

"Tenang saja, aku tidak akan memberitahunya. Lagipula tidak ada untungnya aku memberitahu tentang itu," ucap nona Karina.

"Terima kasih, nona. Kamu juga, Irene, tolong jangan beritahu yang lainnya," ucapku.

"Iya," ucap Irene.

Setelah itu, kami pun lanjut mengobrol di dalam kereta kuda itu, sementara kereta kuda itu terus melaju menuju ke desa Aston.

-

3 jam kemudian.

Kereta kuda yang kami tumpangi pun telah tiba di gerbang desa Aston. Terlihat seluruh bangunan yang ada di desa itu sudah hancur terbakar. Lalu, di sekitar gerbang desa tersebut juga terlihat ada banyak prajurit yang mengenakan seragam dengan lambang burung merak. Prajurit tersebut merupakan prajurit dari pasukan Silver Peacock. Begitu tiba di desa Aston, kereta kuda yang kami tumpangi pun mulai berhenti dan kami pun mulai turun dari kereta kuda itu. Ketika kami baru saja turun, terlihat beberapa prajurit Silver Peacock langsung menghampiri kami.

"Kepala akademi, lalu Rid Archie dan putri Irene, ada keperluan apa kalian bertiga kemari ?," tanya salah satu prajurit.

"Kelihatannya prajurit itu mengetahui tentang kami bertiga. Aku mewajarkan apabila prajurit itu tahu tentang nona Karina dan Irene yang merupakan putri seorang Duke, tetapi aku tidak menyangka kalau prajurit itu juga tahu tentangku dan langsung memanggil namaku. Apa mungkin aku sangat populer di kerajaan ini melebihi dari apa yang aku kira sehingga banyak orang yang tahu tentangku hanya dengan melihatku ?," pikirku.

Setelah itu, nona Karina pun menjawab pertanyaan prajurit itu.

"Sebenarnya aku tidak mempunyai keperluan pribadi di desa ini, aku datang kesini hanya untuk menemani Rid. Dia ingin mengunjungi desa ini setelah mendapatkan kabar kalau desa ini telah diserang," ucap nona Karina.

"Aku juga datang kesini untuk menemani, Rid, sebagai pacarnya," ucap Irene.

"Ah benar juga, di surat kabar yang terbit hari ini menyebutkan kalau desa Aston merupakan desa tempat asal Rid Archie. Jadi kamu datang kesini untuk memberikan penghormatan terakhir kepada para warga desa yang telah tewas ?," tanya prajurit itu.

"Benar, tuan. Namun aku ingin bertanya terlebih dahulu, apakah para warga desa ini yang telah tiada sudah dimakamkan atau belum ?," tanyaku.

"Mereka semua telah dimakamkan sekitar 1 jam yang lalu," ucap prajurit itu.

"Begitu ya, sepertinya aku terlambat. Kalau begitu, bisakah anda memberitahu dimana mereka dimakamkan ? Aku ingin mengunjungi makam mereka," ucapku.

"Mereka dimakamkan di pemakaman yang berada di dekat desa Aston. Pemakaman itu adalah pemakaman yang biasanya digunakan warga desa Aston untuk memakamkan warga lain yang telah meninggal. Biar aku antar kalian ke pemakaman itu," ucap prajurit itu.

"Terima kasih, tuan," ucapku.

"Tetapi sebelum itu, aku mau memberikan laporan terlebih dahulu kepada komandan Keira. Komandan Keira saat ini ada di bagian tengah desa Aston bersama dengan Viscount Ivan," ucap prajurit itu.

"Jadi tuan Ivan juga datang ya," ucapku.

"Iya, beliau bahkan juga hadir di pemakaman para warga desa Aston yang telah tewas. Aku akan antarkan kalian untuk menemui mereka terlebih dahulu," ucap prajurit itu.

"Baik, tuan," ucapku.

Lalu prajurit itu dan beberapa prajurit lainnya pun berjalan menuju bagian tengah desa Aston, sementara aku mengikut para prajurit itu dari belakang bersama dengan Irene dan nona Karina. Beberapa saat kami berjalan, kami pun sampai di bagian tengah desa Aston. Aku melihat ada lebih banyak prajurit di bagian tengah desa dan sekitarnya daripada di gerbang desa. Di antara banyaknya prajurit itu, aku melihat komandan Keira yang sebelumnya pernah bertemu denganku di kota San Minerva. Komandan Keira terlihat sedang berbicara dengan seorang pria yang tampak tidak begitu tua, umur pria tersebut berada di kisaran 30-40 tahun. Pria tersebut adalah Viscount Ivan Julion Louis, seorang pemimpin beberapa desa di wilayah San Minerva. Desa Aston termasuk salah satu desa yang beliau pimpin.

Lalu, kami berjalan menuju komandan Keira dan Viscount Ivan yang sedang mengobrol. Komandan Keira nampak mengetahui kalau kami sedang berjalan ke arahnya, dia pun langsung menoleh ke arah kami.

"Komandan, saya datang kesini untuk mengantarkan beberapa tamu," ucap prajurit yang mengantarkan kami.

"Tamu ya. Kepala akademi, putri Irene dan juga Rid Archie, aku tidak menyangka kalau aku akan kedatangan tamu tidak terduga. Ada perlu apa kalian datang kemari ?," tanya komandan Keira.

"Aku datang kemari hanya untuk menemani Rid yang ingin berkunjung ke desanya setelah mendapatkan kabar kalau desanya telah diserang. Karena saat ini akademi juga sedang libur, aku mengizinkankan Rid untuk pergi mengunjungi desanya," ucap nona Karina.

"Saya datang kesini juga untuk menemani Rid," ucap Irene.

"Hmmm begitu ya. Rid Archie, ini pertemuan kita yang kedua kali setelah sebelumnya kita bertemu di kota San Minerva. Saat itu aku tidak tahu kamu siapa dan kamu pun pastinya belum tahu siapa aku. Izinkan aku untuk memperkenalkan diriku, namaku adalah Keira Rauch, aku adalah komandan pasukan Silver Peacock yang ditugaskan untuk menjaga wilayah bagian selatan kerajaan San Fulgen. Salam kenal," ucap komandan Keira.

"Iya, salam kenal juga, komandan," ucapku.

"Aku sudah tahu kalau desa Aston merupakan desa tempatmu berasal sebelum kamu menjadi murid akademi. Aku turut berduka cita atas penyerangan yang terjadi di desamu ini dan tewasnya semua warga di desa ini. Aku minta maaf karena aku tidak tahu kalau desamu sedang diserang. Saat aku menerima laporan dari Yang Mulia Ratu kalau beliau tidak bisa menghubungi para prajurit yang ditugaskan untuk mengantarkan barang ke desamu, aku dan para prajuritku langsung bergegas pergi ke desamu. Tetapi saat kami sampai di desamu, desamu ini telah terbakar dan seluruh orang di desa ini pun telah tewas," ucap komandan Keira.

"Tidak apa-apa, komandan, anda tidak perlu minta maaf. Aku mewajarkan apabila anda tidak tahu kalau desaku sedang diserang karena wilayah San Minerva pun sangat luas. Tidak mungkin anda langsung tahu kalau ada sesuatu yang terjadi di suatu tempat di wilayah San Minerva ini, sama seperti tidak mungkin anda langsung tahu kalau desaku sedang diserang. Kalaupun anda sudah tahu, anda mungkin terlambat untuk membantu," ucapku.

"Iya, yang kamu bilang itu benar. Tetapi aku tetap ingin meminta maaf kepadamu," ucap komandan Keira sambil sedikit membungkuk.

"Baiklah, aku menerima permintaan maaf dari anda, komandan," ucapku.

Setelah itu, Viscount Ivan datang menghampiriku.

"Lama tidak jumpa, Rid," ucap Viscount Ivan.

"Ya, lama tidak jumpa, tuan Ivan," ucapku.

Aku mengenal tuan Ivan karena saat aku masih tinggal di desa Aston, tuan Ivan sering datang ke desa Aston.

"Aku turut berduka cita atas tewasnya seluruh warga desa Aston, Rid. Kamu yang sabar dan tabah ya, Rid," ucap Viscount Ivan.

"Iya, terima kasih, tuan," ucapku.

"Lalu aku juga ingin meminta maaf karena tidak bisa mencegah atau membantu desa Aston ketika sedang diserang. Aku baru mengetahui tentang penyerangan desa Aston ketika aku mendapatkan kabar kalau desa itu telah terbakar dan seluruh warga desa itu pun telah tewas. Aku minta maaf," ucap tuan Ivan sambil sedikit membungkuk.

"Anda tidak perlu minta maaf, tuan. Ini sama sekali bukan kesalahan anda. Tolong angkat kepala anda," ucapku.

"Baiklah, Rid," ucap Viscount Ivan.

Viscount Ivan pun mulai mengangkat kepalanya kembali secara perlahan.

"Ngomong-ngomong, Rid, apa salah satu alasan kamu datang kesini karena ingin menghadiri pemakaman warga desa ini ?," tanya Viscount Ivan.

"Iya, tuan. Tetapi saya sudah diberitahu kalau semua warga desa ini telah dimakamkan," ucapku.

"Iya, semua warga desa ini telah dimakamkan di pemakaman yang berada di dekat desa Aston," ucap Viscount Ivan.

"Saya mau mengunjungi makam mereka, tuan," ucapku.

"Baiklah, kalau begitu biar aku antar," ucap Viscount Ivan.

"Aku juga ikut untuk mengantarmu," ucap komandan Keira.

"Terima kasih, tuan Ivan, komandan Keira," ucapku.

"Iya. Lalu, kalian yang baru saja mengantar kepala akademi, Rid Archie dan putri Irene, silahkan kembali. Terima kasih karena telah mengantar mereka kesini," ucap komandan Keira.

"Baik, komandan," ucap para prajurit yang tadi mengantar kami kesini.

"Ayo kita pergi," ucap komandan Keira.

Lalu kami pun berjalan menuju pemakaman yang berada di dekat desa Aston, tepatnya di bagian selatan desa Aston. Tak lama kami berjalan, kami pun telah sampai di depan pemakaman desa Aston. Kemudian, kami pun berhenti dan melihat ke sekeliling pemakaman itu. Di sisi lain pemakaman itu, terlihat ada banyak pemakaman baru dan di setiap makam itu juga telah ditaburi oleh banyak bunga.

"Makam-makam yang baru itu adalah makam para warga desa Aston yang baru saja tewas, Rid," ucap Viscount Ivan.

"Makam mereka sudah ditaburi oleh banyak bunga. Sepertinya aku tidak perlu menaburi bunga lagi ke makam mereka," ucapku.

Setelah itu, aku mulai berjalan ke arah makam-makam yang baru itu. Sementara itu, aku mendengar ada langkah kaki yang mengikutiku dari belakang. Aku pun langsung menoleh ke belakang. Ternyata mereka semua yang mengantarku ke pamakaman ini juga mengikutiku ketika aku mau pergi ke makan-makam yang baru itu.

"Aku minta maaf, semuanya. Aku minta tolong kalian jangan mengikutiku dulu saat ini. Aku ingin mengunjungi mereka seorang diri terlebih dahulu," ucapku.

"Baiklah, Rid," ucap nona Karina.

"Apa kamu yakin, Rid ?," tanya Irene.

"Iya. Kamu tidak perlu khawatir, Irene," ucapku.

"Baiklah kalau begitu," ucap Irene.

Lalu Irene dan nona Karina pun berhenti untuk mengikutiku dan memutuskan untuk menungguku di tempat mereka berhenti saat ini. Komandan Keira dan Viscount Ivan pun juga melakukan hal yang sama. Kemudian, aku pun melanjutkan langkahku untuk menuju ke makam-makam yang baru itu. Setelah sampai di tempat makam-makam yang baru itu, aku pun berhenti tepat di depan makam-makam yang baru itu. Kemudian aku melihat dan memperhatikan makam-makam itu satu per satu. Ada makam yang bertuliskan nama paman Bill, paman Dean, paman Isaac, Eric dan yang lainnya. Aku kenal semua nama yang ada pada makam-makam itu.

"Semuanya, aku pulang. Aku memutuskan pulang ke desa Aston untuk mengunjungi kalian. Padahal belum lama ini beberapa dari kalian datang ke gedung pengadilan untuk menyemangatiku saat ingin menjalani sidang. Aku tidak menyangka kalau kita akan berpisah secepat ini. Aku kira aku masih akan bisa bertemu dengan kalian lagi, namun aku tidak menyangka kalau pertemuan kita di gedung pengadilan merupakan pertemuan kita yang terakhir kalinya,"

"Aku ingin meminta maaf kepada kalian apabila selama ini aku memiliki banyak salah kepada kalian. Aku juga mengucapkan terima kasih kepada kalian karena telah merawatku dengan baik setelah meninggalnya kakekku. Meskipun kita telah berpisah untuk selamanya, aku tidak akan pernah melupakan kalian,"

"Sangat disayangkan kalian tidak bisa melihatku saat aku sudah mewujudkan impianku untuk membuat dunia ini damai, bahkan aku juga belum bisa membuat perubahan di kerajaan ini untuk bisa diperlihatkan kepada kalian. Meski begitu, aku akan terus berusaha mewujudkan impianku itu. Aku akan mewujudkan impianku demi kalian yang sudah berada di tempat lain,"

"Lalu.....," ucapku sambil mulai memejamkan mata.

Setelah itu, tiba-tiba udara di sekitar pemakaman itu terasa berat. Nona Karina, komandan Keira, Irene dan Viscount Ivan yang sedang melihat ke arah Rid yang berada di pemakaman terlihat terkejut ketika mengetahui kalau udara di tempat itu mulai berubah.

"Ini kan.....," ucap komandan Keira.

"Tekanan ini, jangan bilang...," ucap nona Karina.

Udara di tempat itu secara perlahan mulai bertambah berat sampai membuat komandan Keira, nona Karina, Irene dan Viscount Ivan kesulitan bernafas. Tidak hanya di sekitar pemakaman saja, udara yang berat itu juga terasa hingga ke seluruh desa Aston dan membuat seluruh prajurit yang berada di desa Aston kesulitan bernafas.

"Ini kan.....tekanan yang biasanya dikeluarkan.....Yang Mulia Ratu ketika beliau.....sedang marah. Apa beliau datang...kemari ?,"

"Memang, tetapi aku tidak....tahu apakah yang melakukan ini.....adalah Yang Mulia Ratu atau.....tidak," ucap para prajurit yang berada di desa Aston.

Mereka berbicara dengan terbara-bata karena mereka sedang kesulitan bernafas.

Sementara itu, kembali ke tempat nona Karina, komandan Keira, Irene dan Viscount Ivan. Mereka berempat terlihat masih kesulitan untuk bernafas.

"Tekanan ini mirip seperti tekanan aura yang biasanya dilakukan oleh Yang Mulia Ratu. Tetapi, tekanan aura ini nampak berbeda," pikir komandan Keira.

"Ini bukan tekanan aura yang biasanya dilakukan oleh kakak. Tekanan aura ini lebih kuat dari tekanan aura yang biasanya dilakukan kakak karena tekanan ini bahkan bisa membuatku kesulitan bernafas. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, tekanan aura ini berasal dari Rid. Bagaimana bisa kamu mengeluarkan tekanan aura sebesar ini, Rid ?," pikir nona Karina.

"Rid....," ucap Irene yang juga sedang kesulitan bernafas.

Mereka berempat yang sedang kesulitan bernafas terus melihat ke arah Rid yang sedang berdiri di depan makam-makam yang baru itu.

Sementara itu, aku mulai melanjutkan perkataanku yang sebelumnya tertunda.

"...soal orang yang telah menyerang desa dan membunuh kalian semua, kalian tidak perlu khawatir. Aku lah yang akan mengurusnya," ucapku.

Lalu aku mulai membuka mataku secara perlahan.

"Aku berjanji akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyerang desa dan membunuh kalian semua. Aku akan membalas dendam dengan membunuh mereka semua yang terlibat dalam pembunuhan kalian," ucapku.

-Bersambung.