Chereads / Peace Hunter / Chapter 248 - Chapter 248 : Penyerangan di Hutan Hevea part 3

Chapter 248 - Chapter 248 : Penyerangan di Hutan Hevea part 3

1 jam pun telah berlalu sejak pertama kali orang-orang suruhan para Duke menyerang Rid di hutan Hevea. Saat ini, Rid masih terus melawan orang-orang yang berusaha membunuhku itu.

~San Lucia Art : Great Freezing Air Slash~

Aku menyerang 5 orang yang berpakaian seperti bandit dengan teknik keluarga San Lucia. 5 orang itu terkena serangan itu dengan telak yang membuat mereka langsung tumbang seketika dengan bongkahan es besar yang menempel di tubuh mereka. Bongkahan es itu menempel di hampir seluruh tubuh mereka yang membuat mereka seperti terjebak di dalam bongkahan es. Setelah aku berhasil menumbangkan mereka, aku mendengar Javier sedang merapalkan sebuah mantra.

~Oh api yang agung, jatuhkanlah puing-puing apimu yang membara untuk menghancurkan lawan-lawanku~

~Flame Magic : Meteorite Fireworks~

Javier mengangkat tangannya ke atas dan dari tangannya itu muncul sebuah bola api yang sangat besar. Bola api itu pun ditembakkan ke atas. Setelah bola api itu sudah meluncur cukup jauh di atas, bola api itu langsung meledak seperti sebuah kembang api. Bola api yang besar itu pun hancur dan berubah menjadi serpihan-serpihan bola api yang mulai jatuh ke tanah. Serpihan-serpihan itu pun juga mulai jatuh ke tempatku berada.

"Dia menggunakan teknik itu ya," pikirku.

Aku pun bersiap menggunakan pedangku untuk memotong serpihan-serpihan yang mau jatuh ke arahku itu. Saat aku bersiap untuk memotong serpihan itu, tiba-tiba Enzo melesat ke arahku dengan cepat. Enzo menggunakan sihir listriknya untuk meningkatkan kecepatannya. Setelah berhasil mendekatiku, Enzo pun bersiap untuk menyerangku menggunakan pedangnya yang sudah dialiri oleh sihir listrik. Aku dengan cepat langsung menahan pedangnya itu menggunakan pedangku.

*CLANG

Benturan pun terjadi saat kedua pedang kami saling bersentuhan. Enzo terus meningkatkan kekuatannya untuk menekanku. Sihir listrik yang berada di pedang Enzo pun mulai merambat ke pedangku dan juga mulai merambat ke tubuhku. Aku pun mulai tersengat oleh sihir listrik yang berasal dari pedang milik Enzo. Semakin lama aku menahan pedangnya itu dengan pedangku, tubuhku perlahan mulai merasakan sakit akibat sihir listriknya itu.

"Aku terkejut kalau kamu masih bisa menahan pedangku ini. Padahal aku yakin kalau tubuhmu sudah sangat kesakitan saat ini," ucap Enzo.

"Sihir listrik lemahmu ini tidak akan bisa membuatku kesakitan, Enzo," ucapku.

"Begitu ya. Kalau begitu biar aku tingkatkan sihir listriknya," ucap Enzo.

~Magic Boost 5x~

Enzo pun meningkatkan kekuatan pada sihir listriknya. Sihir listrik itu semakin kuat dan membuat seluruh tubuhku sangat kesakitan.

"Bagaimana sekarang ? Aku yakin kalau seluruh tubuhmu sudah merasa kesakitan yang parah dan setelah itu tubuhmu akan mati rasa yang membuatmu tidak bisa bergerak," ucap Enzo.

Setelah meningkatkan kekuatan listriknya, Enzo pun melihat ke atas.

"Serpihan itu sudah mulai untuk menghujani tempat ini, kalau begitu tugasku untuk memperlemahmu sudah selesai. Matilah sekarang, Rid!," ucap Enzo.

~Power Boost 5x~

Dia menguatkan kekuatan fisiknya dengan sihir peningkatan dan menghempaskanku dalam adu pedang ini dan membuatku terhempas cukup jauh ke belakang. Setelah menghempaskanku, Enzo langsung melesat pergi menjauh dari tempat ini. Tidak lama kemudian, serpihan-serpihan api yang berasal dari sihir Javier pun mulai menghujani tempat ini.

*DUARRR *DUARRR *DUARRR *DUARRR

Suara dentuman yang terjadi akibat serpihan api yang menghantam tanah itu pun terdengar dengan keras. Serpihan api itu menghancurkan apapun yang dihantamnya seperti pepohonan, bebatuan dan rerumputan. Bahkan 5 orang yang sudah tumbang dengan bongkahan es yang menempel pada tubuhnya pun juga terkena hantaman serpihan api itu dan membuat tubuh mereka langsung terbakar dengan hebat. Seluruh area hutan yang dihujani serpihan api itu pun langsung terbakar dan rusak total.

Sementara itu, Enzo saat ini sedang berada di tempat yang sama dengan Javier. Mereka berdua sedang melihat area hutan yang terbakar hebat karena hantaman serpihan-serpihan api itu. Tidak hanya mereka berdua saja, saat ini di dekat mereka juga ada 3 orang 'subjek' yang mengenakan armor elemen. 'Subjek' ini terdiri dari 2 laki-laki dan 1 perempuan. Serta 3 orang 'subjek' lainnya yang memiliki bola mata hitam pekat dan tidak memiliki ekspresi di wajah mereka. Subjek ini juga terdiri dari 2 laki-laki dan 1 perempuan.

"Dengan ini sudah bisa dipastikan kalau rakyat jelata itu sudah mampus. Mustahil dia bisa selamat setelah terkena serangan itu dengan telak apalagi sebelumnya kamu juga sempat melemahkannya tuan muda, Enzo," ucap Javier.

"Iya, aku juga yakin kalau dia sudah mati. Tetapi kita juga mengalami kerugian besar hanya untuk membunuhnya. 31 prajurit dan 2 'subjek' yang terlibat untuk membunuhnya malah berhasil dibunuh oleh Rid. Aku harap ayahku tidak akan marah setelah mengetahui tentang kerugian ini," ucap Enzo.

"Aku yakin beliau tidak akan marah tentang hal ini karena kita juga sudah menyelesaikan tugas ini," ucap Javier.

"Aku harap begitu," ucap Enzo.

Saat mereka sedang fokus melihat area hutan yang terbakar hebat itu, tiba-tiba muncul sesuatu yang melesat dengan cepat ke arah mereka.

~Flower Sword Art : Sword Dance In The Flower Garden~

Aku melesat ke arah mereka dengan cepat dan langsung menebas mereka secara bertubi-tubi dengan cepat. Mereka tidak sempat bereaksi dan terkena telak tebasanku itu. Tidak ada satupun dari mereka yang tumbang akibat terkena seranganku itu karena kebanyakan dari mereka menggunakan armor elemen dan sisanya merupakan 'subjek' yang memiliki ciri-ciri seperti ras Iblis, tetapi tebasanku memberikan cukup banyak luka pada tubuh mereka yang membuat mereka terkejut sehingga tidak bisa bergerak untuk beberapa saat.

"Rid?!?! Bagaimana bisa kamu masih hidup ?!?!," tanya Enzo yang terkejut sambil memegang luka di perutnya.

"Apa menurutmu serangan seperti itu sudah cukup untuk membunuhku, Enzo ?," tanyaku.

Aku pun bersiap untuk menyerang Enzo yang masih memegang perutnya yang terluka tetapi tiba-tiba 3 orang 'subjek' yang memiliki bola mata berwarna hitam pekat langsung menyerangku. Sepertinya mereka tidak terpengaruh sedikitpun oleh tebasan tadi. Mereka menggunakan serangan sihir elemen untuk menyerangku tetapi aku bisa menghindari serangan itu dengan mudah.

"Beraninya kau menyerangku lagi, keparat," ucap Javier yang tiba-tiba melesat ke arahku.

~Great Burning Punch~

Dia berusaha memukulku dengan sebuah pukulan tangannya yang diselimuti oleh api. Pukulan tangan itu terlihat lebih besar daripada pukulan tangannya yang biasanya. Saat pukulan itu hendak mengenaiku, aku dengan cepat bergerak ke samping Javier untuk menghindari pukulannya itu. Setelah itu, aku langsung mencengkeram wajah Javier menggunakan tanganku dan langsung membantingnya ke tanah sampai tanah itu hancur.

"Urrrghhhh,"

Javier pun memuntahkan sejumlah darah dari mulutnya. Setelah membanting Javier ke tanah, aku langsung menyembuhkan tanganku yang terbakar akibat menyentuh tubuhnya. Saat aku selesai menyembuhkan tanganku, aku melihat Enzo sedang mengarahkan pedangnya yang dialiri sihir listrik ke atas menggunakan tangan kanannya.

~Listrik yang menyengat, sengatlah lawan-lawanku dengan sengatan listrikmu yang tanpa henti~

~Electric Magic : Electric Rain~

Enzo menembakkan sebuah sihir listrik dari pedangnya ke atas. Lalu tiba-tiba sihir itu dengan cepat langsung menghujaniku. Aku dengan cepat langsung menghindari sihir listrik yang menghujaniku itu. Aku pun berhasil menghindari serangan listrik itu tapi sihir listrik itu langsung menghujaniku lagi. Aku kembali menghindari sihir listrik itu tapi setelah itu sihir listrik itu kembali menghujaniku. Situasi ini terjadi terus menerus. Dan disaat yang sama, Javier sudah bangkit kembali dan menyerangku dengan tebasan apinya.

"Matilah, keparat,"

~Great Burning Slash~

Tidak hanya Javier, para 'subjek' yang lain juga menyerangku dengan serangan sihir elemen yang dahsyat. Serangan itu mengarah kepadaku dengan cepat dan secara bersamaan. Setelah itu, muncul ledakan yang sangat besar yang terjadi akibat benturan banyak serangan sihir elemen yang dilakukan oleh mereka.

-

30 menit kemudian, di tempat Irene dan senior Nadine.

Irene dan senior Nadine saat ini tengah berada di depan kediaman yang sangat megah. Kediaman itu didominasi oleh warna biru dan putih. Di halaman kediaman itu, banyak hamparan salju berwarna putih yang menutupi tanah di halaman itu. Meskipun tanah di kediaman itu ditutupi oleh hamparan salju, tetapi di kediaman itu banyak pepohonan dan bunga-bunga yang tetap tumbuh untuk mempercantik kediaman itu. Kediaman itu merupakan kediaman Duke San Lucia, Snow Palace.

Setelah turun dari kereta kuda yang mengantar mereka, Irene dan senior Nadine pun langsung masuk ke dalam kediaman itu. Di depan kediaman itu terlihat ada seseorang yang menunggu mereka.

"Kakak Asier, apa yang kamu lakukan disini ?," tanya Irene.

Ternyata yang menunggu Irene dan senior Nadine di kediaman itu merupakan komandan Asier yang juga merupakan kakak Irene.

"Aku saat ini sedang mendapatkan libur jadi aku memutuskan untuk pulang kesini. Aku dengar kalau kamu dan Nadine akan datang kesini, makanya aku menunggu kalian berdua disini," ucap komandan Asier.

"Lama tidak berjumpa, kak Asier," ucap Nadine.

"Lama tidak berjumpa juga, Nadine. Ngomong-ngomong, Irene, kenapa kamu tidak membawa Rid kesini ?," tanya komandan Asier.

"Hanya aku dan Nadine yang disuruh untuk datang kesini untuk mengantarkan proposal, jadi Rid tidak bisa ikut," ucap Irene.

"Begitu ya, sayang sekali," ucap komandan Asier.

"Lagipula Rid saat ini sedang pergi ke kota San Angela untuk pergi menemui Duke San Angela untuk mengantarkan proposal juga," ucap Irene.

"Rid pergi ke kota San Angela ?," tanya komandan Asier.

"Iya," ucap Irene.

"Sayang sekali, aku mendapatkan libur hari ini. Jika aku tidak libur hari ini, mungkin aku bisa menemuinya di kota San Angela karena wilayah San Angela merupakan wilayah penjagaan pasukanku. Ngomong-ngomong, dengan siapa Rid pergi ke kota San Angela ? Melihat kalian berdua datang kesini, pastinya Rid juga ditemani seseorang untuk pergi kesana," ucap komandan Asier.

"Rid pergi ke kota San Angela bersama dengan Enzo, putra dari Duke San Angela," ucap Irene.

"Putra Duke San Angela ?," tanya komandan Asier.

"Iya," ucap Irene.

Komandan Asier pun terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Ada apa, kakak ?," tanya Irene.

"Tidak ada apa-apa. Ngomong-ngomong, ayo masuk, ayahanda sudah menunggu di dalam," ucap komandan Asier.

"Baik," ucap Irene.

Irene dan senior Nadine pun masuk ke kediaman itu. Bagian dalam kediaman itu juga terlihat megah. Warna dinding juga didominasi oleh warna putih dan warna biru. Beberapa saat berjalan di dalam kediaman itu, mereka pun sampai di suatu ruangan yang lumayan besar. Di ruangan itu ada Duke San Lucia yang menunggu kedatangan mereka.

"Kalian sudah datang ya, Nadine, Irene," ucap Duke Louis.

"Terima kasih atas sambutannya, tuan Duke," ucap senior Nadine.

"Seperti biasa, kamu selalu bersikap formal, Nadine. Padahal aku ini adalah pamanmu sendiri. Yah daripada itu, selamat datang kembali, Nadine," ucap Duke Louis.

"Terima kasih, tuan," ucap senior Nadine.

"Lalu, Irene, selamat datang kembali," ucap Duke Louis.

"Iya, aku pulang, ayahanda," ucap Irene.

Duke Louis pun tersenyum melihat Irene.

"Aku tahu kalian datang kesini untuk memberikan proposal bantuan dana kepadaku. Tetapi sebelum itu, Irene, kamu harus pergi menyapa ibundamu terlebih dahulu," ucap Duke Louis.

"Baik, ayahanda," ucap Irene.

Duke Louis pun berjalan meninggalkan ruangan itu untuk pergi ke tempat lain dengan ditemani oleh komandan Asier, senior Nadine dan Irene. Lalu setelah beberapa saat berjalan, mereka sampai di depan suatu ruangan. Mereka pun langsung masuk ke dalam ruangan itu. Di dalam ruangan itu, terdapat sebuah tempat tidur. Di tempat tidur tersebut, ada seorang wanita berparas cantik yang sedang tidak sadarkan diri. Wanita tersebut merupakan Duchess Arlet, yang juga merupakan ibunda Irene. Irene yang melihat ibundanya itu langsung mendekati tempat tidur itu.

"Aku pulang, ibunda," ucap Irene.

-

Disaat yang sama di kediaman Duke San Quentine.

Saat ini, Duke Remy dan putri Amelia terlihat sedang berbicara berdua di salah satu ruangan di kediaman itu. Tidak terlihat senior Vanina di ruangan itu, sepertinya dia berada di tempat lain di kediaman itu.

"Apa belum ada kabar satupun dari Duke yang lain ataupun dari Enzo, ayahanda ?," tanya putri Amelia.

"Belum ada satupun," ucap Duke Remy.

"Seharusnya saat ini mereka semua sudah menyerang dan membunuh Rid. Jika mereka belum memberikan kabar sama sekali, mungkinkah mereka saat ini masih belum membunuh Rid ?," tanya putri Amelia.

"Itu mungkin saja. Aku sudah menduga kalau Rid akan memberikan perlawanan dalam melawan mereka. Lagipula aku tahu kalau dia itu kuat," ucap Duke Remy.

"Bagaimana jika mereka gagal untuk membunuh Rid dan malah merekalah yang berakhir dibunuh Rid ?," tanya putri Amelia.

"Aku memang bilang kalau Rid mampu memberikan perlawanan ketika melawan mereka tetapi aku tidak yakin kalau Rid dapat membunuh mereka semua. Meskipun begitu, aku juga sudah menyiapkan suatu rencana apabila Rid memang mampu untuk membunuh mereka semua. Kamu tidak perlu khawatir, Amelia," ucap Duke Remy.

"Baiklah, ayahanda," ucap putri Amelia.

Lalu, Duke Remy pun menaruh tangan kanannya di dagunya dan beliau terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Apapun yang terjadi, rencana ini harus berhasil dan aku harus merebut kerajaan ini agar menjadi milikku. Semua ini demi 'Nona' yang telah membantuku sejauh ini," pikir Duke Remy.

-

Disaat yang sama di hutan Hevea.

Pertempuran yang terjadi di hutan itu masih berlangsung. Akan tetapi, saat ini terjadi suatu kejadian yang membuat mereka yang masih bertahan di pertempuran itu sangat terkejut. Itu karena, lengan kanan Enzo baru saja terputus dari badannya setelah ditebas oleh Rid dengan menggunakan pedangnya.

-Bersambung