"Perkenalkan, namaku Karina Stella. Aku adalah Kepala Akademi San Fulgen Akademiya," ucap wanita itu.
"Kepala Akademi ? Apa yang mau dilakukan kepala akademi dengan mengawasi diam-diam begitu ?," ucapku.
"Sepertinya kamu sangat waspada ya, tenang saja aku cuma penasaran dengan murid-murid baru terlebih aku penasaran dengan dirimu, Rid Archie. Kamu bahkan mendapatkan poin sempurna pada ujian masuk kemarin. Sejauh yang ku tau, kamulah satu-satu peserta yang berhasil mendapatkan poin sempurna dari 3 ujian masuk di akademi. Makanya aku penasaran dan memutuskan untuk mengamati secara diam-diam seperti apa kamu itu. Tapi tidak kusangka kalau kamu bisa tahu kalau aku mengamatimu secara diam-diam. Padahal aku sudah yakin menghilangkan kehadiranku seluruhnya," ucap kepala Akademi.
"Apa benar anda cuma ingin mengamatiku secara diam-diam saja ? apa anda tidak memiliki maksud lain ?," ucapku.
"Benar kok, hanya itu," ucap kepala akademi.
"Padahal anda juga mengamatiku saat ujian ketiga berlangsung. Memang saat itu aku tidak tau siapa yang mengamatiku, tapi aku menyadari kalau aura orang yang mengamatiku di ujian ketiga sama dengan yang mengamatiku sekarang yaitu anda sendiri," ucapku.
"Heeee, ternyata kamu tau juga kalau aku mengamatimu saat ujian ketiga. Cerobohnya aku sampai diketahui begitu. Tidak, bukan aku yang ceroboh tapi karena orang yang ku awasi bukan orang biasa," ucap kepala akademi sambil menatapku.
"Haaaa karena aku sudah ketahuan sepertinya aku tidak punya alasan untuk berbohong lagi. Baiklah aku akan memberi tahu alasan sebenarnya aku mengamatimu. Hmm tidak enak kalau hanya berdiri disini. Tunggu sebentar," ucap kepala akademi.
~Earth Magic, Earth Creation Magic~
Kepala akademi membuat sebuah kursi taman dari sihirnya. Lalu dia pun duduk di kursi itu.
"Nah silahkan duduk," ucap kepala akademi sambil menawarkan duduk di sebelahnya.
Aku awalnya hanya berdiri diam melihat kepala akademi.
"Ada apa ? apa kamu masih waspada ? Tenang saja, aku tidak akan menyerangmu. Lagipula, mana ada kepala akademi menyerang muridnya sendiri," ucap kepala akademi.
"Baiklah," ucapku.
Aku pun mulai duduk. Setelah itu kepala akademi menjelaskan alasannya padaku.
-
"Jadi begitu ya, Javier itu adalah subjek percobaan transplantasi jantung elf. Tidak heran, kalau dia bisa menggunakan banyak sihir dan bahkan sihir tingkat tinggi tanpa kelelahan," ucapku.
"Ya, makanya itu aku juga ingin minta maaf karena menjadikan Javier sebagai lawanmu. Aku bahkan mematikan alarm bahayanya," ucap kepala akademi.
"Ah tidak apa-apa, kepala akademi. Setidaknya aku sudah tahu tentang apa yang terjadi di pertandingan kemarin. Dan alasan kepala akademi mengamatiku karena aku dicurigai sebagai subjek itu juga ya ?," ucapku.
"Iya, itu benar," ucap kepala akademi.
"Jika aku dicurigai sebagai subjek juga, bukankah harusnya kepala akademi tidak menceritakan soal subjek kepadaku ?," tanyaku.
"Iya, awalnya aku memang tidak mau terus terang secara langsung. Tapi karena aku sudah ketahuan olehmu jadi apa boleh buat. Dan lagi, aku merasa kalau berbohong pun akan percuma. Jadi karena aku sudah menjelaskan secara terus terang. Bisakah aku mengkonfirmasi hal ini ? Apakah kamu merupakan subjek juga seperti Javier ?," tanya kepala akademi.
"Tidak, aku bukan subjek. Aku bersumpah kalau jantungku ini masih jantung manusia bawaanku dari lahir," ucapku.
"Baiklah, itu sudah cukup," ucap kepala akademi.
"Apa kepala akademi percaya padaku ?," tanyaku.
"Iya, sepertinya kamu tidak berbohong. Jawaban tegasmu tadi dan sikapmu yang tidak cemas dan tidak panik saat aku membahas itu adalah buktinya. Yah itu hanya dari pandanganku sih. Aku akan melaporkan kepada Yang Mulia Ratu kalau kamu bukanlah subjek," ucap kepala akademi.
"Apa Yang Mulia Ratu juga mencurigaiku ?," tanyaku.
"Tidak, yang mencurigaimu hanya aku saja haha. Tapi Yang Mulia Ratu bilang ada kemungkinan kalau ada subjek lain di antara murid baru atau murid tahun sebelumnya," ucap kepala akademi.
"Begitu ya. Karena aku sudah terbukti bukan subjek apakah kepala akademi tidak akan mengawasiku lagi ?," tanyaku.
"Tidak, walaupun kamu bukan subjek tapi aku akan tetap mengawasimu. Karena kemungkinan bakal ada hal menarik yang akan terjadi jika aku mengawasimu. Lagipula aku juga sudah menyuruh seseorang untuk mengawasimu juga," ucap kepala akademi.
"Menyuruh seseorang untuk mengawasiku ? siapa orang itu," ucapku.
"Nanti kamu juga tau siapa orangnya," ucap kepala akademi.
"Lebih baik kepala akademi dan orang yang nona suruh mengerjakan tugas yang lain saja daripada mengawasiku," ucapku.
"Hahaha. Ngomong-ngomong, panggilan kepala akademi itu terlalu formal. Aku lebih suka jika kamu memanggilku Nona Karina," ucap kepala akademi.
"Memanggil kepala akademi dengan panggilan tersebut justru jadi tidak sopan," ucapku.
"Sudah, lakukan saja," ucap nona Karina.
"Baiklah, nona Karina. Ngomong-ngomong apa aku harus memanggil anda begini juga saat ada murid-murid yang lain ?," tanyaku.
"Itu benar. Karena aku tidak suka dengan panggilan yang formal. Murid tahun sebelumnya juga banyak yang memanggilku begitu," ucap nona Karina.
"Baiklah kalau begitu," ucapku.
"Sepertinya sudah lumayan lama kita mengobrol. Lebih baik kita sudahi saja. Kamu juga, sepertinya teman-temanmu sudah menunggumu," ucap nona Karina.
"Baiklah," ucapku.
Aku dan nona Karina bangun dari duduk. Setelah bangun, bangku taman yang kami duduki kembali menjadi kumpula tanah. Setelah itu tiba-tiba muncul kabut yang sangat pekat di dalam hutan tempat kita mengobrol.
"Oh iya aku lupa menanyakan sesuatu. Manipulasi Sihir dan Mana dan Enhance Weapon yang kamu lakukan sebelumnya, darimana kamu mempelajarinya ?," tanya nona Karina.
"Aku mempelajarinya dari buku. Buku itu punya orang tuaku. Sebelum orang tuaku pergi, mereka menitipkan buku-buku itu kepada mendiang kakekku," ucapku.
"Dari buku ya," ucap nona Karina.
"Ada apa nona ?," tanyaku.
"Tidak ada apa-apa. Lalu tentang teknik ~Secret Sword Art : Dragon Skin Piercing Stab~ ini, darimana kamu mempelajarinya ? Apakah kamu pernah melawan seekor naga menggunakan teknik ini ?," tanya nona Karina.
"Aku mempelajarinya dari buku juga. Untuk melawan naga, aku belum pernah bahkan bertemu dengan naga saja belum," ucapku.
"Begitu ya. Yah lagipula sulit untuk menemukan Naga di San Fulgen karena tempat tinggal mereka jauh dari kerajaan San Fulgen. Tapi menurut rumor, di pegunungan Orokho yang berada di utara San Lucia, bersemayam seekor naga es disana. Tapi aku tidak tahu kebenarannya karena aku tidak pernah kesana. Lagipula pegunungan disana sangat dingin. Pegunungan itulah yang membuat suhu di San Lucia juga menjadi dingin. ... Dan 1 pertanyaan lagi," ucap nona Karina.
"Pertanyaan apa itu, nona ?," tanyaku
"Apa kamu pernah bertemu atau melihat Malaikat atau Iblis ?," tanya Nona Karina.
"Tidak, aku tidak pernah bertemu atau melihat mereka," ucapku.
"Begitu ya. Baiklah kalau begitu sampai jumpa nanti. Jangan lupa ya nanti berkumpul di lobi jam 18.00. Karena akan ada penyambutan untuk murid baru dan kalian akan mendapatkan seragam di akademi," ucap nona Karina.
Nona Karina berjalan semakin dalam ke dalam kabut. Setelah itu, kabutnya menghilang begitupun dengan nona Karina.
Aku bergegas kembali ke danau akademi dimana mereka bertiga pasti tengah menungguku. Setelah sampai danau, aku melihat mereka bertiga sedang bermain di pinggir danau. Aku pun menghampiri mereka.
"Sepertinya kalian sedang bersenang-senang," ucapku.
"Lama sekali kamu, Rid," ucap Noa.
"Maaf-maaf," ucapku.
Kami bermain-main di pinggir danau dan kadang kami berkeliling untuk melihat mereka yang sedang memancing. Area memancing dan area bermain di danau akademi dipisah agar tidak mengganggu satu sama lain. Di Area bermain selain bisa bermain air di pinggir danau. Kalian juga bisa berendam disana. Kami terus bermain di danau itu sampai sekitar jam 12 siang.
Setelah itu, kami pun pergi ke kantin karena sudah waktunya makan siang. Di kantin, kami melihat ada beberapa orang yang membawa senjata mereka, sepertinya mereka adalah orang-orang yang mendapatkan poin sama yang sudah bertanding ulang. Karena pertandingan ulangnya dimulai jam 10, tidak heran sekarang mereka sudah selesai.
Setelah makan siang, kami pun berniat istirahat di asrama kami masing-masing. Saat aku ingin masuk ke asramaku. Aku melihat putri Irene dan kedua asistennya sedang duduk mengobrol di depan asrama putri Irene.
"Permisi ya kalian bertiga," ucapku permisi karena mau lewat.
"Iya silahkan. Maaf ya karena mengganggu jalanmu," ucap asisten Elf.
"Santai saja, silahkan lanjutkan obrolannya," ucapku.
Aku pun mengambil kunci dan segera masuk ke asramaku. Setelah masuk asrama, aku berniat untuk membaca buku sambil menunggu sore hari. Aku membaca buku dengan fokus sampai tidak sadar kalau jam sudah menunjukan pukul 16.30. Aku pun menuju kamar mandi untuk mandi lagi. Saat waktu sudah menunjukan pukul 17.00, aku pun bersiap-siap dan pergi keluar asrama untuk menghadiri penyambutan murid baru.
-Bersambung