Dalam grup telegram
Jaka :
"Nanti dulu ah. Kemarin kan Bu Nisa udah. Sekarang giliran mangsa baru."
Bu Lena :
"Yang bener Jak?"
Bu Nisa :
"Siapa Jak??!!"
Kak Sinta :
"Tuh kan bener feeling saya."
Jaka :
"Mutia Huzaimah."
Bu Nisa :
"Yang bener aja kamu, Jak."
Bu Lena :
"Serius ah Jak, jangan bercanda."
Kak Sinta :
"Kok bisa sih, Jak?"
Jaka :
"Kayaknya saya suka deh sama dia. Tadi waktu nganterin dia pulang, kami ngobrol banyak."
"Ternyata dia beda kalo di rumah sama di sekolah."
"Di rumah dia kalem banget. Mirip-mirip Farhah."
"Terus juga kayaknya dia suka deh sama saya. Kita kissing tadi waktu saya mau pulang."
Kak Sinta :
"Gak habis pikir deh sama nih anak. Kamu pake pelet apa sih ampe bisa dapet empat gini?"
Bu Lena :
"Yang dua suami orang malah."
Bu Nisa :
"Keberuntungan selalu melingkupi Jaka. Hahahaha."
_____—–_____
Esoknya.
Pagi hari saat apel pagi.
"Rapih banget, Jak." ucap Pak Rizki.
"Emang kemarin-kemarin gak rapih, Pak?" tanya Gw.
"Beda sekarang mah, ada wangi-wanginya."
"Berarti kemaren saya bau dong?"
"Hahahaha. Bercanda Jak. Jangan tegang lah."
"Udah ih abang-abang, jangan berisik, dengerin Pak Sulai aja tuhh." ucap Muti yang baru saja datang dan lewat di belakang kami.
"Tumben enggak bawa motor." kata Pak Rizki.
"Rusak, Pak. Kemaren saya anterin ke bengkel tuh."
"Cewek biasa banget ya. Bisa make doang tapi gak bisa ngerawat." kata Rudi yang tiba-tiba menghampiri kami.
"Ya enggak ngerti motor mungkin. Ngertinya cuma bedakkan doang." jawab Gw.
"Jak, anak kelas 2 bercanda tuh." kata Pak Rizki.
"Ahh, Pak. Rudi aja kek tuh." keluh Gw.
"Rud …. " kata-kata Pak Rizki terhenti saat melihat Rudi sudah pergi menghampiri Pak Bashir.
"Udah, kamu aja Jak." suruh Pak Rudi.
"Ahh, parah nih mentang-mentang junior."
Anak-anak kelas 1 dan 2 memang butuh perhatian ekstra. Dikarenakan masih berada di usia yang aktif bermain, banyak hal yang belum diketahui yang membuatnya penasaran.
"Silvi, Sarah. Baris yang rapih ya." perintah Gw agar mereka tetap rapih di barisan.
"Iya, Pak Jaka."
"Pak, Bu Ros dimana. Aku mau pipis." tanya salah satu murid kelas 2A mencari gurunya.
"Sebentar ya, nanti bapak cariin." jawab Gw.
Gw melihat sekeliling, mencari dimana Bu Ros berada. Di barisan kelas 2B hanya ada Bu Nia yang sedang menjaga anak-anak muridnya.
"Bu Nia, liat Bu Ros gak?" tanya Gw sambil menghampirinya.
"Lagi nemenin muridnya pipis, Jak. Kenapa?" jawab Bu Nia.
"Itu, ada yang mau pipis juga." ucap Gw.
"Ihh anak-anak emang kadang suka ikut-ikutan doang. Ngeliat temennya mau pipis jadi pada ikutan mau pipis." keluhnya.
"Minta tolong guru yang lain aja dulu, Jak. Takutnya kalo disuruh nunggu malah pipis dicelana beneran." suruhnya.
Gw melihat sekeliling, ada Farhah yang sedang berdiri di belakang anak muridnya. Anak-anak kelas 4.
"Far, anaknya Bu Ros ada yang mau pipis tuh. Temenin gih, biar aku yang jagain nanti." pinta Gw.
"Ohh, yaudah mana anaknya." tanya Farhah.
Gw tunjukkan mana anak yang mau pipis ke Farhah. Lalu dia tuntun tangannya untuk menuju ke toilet dan berpapasan dengan Bu Ros yang baru saja keluar toilet membawa anak muridnya.
"Itu Sarah kenapa, Jak?" tanya Bu Ros.
"Mau pipis dia, aku minta Farhah buat anterin." jawab Gw.
"Ini anak-anak biasa banget, pada latahan." keluhnya lagi seperti Bu Nia.
"Iya Bu Nia tadi juga udah ngomong begitu. Hahaha."
"Susah emang ngurus anak-anak kecil gini. Satu aja di rumah susah apalagi puluhan."
"Yang gampang mah kelas 4 keatas ya, Bu?" tanya Gw.
"Iya tuh. Apalagi berondong kayak kamu. Hahaha."
"Lah, ibu. Saya udah tua. Hahaha."
"Kalo kamu tua, saya apa?" tanya Bu Ros bercanda.
"Sepuh." timpal Bu Nia dari belakang kami hingga kami terkaget lalu kemudian tertawa.
"Ngagetin ih." ucap Bu Ros.
"Lagian bukannya jagain murid malah, bercanda aja berdua. Nih Sarah udah selesai."
"Farhahnya kemana, Bu?" tanya Gw.
"Langsung ke atas tadi dipanggil Muti. Lagi ada perlu katanya."
"Bu Ros sama Bu Nia jarang ngumpul ke atas ya kalo udah rapih ngajar?" tanya Gw.
"Yang punya anak mah beda Jak sama yang masih perjaka." jawab Bu Nia.
"Emang masih perjaka, Jak? Hahaha." tanya Bu Ros bercanda.
"Ya masih atuh Bu. Emang mau di buktiin?" tanya Gw menantang.
"Wush, ngawur. Nanti aja pas udah selesai apel. Hahahaha." jawab Bu Ros menimpali candaan Gw.
"Kalian guru ih, bercanda gak liat sikon. Malu didenger anak-anak nanti." ucap Bu Nia.
"Makanya Bu, kalo abis ngajar ke atas gitu santai dulu kayak Bu Hana sama Bu Lena. Biar enggak mau di denger anak-anak." ucap Gw.
"Okee, Jak. Nanti saya ke atas dehh." kata Bu Ros.
"Okee. Jagain anak-anaknya ya Bu. Saya mau jaga sebelah sana lagi."
Gw kembali ke posisi semula, menjaga bersama Pak Rizki untuk menjaga ketertiban anak kelas 4 s/d 6. Tetapi sedari tadi Gw merasa bahwa Bu Ros menatap Gw dari tempatnya berdiri.
Ya. Bener. Dia menatap Gw. Saat dia sadar bahwa Gw juga menatapnya, dia tersenyum menggoda. Kenapa nih? Bu Ros kerasukan?
Bel berbunyi, apel pagi telah selesai. Semua murid masuk ke kelasnya masing-masing dan guru masuk ke ruang guru untuk menyiapkan perlengkapan belajar mengajarnya di kelas nanti.
Di ruang guru, hanya ada Bu Nisa, Bu Lena dan Muti. Kelas Bu Lena sedang diisi oleh Bu Putri. Kelas Bu Nisa sedang olahraga dengan Rudi. Dan kelas Muti sedang diisi oleh Pak Bashir. Gw yang sedang tidak ada tugas pun ikut menimbrung bersama mereka.
"…."
Hening disaat Gw sedang duduk kursi yang menghadap ke arah Bu Lena dan Bu Nisa. Ternyata, Muti juga sedang duduk menghadap ke arah Bu Lena dan Bu Nisa jadi kami seperti saling berhadapan.
"…."
Muti masih berkutit dengan bukunya.
Kini Bu Lena dan Bu Nisa seakan sepakat untuk menatapi kami berdua yang sedang terdiam.
Penelitian membuktikan bahwa manusia bisa merasakan ketika dirinya sedang diperhatikan oleh orang lain. Mungkin itu yang dirasakan Muti, karena setelah itu Muti langsung saja melihat ke arah Bu Nisa dan Bu Lena yang sedang menatapnya.
"Ehh? Kenapa?" tanya Muti yang terheran melihat tingkah Bu Lena dan Bu Nisa.
Bu Lena dan Bu Nisa hanya tertawa melihat Muti yang grogi seperti itu.
"Kenapa sih?" tanya Muti.
"Gatau nih ibu-ibu." jawab Gw.
"Hahahaha." mereka masih saja tertawa.
"Udah gila kali mereka, Jak." ucap Muti.
"Iya ada yang gila." kata Bu Lena.
"Tergila-gila oleh cinta." tambah Bu Nisa lalu mereka kembali tertawa.
"Ihh, apa sih." ucap Muti sambil menyembunyikan senyuman malunya dengan menundukkan kepalanya kembali.
"Kenapa sih?" tanya Gw pura-pura tidak memahami situasi yang terjadi.
"Alaahh, pura-pura gak tau." kata Bu Lena.
"Kamu ngasih tau ya?" tanya Muti.
"Bukan Mut, kamu yang ngasih tau. Itu buktinya." ucap Bu Nisa.
"Manggil aku kamu, jadi kalem, beda sama yang kemarin sebelum di anter pulang Jaka." lanjutnya.
"Ihh, udah ihh." pinta Muti agar mereka menghentikan godaannya.
"Parah ih, Muti. Punya Farhah diambil." kata Bu Lena.
"Siapa yang ngambil, ambil aja lagi." ucap Muti.
"Kok ngomong gitu sih, Mut. Jaka jadi murung tuh." kata Bu Lena.
Lalu dengan cepat Muti menengok ke arah Gw yang sebenarnya sedang tertawa-tawa kecil melihatnya sedang digoda olah dua ibu-ibu ini.
"Cie, khawatir. HAHAHAHA." kata Bu Nisa dilanjutkan dengan tawa mereka.
"Aneh ya Muti, kemarin dia yang ngeledekin Jaka sama Farhah sekarang dia yang suka sama Jaka." masih saja Bu Lena dan Bu Nisa meledeki Muti. Karena malu, Muti keluar dari ruang guru untuk menuju ke pantry. Bu Nisa pun mengisyaratkan Gw untuk menemuinya.
"Kenapa, Mut? Hahaha." tanya Gw.
"Au ah. Males diledekin gitu."
"Lagian gelagat kamu ketauan banget. Hahaha."
"Emang ya?" tanya Muti.
"Itu, mereka pada tau." jawab Gw berbohong. Padahal kemarin Gw lah yang memberitahu mereka bahwa Gw sedang mendekati Muti.
"Udah ah, jangan bahas lagi." ucapnya.
"Malu ya?"
*Bughh
Muti memukul lengan Gw.
"Yehh, ngambek. Hahaha."
"Udah apaa. Diem." perintah Muti.
"Masa udah berdua gini diem-dieman."
"Emang maunya apa?" tanya Muti.
"Cerita apa kek, gitu."
Lalu Muti menyenderkan kepalanya di lengan Gw.
"Bingung mau cerita apa." jawabnya.
"Yaudah, nikmatin aja deh begini." ucap Gw sambil mengusap kepalanya.
"Hape aku ketinggalan di ruang guru. Minjem hape kamu dong." pinta Muti.
Gw pun memberikan hape Gw yang sudah Gw buka kuncinya. Untuk telegram, aman. Karena Gw sembunyikan di dalam folder aplikasi-aplikasi bawaan yang sangat jarang digunakan lalu notifnya Gw matikan.
"Buat apa emang?" tanya Gw sambil melihat dia memainkan hape Gw.
"Mau WA Sinta, minta print gambar pahlawan buat tempelan kelas."
Sialll. Gua lupa hapus chat sama video Kak Sinta sama Pak Hendra. Tapi, terlambat. Kini Muti bangun dari sandarannya dan menyimak chat antara Gw dengan Kak Sinta.
"Jak, apaan nih??!!" tanya Muti.
"Kenapa?" tanya Gw pura-pura bego.
"Kamu ngeliat video Sinta bugil?" tanya Muti.
"Yang mana?" tanya Gw kembali pura-pura tidak tahu apa-apa. Gw pun pura-pura melihat isi chat Gw dengan Kak Sinta.
"Kamu mau tau gak?" tanya Gw.
"Apa??!" tanya Muti dengan nada yang lumayan tinggi. Mungkin dia kecewa dengan Gw.
"Aku ceritain tapi kamu tenang ya."
"Yaudah apa." ucapnya.
"Waktu itu, aku masih baru disini kan. Dan karena aku tau lowongan dari Kak Sinta, aku mau berterimakasih sama dia. Tapi pas aku masuk ke Ruang TU, aku ngeliat Pak Hendra keluar dari toilet sambil ngancingin celananya. Dan juga Kak Sinta lagi telanjang di dalam kamar mandi." jelas Gw.
"Terus setelah beberapa hari kemudian, Kak Sinta cerita ke aku kalo dia tuh dipaksa sama Pak Hendra karena Pak Hendra punya foto sama video Kak Sinta lagi telanjang yang disuruh sama pacarnya dulu." lanjut Gw.
"Nah, makanya aku gunain video itu buat mengancam Pak Hendra. Soalnya Bu Nisa sering cerita kalo Pak Hendra sering nyuruh Kak Sinta ngerjain kerjaannya Pak Hendra. Gitu."
"Kamu enggak bohong, kan?" tanya Muti.
"Silahkan tanya ke orangnya langsung kalo enggak percaya." jawab Gw.
"Kalo kamu bohong, jangan pernah ke rumah aku lagi. Awas."
"Iyaa, silahkan aja. Masa sih kamu enggak percaya."
"Untuk saat ini enggak percaya. Liat aja nanti."
Lalu Muti pergi meninggalkan Gw untuk ke ruang guru bersiap-siap masuk ke kelasnya karena sebentar lagi bel jam pelajaran ketiga akan berbunyi.
_____—–_____
Sore, di smoking room.
Gw bersama Rudi sedang membicarakan tentang mengapa dia memilih pelajaran olahraga.
"Dulu sih Gw ditawarin jadi TU, Jak. Tapi Gw males satu ruangan sama dia."
"Tapi emang lu bisa ngerjain kerjaan TU?" tanya Gw.
"Ya bisa aja, asal kaga yang ribet-ribet."
"Gantiin aja Abang lu tuh. Kayaknya satu sekolah enggak ada yang suka ama dia dah."
"Hahaha. Udah jadi rahasia umum, Jak."
"Ini pemuda pemuda bukannya bahas politik atau isu sosial kok malah ghibah." kata Pak Rizki sambil memasuki smoking room setelah selesai mengajar di kelasnya.
"Ini juga isu sosial, Pak. Isu sekolah sih lebih tepatnya."
"Bikinin saya kopi dong, Jak." suruh Pak Rizki.
"Ahh, mentang-mentang saya junior nih disuruh-suruh mulu." keluh Gw.
"Ya sama Gw dulu juga gitu, Jak. Malah sama calon mertuanya dia. Lebih parah, banyak banget pantangannya." saut Rudi.
"Tapi sekarang udah enggak?" tanya Gw.
"Enggak, udah enggak kuat jantungnya katanya." jawab Rudi.
"Gih sana bikin dulu, Jak. Biar saya tau kopi bikinan kamu enak atau enggak." suruh Pak Rizki.
"Jangan enak-enak, Jak. Entar lu disuruh bikinin mulu. Hahaha." kata Rudi.
"Yehh, enggak gitu jugaa." saut Pak Rizki.
Di pantry, saat Gw sedang membuat kopi, Bu Nia datang untuk membuat teh.
"Eh, Jaka lagi jadi babu." ledeknya.
"Iya nih, disuruh-suruh mulu. Kesel." keluh Gw.
"Gapapa, Jak. Tandanya kamu udah dianggap keluarga disini." jelasnya.
"Ibu sekarang udah main ke atas nih. Karena saya yang ngajak, ya?" tanya Gw.
"Yehh, enggak juga. Karena sekalian saya mau ngundang guru-guru ke acara ulang tahun anak saya Sabtu ini."
"Wiiihh, makan-makan."
"Iyaa, makan deh tuh sepuas kamu."
"Bu Ros juga ikut ke atas, Bu?" tanya Gw.
"Enggak, masih dibawah sama muridnya. Kenapa nyariin? Mau digodain?"
"Apasih, Bu." jawab Gw malu.
"Hati-hati loh, suaminya polisi. Nanti di dor, hahaha. Dah ah saya ke ruang guru dulu." ucapnya.
Setelah selesai, Gw pun memberikan kopi ke Pak Rudi lalu Gw mencoba turun ke bawah untuk melihat Bu Ros. Benar saja ucapan Bu Nia, kalau Bu Ros masih dibawah menemani muridnya yang belum dijemput.
"Nemenin murid, Bu?" tanya Gw.
"Iya nih si Silvi belum di jemput. Udah di telfon tapi enggak aktif." jawab Bu Ros.
"Emang Silvi rumahnya dimana?" tanya Gw.
"Deket kok dari sini. Mau nganterin?" tanya Bu Ros.
"Sebentar, Bu." ucap Gw sambil berjalan ke arah kamar Bang Sani lalu menanyakan perihal mengantarkan murid ke rumahnya. Bang Sani pun mengiyakan dan langsung mengantar Silvi pulang.
"Gimana, Bu? Udah lega?" tanya Gw.
"Pinter ih kamu. Udah ganteng, masih muda, pinter juga." pujinya.
"Hahaha. Ya jelas."
"Capek saya tuh ngurusin anak-anak begini mulu tiap hari." keluhnya.
"Tapi seru kan, Bu. Ngajarin anak-anak yang lagi aktif-aktifnya."
"Capek tau, udah kayak olahraga aja saya ngejar anak-anak mulu. Ampe kegerahan terus saya tuh." ucapnya sambil membuka satu kancing bajunya lalu mengipaskan badannya dengan sebuah buku.
"Kenapa enggak minta AC aja, Bu?" tanya Gw.
"Pak Sulai mah pelit. Dulu pernah ada wacana mau dikasih AC per kelas tapi ampe sekarang belum dikasih-kasih." jelasnya.
"Kalo begini kan malah panas ya, Bu." kata Gw menggoda dengan ikut membuka satu kancing atas kemeja Gw.
"Iya kan. Mana capek abis ngurusin anak-anak." ucapnya sambil membuka kancing keduanya yang menunjukkan sedikit BH nya yang berwarna krem.
"Tapi tetep aja, Bu. Masih panas." kata Gw sambil membuka kancing kedua Gw.
"Gila kamu, Jak." serunya.
Bersambung