Setelah selesai menginput nilai, kami berempat pulang. Muti minta diantar Gw untuk mengambil motornya di bengkel. Bu Nisa dan Kak Sinta seperti biasa pulang menggunakan ojol. Selama diperjalanan Gw mencoba bertanya ke Muti tentang hal yang tadi dia obrolin bersama Kak Sinta.
"Jadi gimana? Ngobrol apa aja sama Kak Sinta tadi?" tanya Gw.
"Maaf ya, Jak. Aku su'uzhon sama kamu." jawab Muti.
"Iyaa, gapapa."
"Dan ternyata bener kata Kak Sinta. Kamu emang baik ya."
"Baik gimana tuhhh??" tanya Gw meledek.
"Dihh, jadi males muji kalo orangnya pede banget gini."
"Biarin, yang penting baik hati wleee."
"Tapi, emang tadi kalian ngobrolin apa aja?" tanya Gw.
"Nanti aja di rumah aku ceritain. Sekarang intinya, kamu baikkkk." jawab Muti yang langsung memeluk Gw dari belakang saat Gw bonceng. Ya, kita bagaikan dua orang yang sedang berpacaran.
"Jadi berapa, Pak?" tanya Muti ke kasir bengkel.
"Ini semua rinciannya."
"Mahal banget ya." kata Muti.
"Makanya, rawat yang bener biar enggak mahal kalo di service." omel Gw.
"Iyaa, iya." jawabnya.
"Ini, Pak." ucap dia saat memberikan sejumlah uang yang diminta oleh kasir bengkel tersebut.
"Ciee, motornya udah sehat." ledek Gw.
"Au ahhh." balasnya.
"Kamu abis ini jadi kan ke rumah aku?." tanya Muti.
"Jadi dooong."
"Ayukk. Nanti aku ceritain." ajak Muti.
Lalu kami berangkat ke rumah Muti menggunakan motor masing-masing. Sesampainya di rumah Muti, Muti langsung mengajak Gw ke kamarnya.
"Di kamar aku aja, ya. Gapapa kan?" tanyanya.
"Takutnya pas kita cerita ibu pulang, terus ibu denger." tambah Muti.
Gw hanya bisa mengikuti perintahnya aja. Selama itu tidak memberatkan Gw. Apalagi ini diajak ke kamarnya. Hahahaha.
"Jadi gimana?" tanya Gw setelah menaruh tas lalu duduk di kasurnya.
"Ya gitu." jawab Muti untuk mengawali ceritanya.
Muti pun menceritakan obrolan apa saya yang terjadi ketika tadi ia bersama Kak Sinta di ruang TU. Mulai dari Gw pergoki Kak Sinta, hingga Gw membatu Kak Sinta keluar dari kekangan Pak Hendra.
"Jadi, sekarang gimana? Masih kesel?" tanya Gw.
"Enggak doong." jawabnya.
"Awas ajaa kalo su'uzhon lagii." ucap Gw.
"Emang kenapa kalo su'uzhon lagi, wleee." ledeknya.
"Aku kelitikin kayak gini." ucap Gw yang langsung Gw menggelitiknya pinggangnya.
"Ihh, Jakaaa. Geliiii. Hahahaha." katanya yang langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur.
"Biarin. Biar tau rasa." canda Gw.
"Jakaaa, stop ihh. Aku gelian tauu. Aaahhhhahahaha."
"Ini adalah hukuman buat Muti yang udah su'uzhon." ucap Gw sambil masih menggelitiknya.
"Iiiiihh. Aku bilangin ibu aku nihh anaknya disiksaaa."
"Ohh, mau ngadu nihhh. Okee aku tambahin nih hukumannya." kata Gw yang langsung memasukan tangan Gw ke dalam bajunya lalu mengelitiknya langsung ke pinggangnya.
"Jakaaaa, geliii tauuuuu." kayanya sambil sedikit berontak.
"Hahaha. Emang enakk."
"Udah ihh, capek ketawaaa. Hahahaha." katanya meminta untuk menghentikan hal itu.
"Iya ihh capek." ucap Gw yang ikut merasa capek karena menggelitiknya.
Tanpa mengeluarkan tangan Gw yang masih berada di dalam bajunya.
"Haa huu haa huu." Muti menarik nafas lalu mengeluarkannya seperti seperti orang yang mau melahirkan sambil menatap ke langit-langit kamarnya.
"Kenapa, Mut?" tanya Gw mengangkat kepala dan menatap Muti dengan posisi menyamping bertumpu dengan lengan Gw yang satunya lagi.
"Rahang aku pegel nihh, ketawa mulu." protesnya sambil masih melakukan hal itu.
"Makanyaaa, jangan su'uzhon sama akuu."
"Enggak su'uzhon kokk." ucapnya tetapi seakan menahan kalimat terakhirnya.
"Tapi???" tanya Gw.
"Berburuk sangkaaaa. Hahaha."
"Sama ajaa."
Lalu suasana menghening.
"Udah lama aku enggak ketawa se lepas ini." ucap Muti di kala hening.
"Enggak enak yaa jadi orang yang bikin orang lain ketawa mulu padahal dirinya juga pengen ketawa." ucap Gw.
"Nah, kamu tauu."
"Tau doong."
"Makasih yaa." ucap Muti yang kini matanya menatap ke arah Gw sambil tersenyum.
*Cuppsss
Gw cium bibir indah Muti. Senyumnya semakin lebar.
*Cuppsss
Gw cium kembali bibir Muti. Kini dia membuka mulutnya agar Gw bisa mengeksplorasi lebih dalam. Muti juga mengikuti permainan lidah Gw sehingga kami bergumul dalam permainan lidah kami berdua.
Disaat itu juga Gw merasa bahwa ini adalah momennya. Sebuah momen yang sudah ditunjukkan lampu hijau olehnya. Sebuah momen yang jika tidak dimulai maka Gw akan menyesal nantinya.
1…
2…
3…
Gw pindahkan tangan yang masih berada di dalam baju Muti menuju ke payudaranya ynag yang masih terbungkus BH nya. Muti terkaget, permainan lidahnya terhenti.
Gw yang mengetahui hal itu hanya melanjutkan saja permainan lidah Gw begitu juga dengan tangan Gw. Gw remas-remas perlahan bukit yang masih terbungkus BH itu. Tangan Muti kini menggenggam tangan Gw tapi tidak mencoba untuk menghentikan Gw.
Lalu Gw mencoba untuk memasukkan tangan Gw ke dalam BH nya. Lidah Gw masih bermain dengan lidahnya. Gw remas-remas dari dalam, Gw merasakan puting Muti yang kini sangat terasa keras.
Gw tarik tangan Gw keluar dari baju Muti. Gw tarik lengan Muti untuk memposisikan tubuhnya menyamping menghadap Gw. Lalu tangan Gw masuk kembali ke belakang baju Muti, mencari pengait BH nya lalu membukanya.
*Settt
Kini BH Muti sudah kendor tanpa pengait. Langsung saja Gw sikap BH nya ke atas agar bisa leluasa tangan Gw memainkan payudaranya yang sudah tidak terbungkus BH di dalam bajunya.
Muti mulai memainkan perannya. Bibirnya kini semakin beringas menciumi bibir Gw. Bahkan beberapa kali mulutnya menyedot lidah Gw hingga Gw tak bisa berbuat apa-apa selain memainkan toketnya.
Merasa sudah cukup memainkan toketnya dengan tangan, Gw tarik bajunya hingga tersingkap ke atas. Gw hentikan ciuman kami. Muti menatap Gw.
"Nakalll." ucapnya.
Gw hanya bisa tersenyum.
Kini Gw memulai untuk menjilati toketnya. Gw turunkan posisi tidur Gw agar kepala Gw sejajar dengan toketnya.
*Lickk
Gw jilat putingnya sekali.
"Ssshhh." desah Muti.
Gw mainkan pentilnya dengan lidah Gw. Lalu Gw menyusu bagaikan seorang bayi yang sedang haus akan susu ibunya.
Gw gerakkan lidah Gw ke atas dan ke bawah pada puting Muti. Dia pun merasa kegelian akan hal itu.
"Ihhh, gelii tauu." ucapnya.
Gw kembali menyusu pada toketnya, tapi tangan Gw tidak tinggal diam. Gw buka kancing celananya lalu Gw pelorotkan perlahan celananya. Tangan Gw gerayangan di pantat Muti. Gw remasnya lalu pindah ke bagian depan.
"Tangannya ihhh." ucapnya.
Gw masukkan tangan Gw ke celana dalamnya. Terasa beberapa rambut halus kemaluannya menggesek tangan Gw. Kini jari jemari Gw sudah di permukaan liang senggamanya.
"Jaakkk." teriaknya lalu menjambak Gw agar melepaskan aktivitas menyusu Gw.
"Aku masih perawan, Jak." ucapnya. Benar ternyata tebakan Gw.
"Iya aku tauu." jawab Gw.
"Jangan mainin itunya." ucap Muti.
"Kalo di elus-elus doang masih perawan kok, Mut. Asal enggak dimasukin aja." ucap Gw agar Muti percaya.
Gw lanjutkan aktivitas menyusu sambil menggesek-gesekkan jari Gw di sekitar permukaan memek Muti. Kini memeknya sudah terasa basah.
Gw buka bibir vaginanya agar bisa gw temukan klitorisnya. Gw celupkan sedikit jari Gw agar basah lalu Gw gesek klitorisnya hingga kaki Muti bergerak gelisah.
Tangan Muti kini memeluk Gw, Gw masih saja menyusu sambil menggesek jari Gw di permukaan memek Muti. Kakinya tidak bisa diam, merasa kegelian yang tidak pernah dia rasakan.
"Aku buka aja ya, Mut." tanya Gw.
Muti hanya mengangguk dengan mata terpejam.
Gw lucuti pakaiannya satu persatu hingga hanya tersisa jilbabnya. Saat sudah telanjang sepenuhnya, Gw lanjutkan menyusu padanya lalu Gw buka pahanya agar bisa dengan mudah Gw mainkan memeknya.
"Sshhhh. Aahhhhh." desahannya diikuti gerakan kakinya yang tidak karuan.
Setelah beberapa menit, Gw hentikan permainan Gw pada toketnya. Gw bangun lalu memposisikan tubuh duduk di depan memeknya. Gw buka pahanya lebar, lalu kepala Gw turun menuju memeknya.
Lidah Gw yang awalnya bermain dengan lidahnya, lalu toketnya, kini bermain dengan memeknya. Gw jilati perlahan memeknya, kadang bermain dengan klitorisnya seperti Gw menjilati pentilnya.
"Jakk. Sshhhh. Kok enakkk." ucapnya.
Gw mempercepat gerakan lidah Gw memainkan memeknya, bergerak ke atas lalu ke bawah.
"Jaakk, kok aku ngerasa aneehhhhh." racaunya.
Gw semakin mempercepat permainan lidah Gw di memeknya, hingga Muti merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan.
"Jaakkk, aku mau pipisss."
Dan benas saja, tak berapa lama setelah itu keluar cairan cinta dari liang senggama Muti diikuti dengan kakinya yang menendang-nendang tak karuan.
Lelah setelah membuat Muti orgasme, Gw rebahkan tubuh Gw di samping Muti. Gw peluk Muti yang masih terkulai lemas tanpa benang sehelai pun di tubuhnya. Hanya jilbabnya saja yang masih menutupi rambutnya.
"Kamu, kok… " ucap Muti yang tidak melanjutkan kalimatnya.
"Kenapa?" tanya Gw takut bila Muti marah.
"Gapapa." ucap Muti tersenyum lalu mencubit pipi Gw.
Muti memeluk Gw, lalu diciumnya bibir Gw.
"Ihh, bau." kata Muti.
"Kan itu punya kamu. Hahahaha."
Lalu Muti mengambil bajunya dan mengelap mulut Gw. Dilemparkan bajunya entah kemana lalu kembali memeluk Gw.
Gw ikut memeluk Muti, bahkan Gw angkat kaki Gw lalu menaruhnya di atas pahanya dan menjadikan Muti seperti sebuah guling. Dengan posisi seperti itu, wajar saja bila kontol Gw yang tegak berdiri menusuk perutnya.
"Ihh, kena ininya." ucap Muti.
Muti yang penasaran mengelus kontol Gw yang masih terbungkus celana. Dia remas-remasnya tidak tahu mesti berbuat apa.
Karena sangat penasaran, dia membuka kancing celana Gw lalu diturunkannya sedikit. Diturunkannya celana dalam Gw lalu terpampanglah kontol Gw yang tegak mengacung.
"Ini penis kamu, Jak?" tanyanya.
Dia peganglah kontol Gw seperti memegang gagang sapu. Dijepitnya kepala kontol Gw dengan menggunakan jempolnya. Lalu dia kocok kontol Gw perlahan dengan tempo yang berantakan.
"Kamu mau apain, Mut?" tanya Gw.
"Gak tau aku juga." jawabnya.
"Mau aku kasih tau gak?" tanya Gw.
"Apa?"
"Lakuin hal yang sama seperti yang aku lakuin ke kamu tadi aja." Gw bilang.
"Hmmmm." Muti berfikir apa dia bisa melakukan hal itu atau tidak.
Lalu Muti bangun dan duduk di antara kedua paha Gw. Lebih tepatnya, di depan kontol Gw. Dia masih memegang kontol Gw sambil mengocoknya perlahan.
"Cobain aja, Mut. Kayak aku tadi ke kamu." ucap Gw.
Muti mulai menurunkan kepalanya menuju kontol Gw. Dijilatnya kontol Gw perlahan. Melihat hal itu Gw pun berpura-pura mendesah keenakan sepertinya halnya dia tadi.
"Sshhhhh." Gw mendesis.
"Kamu kenapa?" tanyanya.
"Gapapa, geli."
"Kayak aku tadi ya?"
Gw hanya mengangguk.
Dijilatnya lagi kepala kontol Gw, Gw hanya bisa memejamkan mata seperti yang dilakukannya tadi. Dia mulai memasukkan kepala kontol dia ke mulutnya. Di lumatnya perlahan hingga kepala kontol Gw basah.
Sesekali dia sedot kepala kontol Gw, kadang dia mainkan lubang pipis Gw dengan lidahnya. Kini dia mulai memasukkan kontol Gw perlahan, sebisanya. Sekali masuk, dua kali masuk, tiga kali masuk. Dia ulangi terus menerus hingga 1/3 kepala kontol Gw sudah basah dengan liurnya.
Tak ingin dia bosan karena harus melakukan hal itu terus menerus dan peju Gw lama keluar, Gw pasrahkan saja tanpa Gw tahan agar tidak lama keluar. Semakin lama Muti bermain dengan kontol Gw, semakin dalamnya dia bisa memasukkan kontol Gw ke dalam mulutnya. Hingga dia bisa memasukkan setengah dari panjang kontol Gw.
"Mut, dikit lagi mau keluar." ucap Gw ketika merasakan bahwa peju Gw akan menyemprot keluar.
"Keluar apa?" tanya Muti.
"Sperma aku." jawab Gw.
"Oohhh."
"Mau dikeluarin di tangan kamu atau mulut kamu, Mut?" tanya Gw.
"Ihh, masa di mulut. Jorok."
"Enggak, enggak jorok. Sperma kan beda sama pipis. Malah mengandung banyak protein dari artikel yang aku baca."
"Beneran?" tanya Muti.
"Iya, coba aja deh."
Lalu Muti melanjutkan sepongannya terhadap kontol Gw. Dia mulai mempercepat gerakan kepalanya naik turun dan mulai sambil menyedotnya.
"Muuttt." ucap Gw menandakan bahwa peju Gw akan keluar.
*Croottt croottt crott
Muti memejamkan matanya, menerima semua peju yang menyembur di dalam mulutnya.
Diangkatlah kepalanya tanpa membuka mulutnya. Mulutnya seakan-akan menyimpan sesuatu di dalamnya.
"Coba liat dong, Mut."
Muti membuka mulutnya, terlihat cairan putih menggenang di dalam mulutnya.
"Telan aja, Mut. Gapapa."
*Glukkk
"Asinnn." komentarnya.
"Rada pait." lanjutnya.
"Gitu-gitu bisa menghasilkan anak loh." ucap Gw sambil menarik lengan Muti agar merebahkan tubuhnya di atas tubuh Gw.
"Kalo belum terbukti, berarti belum valid." ucapnya.
"Nanti kalo kita udah nikah aku buktiin dehh." kata Gw yang lalu memeluk tubuh telanjang Muti.
"Pintu kamar enggak dikunci, nanti ibu masuk apa enggak bahaya Mut?" tanya Gw.
"Ehh, iya. Sebentar aku kunci dulu."
Muti bangun dari tubuh Gw. Dia berjalan dengan tubuh bugilnya menunjukkan pantat dan pinggulnya yang berlenggak-lenggok menuju ke arah pintu lalu menutup dan menguncinya.
Lalu dia kembali ke arah Gw. Direbahkannya lagi tubuhnya di atas tubuh Gw. Dia memeluk Gw, menikmati momen yang indah itu.
"Suka gak, Mut?" tanya Gw.
"He'eh. Kamu?" tanyanya balik.
"Iya." jawab Gw singkat.
Kami menikmati momen itu bersama. Cuddle mesra di waktu senja, terkulai lemas setelah syahwat terlepas. Lalu dalam keheningan itu Muti bertanya.
"ML itu enak gak sih, Jak?"
"Hahh??" ucap Gw yang kaget akan pertanyaan Muti.
"Kok kaget?" tanya Muti heran.
"Ya kaget lah."
"Ihh, aku nanya doang. Bukan mau ngajak. Geer ajaa." jawabnya.
"Aku penasaran, kayak kok Sinta mau gitu ML sama pacarnya. Temen-temen aku juga ada yang cerita, dia begitu." jelasnya.
"Ya tadi kamu ngerasain sendiri kan enaknya gimana?" tanya Gw.
"Emang rasanya ML begitu?" tanya Muti.
"Lebih dari itu malah." jawab Gw.
"Hmm, aku masih belum siap tapi." ucapnya.
"Yaa yang nyuruh juga siapa. Enggak ada yang maksa kamu kan."
"Kali kamu kepengen gitu. Akunya belum siap." ucap Muti.
"Aku mah tergantung kamunya aja, Mut. Aku juga enggak ngerti caranya gimana. Jadi gatau." kata Gw berbohong.
"Lagipula, kayak gini juga aku udah suka. Bisa berduaan sama kamu. Ini adalah sore yang paling indah yang akan selalu aku inget." ucap Gw.
"Makasih, Jakk." ucap Muti yang lalu mengencangkan pelukannya.
Bersambung