Chapter 119 - BAB 109

"Semua hanya tentang memori. Dirimu, yang tak pernah tersenyum seperti dulu lagi."

[Don Mossimo Torricelli]

Pallermo, Sisilia, Italia.

MOSSIMO sengaja tidak memedulikan panggilan apapun dari ponselnya. Dia membiarkan benda itu berdering berkali-kali, meski tahu si penelepon berbeda orang. Isi pikirannya terlalu ribut. Mossimo tidak mau meng-handle semua hal sekaligus, sebab kali ini situasi berantakan di depan matanya.

Kinn yang meminta bantuan keamanan keluarganya, Laura yang terjun sendiri untuk mengawal Porsche, Mario yang belum bisa kembali dari Rusia, Domenico yang menghilang, utusan pemerintah yang kembali ke kota dalam keadaan tidak puas, dan Chief Joseph yang menelpon berkali-kali.

Padahal, jika Mossimo tidak ikut campur, dia takkan terlibat sejauh ini. Sebab hanya keselamatan Laura yang dia cengkeram kuat. Dan hanya Laura yang dia pedulikan. Namun, jika wanita itu ingin terjun pada sebuah hal, Mossimo tidak mungkin membiarkannya berjuang seorang diri.

"Kita pulang. Kau aman. Tidak ada yang diperbolehkan melakukannya padamu mulai sekarang," kata Mossimo tepat setelah dirinya berhasil membawa Laura dari sarang penculikan. Istrinya itu baru diperkosa ramai-ramai. Dicekik hingga trauma. Sementara dirinya tak ada di tempat ketika peristiwanya terjadi.

Mossimo terlalu sibuk mengurusi bisnis di luar kota, atau memikirkan harapan ayahnya mengenai cucu. Tetapi dia berjanji kepada diri sendiri, jangan sampai ada momen seperti itu untuk kedua kalinya.

"Apa yang kedua kalinya?! Aku berlatih untuk melindungi diri dari orang luar. Tapi tidak darimu, Don! The fuck what do you think you are? Ini apa?"

BRAKH!

Laura melemparkan dokumen-dokumen surogasi di dada Mossimo. Dan wanita itu tidak percaya, meski Mossimo bilang dia melakukan surogasi tanpa meniduri satu pun wanita lain di luar sana.

Semua percuma. Dan Mossimo mulai pusing karena bayi pertamanya dibunuh Laura langsung di depan mata.

"OEEEEEEEEEE!!"

CRAKKHHHHH!

"Mau membahas hal ini? Sebaiknya kita bertarung di luar dan aku takkan segan-segan membunuhmu juga," kata Laura yang kecewa. Namun, daripada gentar dengan lidah Laura yang menjilati pisau, Mossimo pun mengancam balik wanita itu.

"Kenapa tidak lari saja dari sini? Aku takkan menahanmu. Tapi, jangan harap. Orang-orang tidak akan memandangmu dengan sempurna kalau kau sampai memisahkan diri dari rumahku."

Dan mereka pun berdiri di jalan masing-masing sejak saat itu. Saling bertahan untuk mengamankan posisi. Dan semua dilakukan tanpa ada perasaan sama seperti dulu.

Mossimo percaya Laura menyadari betul mereka rusak. Tak seperti dulu ketika wanita itu sering memeluknya untuk bercanda. Selayaknya uang yang terlanjur terbakar menjadi abu, kepercayaan satu sama lain hanya sebatas pada kepentingan menjalani peran sebagai pemimpin. Raja dan ratu. Penguasa Sisilia di balik wajah walikotanya.

Namun, tak masalah. Mossimo tidak pernah mengharapkan lebih dari Laura mau di sisinya. Dan dia juga tidak akan lagi mengucapkan kata kebahagiaan atau cinta, melainkan agar wanita itu ada. Ya, walau harus melakukannya dengan cara agak kasar, atau bahkan gencatan senjata sedingin es. Sebab dua-duanya adalah hal yang jauh. Apalagi dirinya adalah pria yang kaku. Romantisme bukan hal kecil atau mudah dilakukan, terutama jika mereka menghadapi darah setiap harinya.

Laura takkan pernah mengimani apapun yang dia katakan lagi. Dan Massimo tidak keberatan untuk itu.

"Aku tertarik pada seseorang, namanya Porche."

Walau Mossimo agak terkejut ketika sang istri mendadak bilang begitu tepat setelah mereka bercinta. Pagi. Masih beraroma keringat dan lengket. Laura tidak segan meninggalkannya tanpa pakaian, melainkan ancaman yang keras.

"Dia istri barunya Kinn. Dan beberapa wanita yang ditiduri sebelum menikah lebih cantik aku. Ini akan jadi permainan yang menarik, jadi jangan ikut campur."

Wanita itu berjalan percaya diri ke kamar mandi tanpa tembok yang langsung terhubung dengan kamar mereka. Dia menyalakan shower, tampak seksi, dan mengguyur badan penuh percaya diri tanpa peduli Mossimo memandangnya dalam diam dari atas ranjang. (*)

(*) Kalau kalian nonton film "365 Days", kamarnya emang begitu 🤣 gw agak kaget awal nonton, tapi bagus juga. Abis ewewe bisa liat-liatan sambil mandi.

Di saat seperti ini, kira-kira apa yang akan dikatakan pasangan normal? Aku mencintaimu? Jangan lakukan? Bagaimana bisa kau begitu? Tapi kau istriku? Mossimo bukan pria dengan drama murahan meski dalam mulut sekalipun.

"Don, kau tidak mau bangun dan bergabung?" tanya Laura sambil memijat kulit kepalanya yang dikeramasi.

Pada akhirnya, Mossimo hanya turun dan memenuhi undangan wanitanya. Dia juga mencumbu Laura sebentar di bawah air yang mengguyur, tapi Laura pasti mengira itu hanyalah kebutuhan hasrat saja. "Hm, tapi jika butuh sesuatu, bilang saja," kata lelaki itu sebelum pergi bekerja.

Apa yang dipikirkan Laura? Apa yang diinginkan wanita itu. Mossimo ingin selalu terlibat di dalamnya, meski usaha tersebut tidak dilihat. Dan ketika membayangkan Porsche berhasil dibawa Laura, Mossimo hanya ingin tahu seperti apa jenis senyum yang akan terlihat di wajahnya.

Apa akan terlihat seperti dulu? Ketika Laura berdiri di tepi pantai dan dirinya melihat dari kejauhan.

Waktu-waktu sebelum mereka jatuh cinta apalagi menjadi pasangan.

Laura benar-benar sangat cerah. Dia seperti matahari yang ada di atas kepalanya, tapi sosok itu berubah setelah dirusak kenyataan menjalani peran sebagai ratu mafia.

Di sisinya.

Laura menerima kegelapan dengan sangat baik. Wanita itu cerdas dan istimewa, tetapi hatinya tetap bukan sosok yang ditempa dalam kehidupan keras sejak dulu. Dia berasal dari luar kalangan mafia. Dia tidak tahu banyak hingga dikejutkan dengan banyak peristiwa berdarah, kemudian berubah.

Mossimo amat sangat tahu itu merupakan resiko. Dan dia tidak berekspektasi lebih jauh kecuali lega karena Laura masih dekat.

"Melihat lukisannya saja takkan merubah apapun," kata Mario yang tadinya membantu memeriksa beberapa dokumen keponakan. Dia mengambili tiap amplop berisi pesan ancaman yang terselip di dalamnya, lalu mengetuk cerutu di atas asbak. "Kau perlu menyusulnya, Nak. Lihat, polisi-polisi ini bahkan ingin menyembelih dirinya." Padahal, pria itu baru saja pulang dari urusannya di Rusia, tapi tetap bergerak cepat.

"Laura tidak ingin aku ambil bagian kali ini."

Mario bergeleng-geleng. "Yang benar saja alasan seperti itu. Aku benar-benar tidak paham kaum muda."

"Dia akan pergi cepat atau lambat. Entah itu dengan lelakinya atau mati." Mossimo kemudian berbalik dan mengecek beberapa nama yang terpampang di layar ponsel. "Laura sudah memutuskannya sejak Porche kemari. Jadi aku tidak akan menahannya lagi."

"Wanitamu memang agak gila," komentar Mario. "Sudah tahu itu istrinya Kinn. Dia hanya mengajak perang kedua dan cari mati daripada bahagia."

"Coba hentikan saja kalau Paman bisa," kata Mossimo. "Dia hanya akan semakin marah besar."

Mario pun meletakkan dokumen-dokumen itu ke atas meja. "Baiklah, kalau itu memang yang kau pikirkan," katanya. "Mau bagaimana lagi."

Mossimo kemudian memanggil salah satu bawahannya untuk mendekat. Dia mencoret sebuah dokumen dengan pulpen dengan tanda X super besar, kemudian memberikannya kepada lekaki itu.

"Berikan pada utusan Joseph," kata Mossimo pelan. "Katakan, mengganggu Laura atau tidak, aku sudah berhenti dari pihaknya."

"Kau yakin?" tanya Mario dengan lirikan kecil. "Jika iya, kita benar-benar akan menentang pemerintahan."

Mossimo malah melirik balik. "Seseorang mengancamku dan melihatku dengan tatapan menghina," katanya. "Paman mau aku membela dan lemah di depan orang seperti itu? Lebih baik tidak dan balas menggampar wajahnya."

"Tapi bagaimana jika Laura atau dirimu benar-benar mati?" tanya Mario menentang.

Di luar dugaan, Mossimo menatap sang paman tanpa takut sedikit pun. "Kematian lebih baik daripada seseorang menginjak-injak kami di bawah kakinya."

Trrrrrt ...

Mendadak, ponsel Mossimo menyala lagi karena panggilan tunggal.

Nama yang tertera tidak pernah muncul di ponselnya sudah bertahun-tahun. Namun ingatan Mossimo sangat segar jika membaca nama tersebut:

[Korn Theerapanyakul, Calling ....]

Mossimo pun mengangkatnya dalam ketenangan. "Ya. Aku," katanya.

Korn menyahut dari seberang sana. "Anak buahmu sudah di tempat-tempat yang diperlukan," kata mantan rekan kolega sang ayah. "Jadi, kusampaikan terima kasihku dengan "kuncinya" sebagai balasan."

Mossimo meremas ponsel di tangannya tanpa sadar. "Bajingan, sampai kau membuat duplikatnya, aku akan membakar tempatmu langsung."

Korn tetap menyahut tenang. "Tidak, kau bisa pegang ucapanku kali ini," katanya. "Walau anak bungsuku sempat mengambilnya untuk membobol tempat istrimu."

Mossimo pun terpejam karena terlalu kesal. Namun, ketika hampir mendesis, dia menahan diri untuk tidak melakukannya. "Kau tahu tapi tidak pernah menghentikannya."

"Untuk apa?" Di seberang sana, Korn tetap tidak berekspresi meski dia tengah diadili. "Puteraku cerdas dan tahu jalan yang dia ambil. Bukankah sudah tugas seorang ayah untuk mempercayai anak-anaknya? Kau mungkin harus belajar hal ini sebelum semua bayimu tumbuh menjadi mesin pembunuh rendah."

"Oke, datanglah," kata Mossimo kemudian. "Kinn sudah menunggu di sini. Dan segera sempurnakan urusanmu dengan Ayah yang belum sempat selesai."

"Hm."

"Satu lagi, jangan lupa kirimkan semua pasukan yang kau punya ke tempat-tempat yang sudah kutandai," kata Mossimo. "Karena aku ingin mereka berlutut setelah ini. Dan aku tidak mau tahu."

Tuttt ....

Panggilan pun berakhir setelah itu.

"Apa semua baik-baik saja?" tanya Mario. Bagaimana pun, dia baru saja mendengar musuh bebuyutan lama bicara dengan pria tersebut.

Mossimo mengangguk, meski kemudian meninju meja lagi dan lagi.

BRAKH! BRAKH!

"JOSEPH BANGSAT!!" maki Mossimo, lalu menendang meja itu hingga terjengkang. "Jangan sampai aku memajang kepalamu di tengah kota setelah ini ...."

Bersambung ....

Jadi, Tuan Korn tahu soal projek klona Kim? Jawabannya iya 😈 Dan dia merasa bangga karena Kim bertindak sejauh itu. #Bapak Jagung emang beda.

Ngomong-ngomong, FF "Sins of Bartender" emang ditulis ala "real vibe mafia". Perangnya rumit dan lama. Teorinya tumpuk-tumpuk dan banyak adegan pembunuhan.

Bukan tipe karya untuk refreshing.

Kalau mau sweet moment, monggo baca karya saya yang lain 👻 "Devil Son" contohnya. Atau "The Naughty Heir.  Oh, iya ... "The Naughty Heir", udah tamat dalam sehari semalem (6 Bab) dan Happy Ending. Silahkan dibaca 😉