Chapter 120 - BAB 110

BAB INI MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN. MOHON BIJAK MEMILIH BACAAN 🙏

________

BTW, FF INI BEDA KONSEP DENGAN "KinnPorsche The Series" yang asli maupun versi novelnya. Inget Kinn dan Vegas malah seperti saudara? Korn dan Kun di sini juga begitu. Terima kasih untuk pengertiannya 🙏

"Sejak mereka pergi, tidak ada yang boleh menyakiti kau maupun aku. Jika ada, buka matamu bersamaku. Hari ini kita akan menghancurkan mereka hingga tidak ingat namanya sendiri."

[Korn Theerapanyakul]

"Semua orang pernah kehilangan. Kau, aku, dan mereka semua. Tapi, jika memang tak ada lagi yang tersisa, maka kakiku akan tetap di sini agar kita berdua tetap ada."

[Kun Theerapanyakul]

Sisilia, Italia.

Begitu helikopternya sampai di dermaga, Korn disambut oleh sebagian pasukan kapal Kinn yang sengaja dibagi untuk dirinya. Di sana ada bodyguard Mossimo juga, dan pria itu langsung bertanya. "Siapa diantara kalian yang menjadi informan Kinn?" Suaranya halus, wajahnya tenang, tapi mata bergulir menelisik ke sekitar. "Aku ingin dapat laporan segera."

Seorang bodyguard cepat-cepat mendekat. "Saya, Tuan," katanya lalu menghadap Korn dengan raut wajah agak bersemangat.

"Dimana Kinn saat ini?" tanya Korn.

"Beliau ada Cagliari, Sardinia, Tuan."

"Kalau Kim?"

Semua bodyguard saling memandang.

"Di San Marco, Venezia, Tuan."

Korn hanya berkedip menyimak semua jawaban yang didengarnya.

"Bagaimana dengan Jirayu? Ken?"

"Tuan Jirayu ke Lombardy, Milan, Tuan," jawabnya tetap saja mulus. "Sementara Ken belum diketahui."

"Kau yakin?" tanya Korn tiba-tiba.

"Maaf, Tuan?"

Korn tiba-tiba mengeluarkan pisau dari saku jasnya, dan menusuk bodyguard itu.

CRAKHHH!!

"ARRRGGGGGGHH!!" teriak si bodyguard ketika darah perutnya berceceran di lantai. Sebab tidak hanya menusuk, Korn juga menjambak kerah belakangnya, lalu meratakan pisaunya ke sekitar perut.

SRAKHHH! CRAKHHH! CRAKHHH! CRAKKKHH!

Ekspresi Korn tetap tidak berubah meski ada organ yang mulai terburai dari dalam sana. Bahkan beberapa bodyguard memalingkan muka tidak tega dengan seberapa mengerikan pemandangan itu.

BRUGHHHH!!!

Setelah bodyguard itu ambruk menelungkup, Korn pun langsung memasukkan pisaunya kembali ke dalam saku. Pria itu tidak membiarkan tangannya kotor berlama-lama, karena sapu tangan putih sudah siap di saku lain.

"Aku tahu ada lagi yang seperti ini diantara kalian," kata Korn. "Kurang dari lima, lebih dari tiga. Kutunggu di dalam dek untuk mengaku. Jika tidak, tunggu saja. Berikutnya pasti kucabut nyawa kalian di depan orang-orang yang menyuruh berbuat seperti ini."

Pria bermarga Theerapanyakul itu langsung diberi jalan setelah berlalu. Dia melangkahi kepala mayat di bawahnya, lalu diikuti bodyguard Mosssimo yang membawa laras-laras panjang. Oh, seseorang boleh mempermainkan anak-anaknya dengan petualangan di negara ini. Tapi, maaf. Korn tidak akan melepaskan pandangannya dari situasi apapun meski dia baru bertindak sekarang.

"Aku ingin berbicara dengan Kim, puteraku. Hubungi dia. Lakukan apapun agar dia tahu aku di sini," kata Korn setelah duduk di salah satu sofa.

"Si!"

Bawahan Mossimo pun segera berlari ke belakang untuk melakukan sesuatu, sementara Korn menoleh ke bodyguard-nya sendiri di sisi kiri. "Kalian jemput empat orang yang berjalan mendekat kemari. Bawa mereka. Kurung di bawah dan tunggu aku mengurus semuanya nanti." Pria itu seolah bisa meramal masa depan meski hanya dengan bernapas.

"Baik."

Padahal, mengimani atau tidak mengimani, faktanya memang ada empat bodyguard Kinn yang sepertinya akan mengaku sudah berkhianat. Namun, mereka jelas sudah diborgol sebelum masuk. Sementara Korn hanya melihat itu dengan lirikan sekilas.

"Ini, Tuan," kata bodyguard Korn yang lain. Dia menyerahkan ponsel bawahan Mossimo kepada tuannya hati-hati, dan wajah itu tampak masam karena tidak paham baru diajak bicara bahasa Polski. Ah, persetan. Ponsel ini pasti diberikan agar Korn bisa bicara dengan Kim!

"Halo, Kim," kata Korn mengawali pembicaraannya.

Di seberang sana, Kim terdengar terengah-engah. Entah apa yang dilakukannya, tapi kemungkinan baru menghajar seseorang. Anehnya, Kim sama tenangnya ketika menjawab. "Ini Ayah, bukan?"

"Aku," kata Korn. "Ayah sekarang ada di Sisilia, karena kunci laboratorium AI waktu itu harus dikembalikan pada pemiliknya."

Prang!

Kim sepertinya melempar benda tajam yang tadinya dipakai membunuh. Dia duduk dan lebih fokus pada ayahnya, padahal tangan masih bersimbah darah hingga mengalir ke siku-siku.

"Kunci? Oh, aku tahu cepat atau lambat Ayah akan mengatakan ini," kata Kim. "Jadi, bagaimana? Apa yang bisa kubantu? Tapi di sini aku harus menyelesaikan beberapa orang dulu."

"Ayah tahu." Jemari Korn mengetuk-ngetuk lututnya sendiri sebelum berkata, "Sekarang Kun ada di Rusia. Nanti menyusul. Dia akan membantumu setelah selesaikan projek akhir milik Vegas."

Kim pun mengangguk karena itu akan berguna sekali. Pasalnya, keluarga Minor Theerapanyakul memang berfokus pada bisnis senjata. Vegas yang memimpin saat ini, tapi Kun sepertinya mengurus sisa projek baru itu setelah sepupunya pulang ke Thailand.

"Kalau begitu aku tunggu barang yang dibawa," kata Kim. "Pasukanku pasti menyukainya."

"Hm."

"Tapi bagaimana dengan Mario, Ayah? Sepertinya dia di Rusia juga cukup lama juga," kata Kim. "Mossimo bahkan tidak mengawasinya."

Korn pun berpikir sejenak. "Memang dimana dia selama ini?"

"Mossimo bersama istrinya, dan kami sempat bertemu di Cagliari," jelas Kim. "Tapi kudengar Phi Kinn sudah mengirimkan bawahannya untuk Ayah."

"Ya, mereka di sini bersamaku, memang sudah memilih memihak kita. Jadi, jangan khawatirkan lagi," kata Korn. "Soal Mario juga selesai. Kun mengurusnya saat transaksi masal. Pria itu pulang hanya membawa hal kecil."

"Aku mengerti."

Korn kemudian beranjak dari duduknya. Dia memandang laut Sisilia dengan hela napas panjang. "Soal Domenico dan orang-orangnya, Ayah agak terkejut dia selesaikan semuanya dalam waktu singkat," katanya. "Dia kuat, Nak. Serentetan orang mendukung di belakang sana. Dan harusnya kau tidak terlibat dengan masalah kami."

"Phi Jirayu juga mengatakan itu," kata Kim setelah jeda beberapa saat. "Tapi aku tidak tahu alasan mereka bertindak begitu jauh. Bisa Ayah katakan kenapa?"

Korn memandang awan-awan yang berarak di jauh sana dengan mata menerawang. "Ada beberapa fase dalam keluarga kita, Nak," katanya. "Aku dan Kun pernah kehilangan keluarga kita, dan itu disebabkan permusuhan sejak kakek buyut dengan pihak Torricelli."

Kim pun diam mendengarkan. "...."

"Hanya kami berdua yang bertahan, tapi kami masih muda waktu itu, maka wajar jika kami tidak tahu banyak," jelas Korn lagi. "Meskipun begitu, kami tetap marah besar karena pembantaian itu tidak bisa diampuni. Kakekmu, nenekmu, kerabatmu, saudari jauhmu ... semua disembelih di depan mata kami."

"...."

"Bahkan ada yang diperkosa di halaman rumah sebelum ditembak. Lalu rumah kami dibakar hingga menjadi debu."

Mungkin, jika ditanya siapa yang salah dan benar, Kim juga tidak bisa menyimpulkan. Ini seperti dendam yang berputar. Apalagi Korn juga jujur dirinya dan Kun balas dendam bersama setelah selang 7 tahun. Mereka datang ke Sisilia, lalu membantai balik keluarga Domenico yang dulunya mejadi pelaku. Seluruh keluarga lelaki itu pun meninggal, dan hanya tersisa dirinya bersama Allard Bassile, seorang anak yang sempat diangkat dari panti asuhan.

Keduanya masih kecil waktu itu, bocah. Mungkin baru 9-11 tahun, tapi bersembunyi entah dimana hingga bisa selamat juga.

Sekarang, keduanya telah dewasa. Namun, Korn tidak langsung membunuh Domenico dan Allard karena sempat ada hubungan baik dengan keluarga Mossimo, selaku yang mengasuh setelah mereka jadi sebatang kara.

Well, intinya Kim sekarang ikut menanggung urusan di masa lalu. Dan Korn yang sebelumnya mengawasi pergerakan mereka ikut hadir di Sisilia.

"Kau tahu, Nak? Mossimo memilih kita karena merasakan Domenico berkhianat. Dia juga melepaskan babi-babi kotor pemerintah, jadi kuanggap kau benar-benar paham siapa saja yang perlu dibantai saat ini."

"Aku paham, Ayah."

Bersambung ....

🤣 Kalian ngeri gak sih kalau Korn sama Kim udah ngobrol? Mereka tahu urusan satu sama lain walaupun kata-katanya biasa. Apalagi Kim bilang "Phi Kinn" cuma di depan ayahnya doang. Ha ha ha ha ha. Bangs*t kali adek satu ini.

(*) Btw, kisah permusuhan antara Theerapanyakul VS Keluarga Domenico yang akan aku tulis di bagian "Prekuel" [Kisah yang seharusnya diceritakan sebelum FF ini dibuat] nanti kalau udah tamat. Biar detail dan kalian tahu asal-usul kenapa Domenico sebenci itu sama Korn. Sekarang kilasannya aja biar cepet masuk perang.