"Menjadi langit yang maha luas ... bukan berarti tak pernah menangis."
[Laura Biel]

PORSCHE mengikuti langkah Mossimo untuk menemui Laura. Dia tidak mengatakan apapun kepada Kinn meski sang suami tampak kurang suka dengan tindakannya.
"Dimana dia?" tanya Porche yang tampak terburu-buru.
Mossimo pun membukakan pintu kamar mereka. "Laura sudah tidak apa-apa. Hanya saja memang namamu yang disebut-sebut sejak tadi."

Porche menemukan Laura yang duduk termenung di atas ranjang. Kedua lututnya dipeluk sendiri, dan tatapan matanya hanyalah kosong.
"Laura?"
Mossimo hanya berdiri di ambang pintu. Dia menoleh kepada Kinn yang berdiri di ujung lorong, tampak tidak mau masuk meski penasaran dengan apa yang terjadi di dalam.
Sang mafia Theerapanyakul itu membuang muka. Dia pura-pura sibuk dengan ponsel, apalagi saat Laura memeluk Porche dan membenamkan wajah pada dadanya.
Brugh!
"Dziękuję, Porche. Czy wszystko w porządku?" tanya Laura.
Tidak paham, Porche pun memandang Mossimo yang segera menerjemahkan. "Itu bahasa Polski. Dia bilang terima kasih dan apa kau baik-baik saja." (*)
(*) Sebutan lain bahasa Polandia. Tanah kelahiran Laura.

Porche pun bingung. Karena harusnya dia lah yang bertanya begitu. "Aku baik, sangat baik," katanya. Lalu mengelus rambut Laura perlahan. "Kau sendiri? Maaf kalau bantuanku terlambat."
"Aku bahkan sempat membohongimu soal Kinn dan Vegas."
Mossimo hanya menatap peristiwa itu dalam diam. Dia benar-benar menempatkan diri sebagai orang lain, seolah pertemuannya dengan Porche di bar pertama kali tak pernah terjadi.
"Aku ... yang harus meminta maaf," kata Laura dengan mendongakkan wajahnya. "Kau kubawa kemari dengan cara yang salah. Tapi aku ... tidak pernah berpikir untuk--"
"Hm, aku tahu," sela Porche. "Lagipula adikku sudah baik-baik saja. Kau tidak buat kesalahan serius."
"...."
Porche pun memandang kedua mata Laura lebih dalam. Dia melirik Mossimo sekilas, lalu Kinn yang mondar-mandir sambil menelpon seseorang di seberang sana. "Baiklah, Laura. Boleh aku tanya sesuatu?"

Laura tampak agak gelisah. "Apa."
"Apa yang kau sukai dariku," tanya Porche. Mereka saling menyelami mata lawannya, sementara Mossimo menyingkir sejak Porche mengatakannya. Sang mafia Sisilia bahkan menutup pintu untuk memberikan mereka privasi. "Dan, kenapa aku. Padahal Kinn bilang kau dulu suka padanya. Bahkan mengincarnya dengan cara--"
"Apa aku boleh tidak menjawab?" kata Laura sambil melepaskan pelukannya dari pinggang Porche. Lalu membuang muka. "Aku lelah perasaanku selalu dipertanyakan."
Jawaban yang di luar dugaan. Porche pun melirik pintu, meski tak melihat sang suami yang tertutup di baliknya. "Apa ini ada berhubungan dengan Mossimo?"

"Yeah ..." Laura tersenyum hambar sambil mengendikkan bahu. "Karana dulu, aku wanita Polandia biasa. Mossimo yang lebih dulu suka padaku, walau diawali dengan pemaksaan."
Porche sepertinya paham bagaimana alur kisah awal rumah tangga mereka. Sebab mafia memang begitu. Mereka hebat, tapi cenderung kesulitan menentukan pasangan yang sesuai dengan concern sekaligus peran apa yang akan dijalani setelah mereka jadi pasangan. Namun, sial ... sekali masuk dalam ranah mereka, sulit sekali untuk lepas setelahnya.

"...."
"Waktu itu banyak teman-teman yang mempertanyakan, kenapa aku setuju menikah dengan Mossimo. Karena siapapun tahu dia pria bangsat yang tak bisa dipercaya," kata Laura. "Ya, sampai aku sendiri melihat, ada banyak hal yang terjadi di depan mataku sendiri."
"Mungkin yang dimaksud Laura adalah bayi-bayi Mossimo," pikir Porche. "Atau lebih banyak hal yang tidak kutahu."
Laura lantas menoleh lagi kepada Porche. "Aku akui, setelah Kinn sekarang ketertarikanku ada padamu," katanya. "Namun, jika memang perasan ini muncul tanpa alasan, apa kau tetap ingin mempersulit dengan menuntut jawabannya dariku?"

Porche pun terpaku karena kata-kata Laura. Ini aneh, sungguh. Tapi Porche paham karena dia mencintai Kinn pun tanpa alasan.
Porche ingat hari-hari sebelum Kinn menikah dengannya. Porche kesetanan karena merasa kehidupannya terjajah oleh sang suami. Pikirannya, jiwanya, hatinya, tubuhnya ... semua bergerak di sekitar kepala keluarga Theerapanyakul itu.
"Jadi, aku harus apa sekarang?" tanya Porche. "Kau tahu Kinn dan aku sudah menikah, Laura--"
"Maka aku akan merebutmu."
DEG
"Apa?"

Laura memperjelas perkataannya. "Bukankah kau tahu kami mafia?" tanyanya. "Beginilah cara kami bekerja. Jika menginginkan sesuatu, pasti melakukan segala cara. Pertama, kalau bukan dengan bersuka rela, maka memang harus keterpaksaan."
Percaya atau tidak, bulu kuduk Porche sungguh berdiri karena ucapan wanita ini. "Itu artinya kau tidak menyerah?"
"Kata siapa aku menyerah?" Laura meremas ujung kemeja Porche lurus-lurus. "Lagipula, suamimu sekarang dekat sekali denganku. Jadi, aku hanya harus bertemu dengannya, membuat pertaruhan yang adil, dan yang pantas bisa mendapatkanmu."

Seketika, Porche pun merasa berada di tengah garda persaingan Laura dan Kinn. Sumpah, dia tak mau begitu, tetapi faktanya kini terjadi.
"Laura, tolong. Aku ini bukan barang yang bisa dihadiahkan," kata Porche tersinggung. "Lagipula aku punya kehidupanku sendiri. Semua sudah nyaris sempurna. Di rumah juga ada satu Namsie kecil yang menantiku pulang--"
"Apa menurutmu Kinn peduli awal bagaimana mendapatkanmu?" sela Laura. "Karena itulah aku juga begitu."
DEG
"Apa maksud dari perkataanmu?"
Mata Laura mendadak tergenang. "Jadi kau sungguh-sungguh tidak tahu kebenarannya?" katanya. "Padahal, hanya dengan menyuruh sedikit mata-mataku, semua informasi tentang kalian sudah terbuka."
Entah kenapa Porche jadi gelisah. Dia bahkan mengepalkan tangan tanpa sadar. Karena instingnya mengatakan ini ada hubungannya dengan pernikahan Kinn dengan dirinya.

"Katakan saja, Laura," pinta Porche. "Walau aku mungkin akan semakin sulit mempercayaimu."
"Kau yakin, Porche?" kata Laura. "Karena aku tentu bersedia, tapi kenapa tidak bertanya pada suamimu terlebih dahulu? Mungkin kau lebih percaya padanya."
Kepalan Porche gemetar. "Kumohon ...."
"Suamimu sebenarnya tidak sesuci yang kau pikirkan," kata Laura dengan tanpa berpaling. Hal yang menunjukkan dia serius, dan Porche juga tak melihat kebohongan dalam matanya. "Ha ha ha ... menolong adikmu setelah memperkosa di hotel? Siapa bilang Porchay Pacchara ter-bully? Adikmu itu dicelakai bodyguard-nya sendiri. Dari belakang, kaki Porchay berdarah dan matanya dibungkam. Jadi, bocah itu pun tidak tahu siapa pelaku sebenarnya." (*)
(*) Jika kalian lupa, gambar hotel di bawah ini ada di Bab 3. Pas Kinn memperkosa Porche pertama kali.

"Tidak mungkin, Laura. Kau hanya sedang memperalatku," kata Porche. Walau dalam hati dia percaya pada ucapan wanita ini.
"Oh, ya?" kata Laura dengan dengusan pelan. "Kinn itu sulit mendapatkanmu, Porche. Karena kau selalu menolaknya saat didekati pertama kali."
Porche pun menggeleng pelan. "Itu benar. Semua benar," batinnya. "Tapi tolong jangan lanjutkan--
"Dan Kinn, bersikap sok pahlawan sesaat. Lalu duduk di depan rumah kalian untuk mencari perhatianmu," kata Laura. "Pikirmu pasti, 'Oh ... lelaki jahat ini sudah menolong adikku. Dia ternyata tidak seburuk yang kupikirkan,' tapi terserah jika kau masih tidak memedulikan fakta yang kukatakan."


Porche pun duduk di sofa tunggal yang tak jauh dari ranjang Laura. Sebab mendadak kakinya lemas sekali.
Bagaimana pun, dia juga lelaki biasa sebelum menjadi pasangan resmi Kinn. Jadi, siapa yang menyangka sang suami pun pernah mengakalinya sejauh itu?
"Sekarang pikirkan saja," kata Laura. "Dan aku bisa tunjukkan buktinya jika mau, karena mata-mataku pun sudah menangkap bodyguard Kinn yang bertugas mencelakai adikmu."
"...."
"Apa kau pikir aku, Laura Biel ... akan setengah-setengah dalam mencari informasi jika sudah menyukai seseorang?" kata Laura tersinggung. "Kau terlalu meremehkanku, Porche."

Porche pun memandang raut sakit di wajah sang ratu mafia. Memang benar, ada bias traumatis di dalam bola matanya. Pipinya juga masih memiliki bekas luka lebam. So, Porche tak sanggup tuk memungkiri dia sedih karena Laura mendapatkannya kembali setelah bergerak menolong dia.
"Aku ini mencintaimu."
"...."
Suara Laura memelan. "Walau aku tahu ini sedikit keterlaluan ...." wanita itu lantas membenamkan wajahnya diantara kedua lengan.
Oh, lihatlah sepasang lututnya yang amat kecil. Kemungkinan, itu pun disebabkan kondisi kritis Laura beberapa hari ini dengan tanpa asupan yang cukup.

"Apa kalian sudah selesai bicara?" tanya Mossimo setelah tidak mendengar apapun dari celah pintu. Sambil mendorong kenop, lelaki itu tampak. Lebih-lebih Kinn yang ternyata berdiri di sebelahnya entah sejak kapan.
Kinn ...
Seketika, Porche pun memandang sang suami dengan tatapan berbeda. Dia kecewa, jujur saja. Walau tidak sampai di titik benci. Hanya saja, antara Kinn dan Laura, kini dia menatap sama. Tidak ada yang lebih diantara yang lain, meski situasi ini amat sangat susah dijelaskan oleh perasaannya sendiri.
"Ya, sudah cukup," kata Laura yang mendadak turun untuk mengenakan sandal lantainya. "Tapi sementara aku mandi dulu, Mossimo. Baru nanti terangkan padaku situasinya sedetail mungkin."
"Hm ...." sahut Mossimo sambil menghampiri Laura. Lelaki itu membantu istrinya berdiri tegak, walau langsung dihempaskan karena Laura bisa jalan sendiri.
"Dan jauhkan Vegas-Vegas itu dariku," kata Laura dengan raut bencinya. "Atau aku akan membantainya jika berani dekat denganku lagi."


Selamat sore pemirsa, Fox News kembali hadir di sela-sela aktivitas Anda, bersama saya Josh Hawley yang akan memberikan berita terbaru dan teraktual, 26 April 2018.
Pemirsa, sekitar pukul 6 pagi hari ini, terjadi banyak anomali di sudut kota Venezia. Banyak jet tempur yang berputar di atas sebuah mansion mewah, beberapa koloni yang saling bertarung, drone berjumlah ratusan, dan ledakan dimana-mana. Peristiwa ini diperhatikan oleh seluruh warga Venezia--
Pada pukul 5 sore di kamarnya, Kim pun mematikan televisi setelah mengecek berita viral tentang dirinya. Namun, sejak awal mansion Venezia tidak dibangun untuk menyimpan benda-benda pribadi sembarangan. Bangunan itu penuh dekorasi monoton, juga hal estetik daripada benda yang berbau hobi.
Dengan klona-klona yang meledak setelah mati, aparat jelas tetap kesulitan mencari bukti. Apalagi peristiwa sekentara itu baru terendus pemerintah sekarang. Jadi, mungkin ini memang saatnya Kim mengeluarkan klona dirinya sendiri, yang selama ini tersimpan di dalam lemari khusus.

"Hei, bangun," kata Kim. Lelaki itu meraih pipi salah satu dari 7 klona, lalu memandang matanya saat terbuka pertama kali. "Ini aku, Kim Theerapanyakul. Kau pasti mengenaliku siapa." (**)
Sang klona yang memakai baju serupa dengan Kim pun mengangguk pelan. "Saya paham," katanya. "Terima kasih, Tuan. Saya merasa tersanjung Anda mempercayai saya mulai hari ini."
"Hm," sahut Kim. Lalu merapikan kerah "Kim 002" yang agak miring. "Bagus. Sekarang kuberikan tugas pertama, dan kau tidak boleh mengacaukannya."
"Siap, Tuan," sahut "Kim 002" dengan postur tegaknya.

Mereka lantas saling berpandangan.
"Pertama, hadiri pesta ulang tahun si puteri konglomerat, lalu laporkan semua yang mencurigakan jika ada di sekitar," kata Kim.
"Baik, Tuan."
"Bagaimana pun, seseorang sedang menelusuri siapa pemilik asli mansionku, meski sudah kubuatkan beberapa dokumen palsu," kata Kim. "Apalagi sebagian saudaramu juga terkena masalah, paham? Jadi, ledakkan diri saja bila kemungkinan musuh berpotensi menangkapmu untuk penelitian."
DEG
"BAIK!" seru "Kim 002" sambil menggebuk dadanya. Dia tampak sedih, tapi juga bangga karena tugas ini sepertinya memiliki arti yang dalam untuk sang tuan.
"Yang terpenting, jangan katakan ini pada siapa pun," kata Kim. Entah salah lihat atau tidak, lelaki itu sempat menyeringai hampa saat menepuk bahu si klona. "Karena aku akan pergi segera. Membawanya. Dan harusnya tetap kutemukan cara merebut aksesnya kembali."
Si klona pun mengangguk untuk menguatkan. "Anda pasti sangat-sangat bisa," katanya. "Saya juga akan usahakan yang terbaik nanti."
"Bagus ...."
Walau Kim tidak menyangka, si klona mendadak mundur, membungkuk, bahkan menahan posisinya demi meminta hal remeh. "Anu, Tuan Kim ... boleh Anda kupanggil "Ayah" jika benar-benar akan langsung musnah?" Bibirnya membentuk senyuman tipis. "Karena--entahlah ... aku hanya ingin merasa kita cukup dekat, meski tidak bisa melihat hal itu di masa depan."
Bersambung ....
(**) Sejak klona terlahir/membuka mata pertama kali, otomatis data-data penting yang disimpan semua klona seserver akan ikut terbagi dengannya. Makanya, Kim bisa langsung nanya: "Kau pasti mengenaliku siapa."
NB:
1) Klona seserver adalah klona yang dikendalikan dalam 1 akses (masih di bawah Kim, bukan yang berkhianat).
2) Saya sengaja bikin Kinn kelihatan brengseknya sekarang. Karena FF ini ditulis mendekati real gimana peran mafia waktu jatuh cinta dan dapetin pasangannya. Biar persaingan Kinn dan Laura adil. Karena gak ada mafia yang suci. This is not fairytale, guys. Bukan tipe cerita yang bikin kalian haha hihi sebelum tidur dan mimpi indah 🤡 karena proses menuju bahagia itu susah. Dan hanya yang kuat yang menang di akhir.