Chapter 93 - BAB 83

Review Tergemas 😘



Oghey ... selamat membaca kelanjutannya!! 🔥

____________________________________



Seperti yang dikatakan Kim, memang ada bangsal peristirahatan lain di ruangan itu. Dan dilihat dari barang-barangnya, ruang yang Kinn dan Porche temukan adalah milik Ken. Sebab lelaki itu juga mencintai Tawan, dan memajang beberapa fotonya di figura-figura kecil.

"Aku sepertinya pernah melihat foto yang ini entah dimana," batin Porche. Dia tidak berkedip melihat potret tersebut, hingga Kinn merebutnya agar diletakkan kembali. "Hei--"

"Sudah cukup melihat-lihatnya," tegur Kinn. "Kau tahu dia hanya masa laluku."



Mereka pun saling berpandangan. "Aku begini bukan karena cemburu," kata Porche. "Walau kuakui dia memanglah tampan ...." suaranya memelan di akhir.

"...."

Tak tahan dengan tatapan judgmental Kinn, Porche pun mengangkat dagu. "Memangnya kenapa kalau melihat? Kau pikir aku akan menyukainya?"

Kinn langsung pening mendengar kalimat-kalimat itu. "Argh, lupakan. Bisa jangan bahas Tawan lagi?" katanya. Lalu menarik Porche agar duduk di tepi ranjang bersamanya.

"Apa alasanmu melarangku? Jangan-jangan kau sendiri yang masih bernostalgia," dengus Porche. "Jika iya, aku akan menyuruh Namsie memecatmu menjadi ayah. Hmph, awas saja kalau sampai berani."

"Porche ... tolonglah ...." kata Kinn.

"Tidakkah kau sendiri lelah? Sejak kemarin yang kita lalui seperti tak nyata."



Porche pun merebahkan diri, tapi dia miring memunggungi sang suami. "Kau tahu? Sebenarnya aku kepikiran soal lelaki itu," katanya. "Bukan hanya satu dua, tapi banyak hal sekaligus ...."

"Apa?"

"Tawan. Aku masih akan tetap bicara soal dia meski kau tak akan tahan," kata Porche keras kepala. "Karena kupikir, saat kita bertemu, aku akan sangat kesal padanya."

Kinn pun menoleh untuk melihat punggung kaku Porche Pacchara. "...."

"Aku membayangkan dia akan kaget melihat kita, terus ada pertengkaran heboh, tapi setelah kita bicara ... kusadari aku sendiri lah yang mendramatisir," kata Porche lantas tertawa bodoh. "Ha ha ... aku ini kenapa sih? Ini kan bukan drama Korea. Lagipula, andai Tawan mampu ingat semuanya, Kim pasti takkan melepaskannya begitu mudah. Ya ampun ...."

Kinn pun hanya mendengarkan semuanya dalam diam.

"Faktanya, dia itu sudah lama mati ...." desah Porche dengan suara memelan. "Bukankah lebih wajar jika aku tidak terlalu keras padanya? Bicara saja tak bisa, mana mungkin sanggup merebutmu dariku? Aku ini benar-benar sangat tolol ...."



Tiba-tiba, Kinn pun merinding mendengar pengakuan tersebut. "Hei, Porche ...." dia sempat menyentuh bahu Porche, tapi lelaki itu menampik sambil mendengus jengkel.

"Dan lagi, setelah dipikir-pikir ulang, yang tolol ternyata bukan hanya aku," kata Porche sambil tertawa. "Tapi kau, Kinn. Karena dari sekian foto Tawan yang kulihat, aku tidak menemukan satu pun kalian bersamanya."

DEG

"Apa?"

"Atau setidaknya, yang terlihat seperti diambil olehmu?" kata Porche. "Karena sudut-sudut pandangnya ... di game center, di taman, di pantai, di bioskop, atau saat dia termenung seorang diri--ha ha ha ... mustahil kau menemaninya ke tempat-tempat seperti itu."







Buktinya, waktu melihat semua foto tersebut, aku yakin kau pun baru menemukannya pertama kali.

Tanpa sadar, Kinn pun meremas seprai harum yang didudukinya. Sebab perkataan Porche benar adanya.

"Kau kan bukan tipe yang suka keluar untuk santai-santai?" kata Porche. Nyatanya, untuk bulan madu saja Kinn masih menundanya hingga sekarang. "Sampai aku sangat penasaran ... sebenarnya, kau dulu suka sungguhan atau tidak padanya?"

"Tunggu, kalau soal itu--"

"Tidak, aku yakin," sela Porche tanpa peduli. "Karena saat kau membawaku pulang pertama kali, para bodyguard bilang soal Tawan yang hubungannya paling lama denganmu."

"...."



"Tapi aneh, Kinn. Kenapa kalian lama tidak menuju ke pernikahan?" kata Porche. "Walau aku tahu kau mempersiapkannya. Tawan itu sering tidak bersamamu. Jadi kutebak ... kalian hanya bertemu untuk seks, mengobrol random entah apa, lalu kau sering menelantarkannya."

Entah kenapa, sejak intelegensi Porche meningkat, Kinn merasa obrolan mereka seringkali jadi menyebalkan.

"Aku tidak menelantarkannya," kata Kinn. Masih berusaha membela diri. "Tapi dia bersamaku saat aku baru memimpin keluarga utama. Ada banyak hal yang harus kutahu, kulakukan, dan kupelajari di luar sana. Kau pikir semuanya mudah ditangani sekaligus? Lagipula dia tidak pernah mempermasalahkannya."

"Oh, ya?" kata Porche dengan kekehan sinisnya. "Tapi tidak mempermasalahkan bukan berarti tidak peduli. Tidakkah kau berpikir dia tertekan selama kalian bersama?"

Di titik ini, Kinn seperti dibanting untuk kedua kali. Kemarin oleh sang adik bungsu, sekarang pasangannya sendiri. Mereka berdua kompak menyalahkan Kinn, tak peduli bagaimana situasinya.

"Aku sudah minta maaf kemarin," kata Kinn pada akhirnya. "Kepada Kim, dan nanti kepada Tawan. Atau kapan pun dia bisa memahami perkataanku ...."



"..."

"Aku juga bersyukur dia kembali, Porche. Tapi kau tidak perlu mengingatkanku untuk tahu diri," kata Kinn. "Bagaimana pun, dulu memang Kim yang sering menemaninya saat aku tak bisa, atau Ken yang kuperintah menjaganya jika ingin ke tempat jauh ..."

"...."

"Aku tahu aku keliru," kata Kinn yang jiwa, hati, dan tenaganya sudah terkuras habis. "Jadi, biar aku menebus kesalahanku di lain hari. Aku ini benar-benar minta maaf ...."

Lama-lama, Porche pun merasa tak enak hati. Dia tergerak perlahan dari ranjangnya, membalik badan, lalu memeluk sang suami yang sudah memijit kening.

"Kinn?" tanya Porche. Mendadak bahu Kinn gemetar pelan. Dia tak menyangka lelaki itu menangis, walau Porche tak mampu melihat bagaimana air matanya mengalir perlahan. "Kinn? Oke, aku yang harus meminta maaf ...." pintanya. "Apa aku terlalu keras padamu? Bagaimana pun aku juga tak tahu yang kau hadapi ketika itu. Maaf ...."

Kinn pun balas memeluk Porche sebelum tremor di tubuhnya semakin parah. Jujur, dia sekarang butuh sandaran, dan masih bahagia karena sosok ini menetap ada semarah apapun dirinya.

"Ya ...." kata Kinn. Lalu memeluk semakin erat. Mereka bertahan di posisi itu beberapa saat. Saling menguatkan. Saling menghangatkan. Sebelum Porche mengatakan isi pikirannya.

"Ngomong-ngomong, Kinn ...."

"Hm?"



"Apa kau melihat cara Kim mengatur klona-nya tadi?" kata Porche. "Sebetulnya aku pernah mendapatkan akses juga. Maksudku, bisa meminta ini itu kepada sistemnya."

Kinn menurut saja saat Porche mengusap air mata dari wajahnya. "Dengan cara bagaimana?"

"Pertama, aku mengalahkan klona "Jirayu 007," kata Porche. "Dan hadiahnya mendapatkan akses penuh. Maksudku, aku benar-benar bisa seperti Kim. Mengatur semua klona-nya. Tapi sayang hanya sebentar. Dan langsung kugunakan untuk selamatkan Laura yang ada di laboratoriumnya."

Kinn pun berusaha memahami, meski dia tidak benar-benar sanggup membayangkan bagaimana kejadiannya. "Lalu?"



"Jadi, ada akses "penuh" dan "terbatas," terang Porche. "Pas aku bangun dari pingsan di rumah Kim, aksesku sudah berubah jadi terbatas. Yang artinya aku hanya bisa mengatur hal remeh, atau yang diizinkan Kim saja. Misal untuk perlindungan ...."

"Jadi dia semua yang menentukan apa saja yang bisa kau pakai, " kata Kinn.

"Ya, kurang lebih."

Lelah duduk, Porche menarik Kinn untuk berbaring sambil bicara santai. Mereka saling berhadap-hadapan. Tampak sama-sama penat, tapi juga tidak mau membuang waktu.

"Dan sekarang kau tak bisa menggunakannya sedikit pun," kata Kinn. Meskipun rautnya agak kecewa, lelaki itu tetap tersenyum karena Porche sudah melakukan usaha terbaik yang bisa dilakukan.

"Ya, karena Kim kehilangan rasa percaya padaku," kata Porche. "Jadi, bisa disimpulkan kalau kemampuan akses ini bisa direbut."

DEG

"Apa? Tunggu, maksudmu itu--"

"Benar. Memang dengan cara membunuhnya," sela Porche tegas. "Itu kalau mau cara kasar."



Kinn pun terdiam. Mana mungkin dia melakukannya? Hubungan Kim dengannya kini sudah membaik, dan sang adik bisa diajak kompromi.

"Tidak, tidak--"

"Aku juga tidak ingin melakukannya," sela Porche sekali lagi. "Jadi, jangan salah paham, Kinn. Pembicaraan ini hanya agar kau tahu ada kemungkinan saja. Semisal, jika suatu hari ada hal yang di luar kendali."

"Oke."

Porche pun tersenyum tipis melihat kegelisahan di mata suaminya. Bukankah itu pertanda Kinn masih peduli adiknya? Lelaki itu tak pernah bisa benar-benar membenci.

"Tapi, dari situ kita tahu ... bahwa pemilik akses utama bisa dipegang beberapa orang. Dan selain dengan merebut, kita juga bisa dapat itu misal dapatkan izin darinya," cengir Porche.

Kinn meremas pinggul Porche tanpa sadar. "Apa tidak bisa dengan membunuh yang lain?" katanya. "Misal jangan adikku. Misal klona siapa lah. Seperti yang kau lakukan waktu itu."



Porche pun menggeleng pelan. "Sayang sekali tak bisa," katanya. "Karena terakhir kali aku mengecek, sekarang pemegang akses utama hanya Kim saja."

Kinn pun mengatupkan bibirnya.

"Oh, dan Tawan," kata Porche. "Meski aku sendiri sulit percaya, Tawan memang diberikan akses penuh bahkan sejak dia masihlah mayat."

"...."

Porche pun tersenyum manis. "Tidakkah itu luar biasa?" tanyanya. "Sekarang kau tahu lelaki itu berada di tangan yang tepat, Kinn."

"Baiklah," kata Kinn. Yang akhirnya bisa mempercayai Kim untuk menjaga Tawan mulai sekarang.

"Ah, tapi aku juga penasaran ..." kata Porche. ".... mengapa meski projek klona ini bersama Ken dan Jirayu, Kim sekarang tidak memberikan akses penuh lagi kepada mereka."

Kinn pun tertegun. Pendapat Porche ada benarnya juga. Sayang, sebelum dia menanggapi, seorang pelayan klona mengetuk pintu bangsal mereka.

"Halo, Tuan Kinn, Tuan Porche ..." katanya. "Maaf mengganggu sebentar, tapi Anda berdua diminta Tuan untuk segera bersiap. Kita akan pindah ke Lokasi 3 dalam waktu 10 menit."



Bersambung ...

Bab depan Kinn, Porche, Kim, Vegas, Pete, Mossimo, Laura, Ken, dan Jirayu makan satu meja 🤗 Yang akur ya kalian.