Chapter 74 - BAB 66

"Memang sejauh apa penjagaan sistem ini bisa dikendalikan?" Setelah beberapa saat, Porche mulai berpikir sambil mengelus kaki yang masih sakit. "Aku harus cari cara agar mereka membuka pintu."

Di sekitar, memang tak ada satu pun perabotan yang bisa digunakan senjata. Meskipun begitu, dikurung bukan berarti menghentikan Porche membuat yang khusus untuknya.

BRAKH!

Sambil menatap CCTV di pojokan kamar, Porche pun membanting kursi ke dinding. Dia mengabaikan peringatan sistem yang mengganggu, lalu terus menghancurkan benda itu.

BRAKH! BRAKH!

[Peringatan! Peringatan--]

Walhasil, suara sistem jadi kalah dengan kegarangannya saat membanting-banting. Dia seret kursi itu ke dinding, dia patahkan kaki-kakinya, lalu mencabut satu yang terpanjang untuk dilempar ke CCTV.

PRAAAAAANGGGG!! BRAKH!

"Rasakan itu ...." desah Porche kesal. Dia terengah-engah, tetapi langsung bersiap di balik pintu saat suara-suara langkah kaki mendekat. Takkan kubiarkan kalian menggampari suamiku begitu saja, paham?

KACRAK! KACRAK! KACRAK!

Mendadak, ada suara kasar yang menyela semua klona. "HEI, BERHENTI!"

"Apa--"

Prakh!

"Jangan dibuka pintunya! Biar!" bentak si klona yang tegas. "Tuan bilang dia tidak boleh keluar!"

Sesuai prediksi Porche, kini mulai terdengar perdebatan di luar sana.

"Tapi, kita tidak tahu apa yang sedang terjadi!" bantah si klona satunya. "Dia baru saja merusakkan CCTV!"

"Ya! Dan Tuan bilang dia tidak boleh bunuh diri!"

Dada Porche semakin berat saat jeda sesaat terjadi.

"Baiklah, buka ...."

DEG

Begitu pintu dibuka perlahan, Porche pun langsung menghambur keluar dengan lompatan.

"HIAAAH!"

BRAKHHHHHHH!!!

Dua kaki kursinya dihantamkan ke kepala seorang klona.

Crasssssh!

Saat darah bermuncratan keluar, Porche terlalu murka untuk melihat apapun di hadapannya. Tubuhnya memutar begitu cepat, lalu menendang dada klona terdekat hingga mereka mundur tertatih-tatih.

"HEI!"

KACRAK!

Porche tahu, meski membawa laras-laras yang mematikan, para klona masih berpikir dua kali untuk menyerang. Bagaimana pun, Kim mengatur sistem agar mereka tidak sampai benar-benar membunuhnya, dan itu fatal sekali.

Ha ha ha .., kenapa hal ini tidak bisa kupikirkan sejak tadi?!

Porche jadi merasa jengkel sekali!

"HIIAAAHHHH!!!"

BRUAKKHHH!!

Tak ada ampun untuk para klona itu. Dia menyikut satu yang nyaris mencekik dari belakang, lalu menendang klona depan yang merangsek maju dengan lompatan mirip dirinya.

DUAKHH!!

"Shit!"

Porche pun terlempar ke guci keramik hingga hancur berkeping-keping. Namun, seperti dirinya yang sangat marah, si klona pelaku juga cepat datang dengan jambakan kaus, menghajarnya, lalu melemparnya lagi meski telah terbatuk darah.

BRAKKH!

"ARRRGHH! Uhuk-uhuk ... uhuk-uhuk ... ugh ... hahh ... hahh ...." desah Porche sambil menepuk dadanya. Dia pikir, kerusakan jantung akan membuatnya cepat mati di tempat itu, tapi aneh. Dia justru tidak kenapa-napa.

"Benar-benar tak tahu diuntung ..." desis si klona kesal. "Tidak bisa hah membuat tugas kita menjadi mudah? Kau itu hanya akan dikerangkeng hingga besok!"

Porche dilempar lagi hingga punggungnya menabrak dinding. Dia meludah darah, "Cuih! Kau pikir aku mau menunggu besok sampai suamiku mati?! Kalian melakukan apa saja padanya?!!"

Meski dalam posisi terduduk, Porche tetap membuat keonaran. Dia sengaja menggelincirkan punggung ke lantai hingga bergeser secepat angin. Dijambaknya suit si klona dari bawah, lalu dibantingnya hingga dia sendiri sanggup berdiri--

.... sambil membawa pistol curian dari belakang celana si klona.

KACRAK!!

"BERHENTI!!" bentak Porche dengan urat-urat leher yang keluar. Kedua matanya nyalang, kesal, dan melupakan dua kaki kursi yang sudah hilang entah kemana. "Berhenti atau aku melakukan ini ...." katanya. Kemudian menodong kepalanya sendiri dengan senjata.

KACRAK!!

"HEI, SINTING! KAU YANG HARUSNYA BERHENTI!!" bentak si klona yang membidik bahu Porche dari lantai 2. Senjata kaliber 47 dengan lensa juga lengkap laser merah yang menyala.

Membidik dadanya.

"...."

"Kau pikir aku peduli aturan?!" kata si klona jengkel. "Lebih baik mati membunuhmu daripada lepas dari pengawasan!"

"Oh, ya?" balas Porche dengan seringai kecilnya. Dia mengangkat tangan perlahan. "Hmmm ... baiklah, baik. Aku menyerah. Aku menyerah."

Namun, dia juga mundur-mundur perlahan hingga mencapai lift yang terbuka di belakang sana.

DORRRRRR!!

"Tapi, maaf saja. Sampai jumpa lain jika ada kesempatan, Kawan ...."

"HEIIII!!!"

BRAKHH!!!

Secepat peluru melontar, secepat itu pula Porche sengaja membanting diri ke dalam. Dia balas menembak berkali-kali. Berguling untuk menghindari amunisi, hingga segalanya aman setelah lift menutup sempurna.

SRAAAAAAAAKKHH!!

"Hahhh ... hahh ... hahh ... hahh ...."

Demi dewa, demi Tuhan, atau demi siapa saja lah! Porche sungguh merasa beruntung bisa melewati para klona itu meski separuh melarikan diri.

Dia pun memandang langit-langit lift yang bercahaya hangat. Rasanya tenang. Rasanya lega. Namun, Porche baru mengernyitkan kening saat menyadari sesuatu.

"Hei, bukankah aku dalam rumah 2 lantai saja? Untuk apa lift tersedia di tempat ini?"

Tatapan matanya lantas bergulir ke angka lantai yang tertera: 23. Dan itu adalah yang tertinggi sebelum terus meluncur turun.

Merosot.

Secepat angin.

Porche baru berteriak setelah menyadari dia terjun ke ruangan bawah tanah yang terkubur di dalam bangunan.

"AAAAAAAAAAAAAAA!!!"

GRAKKK!!!

Lebih-lebih kala tiba-tiba lampu tempat itu mati.

Pats!

[Peringatan! Peringatan! Pemberhentian lift telah berhasil! Target bisa dijemput dalam waktu

5 detik]

[....5]

[....4]

[....3]

[....2]

[1]

SREEEEEEKKKHH!!

Segera setelah pintu lift terbuka, Kim dengan 3 baris klona di belakangnya menatap tajam.

"Sudah puas dengan jalan-jalannya?" tanya Kim. Lantas menodongkan senjata. "Aku mulai berpikir tidak perlu ada pesta saja."

KACRAK!

.

.

.

20 menit sebelumnya ....

Kim duduk di sebelah kotak kaca itu. Dia menatap lega pada tubuh Tawan yang makin segar, juga laporan kondisi sel-sel tubuhnya yang tetap stabil. Rasanya, tiap kali monitor menunjukkan pengikatan enzim yang meninggi, Kim seperti diberi kejutan heboh.

"Aku mungkin harus memperbarui kotak kacamu," gumam Kim. "Mungkin dengan suhu yang lebih hangat? Kulitmu harus banyak-banyak menyerap sel yang kuberikan." (*)

(*) Cytotheraphy: disebut juga terapi sel punca/stem cell, yaitu pasien diinjeksikan sel-sel hidup untuk mengobati kelumpuhan syaraf, otak, dan infertilitas. Asalnya dari China. Sempat dilakukan praktik penyuntikan sel-sel hewan pada abad 19, tapi tidak menunjukkan hasil. Kemudian pada abad 20, praktik mulai dilakukan dengan menggunakan sel-sel manusia untuk mengetahui tingkat penolakan pada organ tranplatasi.

Keberhasilan terapi ini paling lama bertahan hingga 18 tahun.

Dahulu, ketika Kim melihat potensi besar pada laboratorium AI Laura yang diinformasikan oleh Ken dan Jirayu, dia merasa sedikit sangsi. Bagaimana pun, kehidupan tubuh Tawan tidak mungkin selamanya utuh. Dia akan membusuk dalam hitungan minggu, bahkan hari ...

Namun, meski keputusan untuk menjaga tubuh Tawan sempat ditolak hati nuraninya sendiri, Kim tetap ingin mencobanya. Dia melepas segala pemikiran aristokrat, harapan yang mudah pupus, atau hal yang sejenis. Karena semua itu jelas takkan membawa Tawan kembali padanya.

"Jirayu akan membawakannya segera," bisik Kim. "Dan aku akan menyuruhnya mempercepat pengerjaan benda itu jika bisa."

Selama 8 tahun, tak peduli berapa ratus liter darah yang telah Kim gunakan. Atau berapa mayat segar yang dia beli untuk mentranplantasikan ulang organ-organ baru untuk Tawan. Dia akan melakukannya.

Setiap detik, setiap menit. Jika Kim tengah ada di luar melakukan konser atau semacamnya, dia akan membuat seluruh klona siaga dengan kondisi lelaki ini.

________

Hiduplah ... hiduplah ....

_______

Dan meskipun penelitian tentang menghidupkan manusia amatlah tabu, tak ada yang bisa menghentikan Kim melakukan sesuatu. Bahkan dirinya sendiri.

Terkadang, saat kondisi Tawan menurun tiba-tiba, Kim langsung tidak bisa meninggalkan sisinya. Dia akan memonitor Tawan secara langsung. Terjaga setiap detik, atau tertidur di sisinya hanya jika terlupa.

Mungkin ... beberapa lagu juga lahir dari peristiwa itu, sehingga siapapun tak ada yang tahu. Kim sempat merasakan emosi yang amat berat hingga dia muncul lagi dengan karya-karya yang baru.

Drrrrt ... drrrrt ... drrtt ....

Mendadak, ponsel Kim berdering dari sakunya. Ada nomor Jirayu di sana. Sosok yang dulunya hanya dokter koas, kini menjadi "anjing" pekerja yang paling baik di sisinya.

"Ya, Phi?" tanya Kim. Meski obrolan fokus pada Jirayu, kedua matanya tetap menikmati pemandangan tenang wajah Tawan yang hanya seperti tidur.

"Apa kau sudah bulat dengan keputusanmu?" tanya Jirayu dari seberang sana. Lelaki itu tengah di ruangan rahasia laboratorium Laura untuk mengerjakan kotak kaca baru yang Kim inginkan.

Kim diam sejenak. "Ya."

"Jadi, kalau situasinya tak memungkinkan, kau benar-benar akan meninggalkan Phi-mu ini?" tanya Jirayu sekali lagi.

Kim samasekali tak goyah dengan ucapan itu. "Aku sudah sedekat ini," katanya. "Kinn dan istrinya ada di tanganku sekarang."

"Oh ...." desah Jirayu dengan senyuman kecil. "Baiklah. Tak masalah," katanya sembari menyusun kabel-kabel tipis untuk menyempurnakan kotak kaca itu. "Lalu bagaimana dengan si mafia Italia? Kau akan mengajaknya pesta juga?"

"Tentu, hanya saja ada sedikit pengganggu," kata Kim. Tangannya terkepal sebentar saat ingat laporan tentang Vegas yang sudah ada di Regio Di Calabria sekarang. "Jadi, biarkan aku selesaikan soal dia dulu."

"Hm." Jirayu mengangguk pelan. "Atau kau mau mempercepat prosesnya? Aku bisa bergabung dengan mereka setelah ini."

"Tidak, tidak perlu. Kau antarkan saja benda itu kemari."

"Baiklah."

"Aku harus tahu apa perubahan yang kau buat secepat mungkin. "

Jirayu terdengar menghela napas panjang. "Oke," katanya. "Tapi tak perlu khawatir. Laura itu sudah "sakit". Dia takkan bertahan lama jika memforsir diri. Tinggal tunggu saja tanggal mainnya."

"Hmph, kau pikir aku percaya!? "

Jirayu hanya terkekeh pelan. "Tentu, karena aku sudah meracik obatnya selama bertahun-tahun."

Kim pun terdiam lama. "Oke."

Begitu sambungan telepon berakhir, Kim membukakan pintu untuk Ken untuk masuk ke dalam. Lelaki itu benar-benar berpenampilan rapi seperti yang dia katakan. "Masuk," katanya. Walau masih jengkel dengan peristiwa pada hari pernikahan sang kakak. Karena bukannya ikut rencana, Ken justru menggagalkan bom di pusat tempat makan Kinn dan Porche.

Bagaimana bisa Kim tidak meringkusnya secara langsung?

"Kau tahu, Kim?" kata Ken setelah memandangi raut Tawan di dalam kotak. "Aku mulai berpikir yang kita lakukan adalah sia-sia saja."

Suara Kim justru meninggi. "Lalu?"

"Sebenarnya sudah agak lama juga," kata Ken. "Tapi, aku masih menahan diri agar tak menyinggungmu."

"Oh, jadi kau mau berhenti," kata Kim sembari memperbaiki posisi selang yang dipakai Tawan. "Tak masalah. Asal kau tidak menggangguku saja di masa depan. Aku bisa melakukannya sendiri."

Mayat Tawan memang tak bisa selalu dibawa keluar. Setelah empat hingga lima hari, dia harus kembali ke dalam kaca. Semua agar sel-sel yang ditanamkan tidak rusak dengan cepat, atau justru membuatnya mengirut beku. Butuh waktu sekitar 42 jam untuk dia meregenerasi cepat di tempat itu. Karena itulah, tak ada yang boleh mengganggunya dari sana, atau prosesnya bisa gagal di tengah jalan.

"Apa kau akan benar-benar membunuh Tuan Kinn?" tanya Ken memastikan.

Kim justru membalas perkataannya. "Kau sendiri, apa akan menghentikanku lagi?" Dia mendengus pelan. "Jika ya. Maka aku juga takkan menahan diri nantinya."

KACRAK!!

Ditodong, justru menoleh padanya dengan senyuman. "Tidakkah lebih mudah jika kita merelakan?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca. "Aku sudah lelah sekali, Kim."

"...."

"Jadi, tak masalah. Aku sudah memafkan Tuan Kinn," kata Ken. "Dan meski kau menembakku sekarang, maka aku takkan menahanmu lagi."

"Aku ini bukan kau," kata Kim dengan suara dinginnya. "Dan aku takkan memaafkan siapapun kecuali orang itu bisa menghidupkannya di depan mataku."

Ken pun terpejam saat moncong pistol itu menatap lurus ke depan keningnya. Dia tenang. Dia lega. Dia sudah tak berharap apa-apa lagi karena situasi ini terlalu kacau. "Lakukan," katanya sepelan angin. "Dan kuharap, kau benar-benar menemukan apa yang kau cari selama ini."

Dipungkiri tidak dipungkiri, jemari Kim agar ragu saat akan menarik pelatuk pistolnya.

Bagaimana pun, Ken adalah satu-satunya yang tampak begitu stress karena kematian Tawan selain dirinya. Pria itu juga yang menggendong Tawan keluar dari ruang pembakaran. Saat dirinya masih kecil dan belum sekuat itu, Ken benar-benar membantunya membangun segalanya sedari awal.

"Baik, bersiap saja--"

[PERINGATAN! PERINGATAN! PENGAKSES TERBATAS DALAM PERLINDUNGAN MENUNJUKKAN USAHA PEMBERONTAKAN! ]

Tiba-tiba, suara sistem muncul diantara mereka berdua.

Disusul 4 video CCTV kamar Porche sebelum digampar oleh kaki-kaki kursi. "Rasakan itu ...." Gerakan bibir Porche bahkan begitu jelas.

Seketika, hal itu pun membuat Kim murka tanpa tapi.

BRAKH!

"BRENGSEK!" maki Kim sembari menghambur keluar. "KEN! KAU IKUT AKU!" perintahnya. "DAN SURUH ANJINGKU MENYUSUL VEGAS SEKARANG JUGA!"

.

.

.

.

"Tidak, kematian singkat terlalu cepat dan mudah untukmu," kata Kim beberapa menit lalu. Dia pun memasukkan pistol kembali, lalu menghajar Porche dengan kakinya.

BUAGHHHH!!

"KIM!"

Para klona juga bertindak reflektif. Mereka langsung memberangus lengan-lengan Porche dan melucuti senjatanya agar Kim meninjunya lebih mudah.

BUAGHH!

BUAGHH!

BUAGHH!

"Ahhhkk---uhookkkh!"

Namun, apapun pukulan sangat adik ipar, tatapan Porche tetaplah nyalang. Dia justru seperti orang ketagihan, hingga Kim makin jengkel tiap kali tawanya terdengar.

"Lagi ...." desis Porche dengan gigi-gigi yang sudah terhias darah. "Aku masih mau, Kim--"

Bughh! Bughh!

Hal itu terus berlanjut hingga Kim puas dan Porche kesulitan untuk bergerak. Sang kakak ipar begitu Lemas. Dia sampai malas membuka mata, kemudian merosot ambruk di lantai dengan napas yang ribut. Meskipun begitu, anehnya hal ini tidak mengobati rasa sakit Kim sedikit pun. Apalagi Porche tetap tertawa terbahak-bahak, hingga dirinya sendiri yang menyeret sang kakak ipar masuk ke dalam lift.

BRUGH!

"Gila ...." maki Kim. Lalu memencet angka lift turun ke penjara bawah tanah segera. "Mungkin aku harus melemparmu ke Kinn agar tak ada yang bisa tertawa seperti itu lagi di depan mataku."

Bersambung ....

Chapter Kemarin Terbukti Makin Banyak Yang Overthinking. Dan yang satu ini termasuk tajam firasatnya:

Di "Intermezzo" dulu, udah aku konfirmasi. FF ini "Happy Ending" gak peduli apapun konfliknya atau berapa ratus bab-nya. Itu kalau kalian sabar ngikutin, ya 😊 Semoga aja.

Karena gak ada yang bener-bener jahat di FF ini. Baik Kinn, Kim, Mossimo, Laura, bahkan Porche adalah keluarga mafia yang gak segan-segan melakukan kejahatan untuk punya alasan masing-masing. (Kalau kalian pernah nonton "The Fast And Furious 1-9" itu menggambarkan kehidupan para pebalap mobil ilegal yang hidup terlunta-lunta bahkan rata-rata kriminal besar. Tapi, Dominic, Bryan O'Connor dan lain-lain tetep dibela oleh penonton. Karena mereka tokoh utamanya). So, ini emang FF dari sudut pandang penjahat. Makanya, di tag FF aku kasih "Villain Protagonist"

Terima kasih telah membaca!