⚠️WARNING⚠️
BAB INI MENGANDUNG KEKERASAN DAN MUNGKIN AKAN MENYEBABKAN BEBERAPA PIHAK TIDAK NYAMAN. MOHON BIJAK MEMILIH BACAAN. TERIMA KASIH.

Sejak Kim meninggalkannya dalam kurungan, Kinn tidak bisa santai samasekali. Dia duduk, berbaring, mondar-mandir ... mencoba mencari cara bagaimana keluar, tetapi sistem membuatnya mengerti:
[Maaf, Anda tidak tercantum dalam daftar target yang dibebaskan. Selamat beristirahat. Semoga Anda bermimpi indah ☺️]
Itu pun setelah Kinn meninju besi beberapa kali.
BRAKKH!
"Mimpi indah kepalamu!" maki Kinn sambil melemparkan sepatunya kesal. Dia duduk kembali. Bersandar seperti orang tak berguna dan bertanya-tanya kapan Vegas akan menyadari dirinya tak bisa dihubungi.
Tiba-tiba ada bunyi gedebuk riuh di lorong penjara yang dia tempati.
"JALAN!"
BRUUGGHH!!
Itu adalah Porche. Lelaki tercintanya diseret Kim dalam keadaan babak belur, bahkan sudah ambruk di depan pintu lift sebelum Kinn beranjak dari duduknya.
"Porche!"
Kim menembak berkali-kali ke arah jeruji besi.
DORR! DORR! DORR!
Kinn pun mundur karena tembakan random di bahu dan lengannya. Dia merasakan pedih teramat sangat, tetapi semua nyaris tidak terasa.

"Arrrghhh ... arrh ...." keluh Porche yang rambutnya dijambak dari belakang. Padahal, posisi lelaki itu sudah telungkup di atas kotornya lantai. Namun, Kim mengeluarkan pisau dari saku celana, lalu mendekatkannya ke wajah Porche.
"PORCHE! HEI, KIM--JANGAN!" bentak Kinn dengan jantung berdebar kencang. Kedua matanya menyala marah. Lebih-lebih saat Kim menyeringai penuh kemenangan di depannya.
"Bukankah kau sudah melihat seberapa bagus ukiranku di wajah mereka?" tanya Kim. Langsung mengingatkan sang mafia dengan foto-foto semua lelaki di dinding.
DEG
"KIIIIM!"
"Assshhhh ... arrh ...." keluh Porche yang garis pelipisnya mulai tergores.
Darah pun mengucur dari sana, mengikuti jalur jalan ujung pisau Kim yang semakin turun. Menetes-netes. Banjir mengalir ke leher. Tetapi Kim tak berhenti hingga wajah Porche dihantamkan ke lantai.

JDUAAKHH!
DEG!
"Arrrghhh!!"
"KIM! TOLONGLAH, KIIIIIM!"
Kinn sampai meninju dan menendang jeruji besinya, tetapi itu sia-sia saja. Porche memar. Porche terluka. Porche berdarah hingga wajahnya begitu kacau. Namun sayatan tak berhenti di sana.
GREEEEEEKHHH!!
"ARRRRGGHHHHH!!!"
Bersamaan dengan robekan baju di punggung Porche, Kim pun menjalankan pisaunya hingga bagian itu sobek ke batas pinggang.
CRAKH!!
"ARRRGHHHH!! AARRGH!! HAHHH ... HAHH ... HAHH ...."
Tanpa memedulikan raungan Porche, kali ini, pisau pun berganti lagi ke bahu.
SREEEEKHH!
"KIM! BRENGSEK! JANGAN! LEBIH BAIK LAKUKAN PADAKU! KIM!"
BRAKH! BRAKH! BRAKH!

Kinn menggila dan makin ingin menghancurkan seluruh dunia. Namun, dia kecil. Dia bahkan tidak bisa membelokkan jeruji besi ini sedikit pun. Dia juga tidak bisa membuka kuncinya. Semuanya diatur sistem dan dia seperti tengah melihat hewan dicincang hidup-hidup daripada tubuh sang kekasih.
"Kinn ...." rintih Porche yang tanpa sadar mengalirkan air mata. Namun, dia juga ingat sudah berjanji akan menghilang. Dan jika sekarang memang saatnya, maka Porche takkan melawan apapun yang terjadi selanjutnya."Kinn ... kumohon jangan melihat saja ...." katanya lalu membuang muka.
Rasanya sakit sekali. Perih. Dia bahkan belum sempat merasakan bilah pisau lebih jauh menyayati punggungnya, tetapi Kim sudah mengukir di tempat yang lain.
"HA HA HA HA HA!!" Merasakan kepuasan yang teramat sangat, Kim kini menghadapkan wajah Porche paksa ke arah Kinn. Dia suka melihat Kinn mengepalkan tangan di balik partisi itu. Dia senang! Dia percaya misi yang selama bertahun-tahun dirancang, takkan pernah menghasilkan hal yang berupa kekecewaan. "BAGAIMANA, KINN?! HA HA HA. SENANG MELIHAT ISTRIMU RUSAK DI TANGANKU?! HAH?!"
Crakkhhhh!!!
"ARRRRRRRRRRRGGGGGGHHH!!"
"PORCCCHEEEEEEEEE!!"

Gemeretak gigi Kinn datang terlambat. Dia berteriak seperti binatang yang dikerangkeng, lalu merosot karena kini gantian lengan Porche yang disembelih.
Mungkin pisau itu menembus tulang. Mungkin juga merobek sendi-sendinya. Namun, Kim tidak membiarkan Porche ditusuk di bagian vital agar tidak cepat mati. Sang adik hanya tertawa gila dan menikmati detik-detik darah membuyar di sekitar tubuh Porche.
"Ha ha ha ha ha ... ha ha ha ha ha ...."

Kim menjilati pisau itu dengan terpejam nikmat, seolah-olah baru saja menyesap essens kehidupan yang paling berarti. Dia terbahak-bahak hingga dadanya sakit, tetapi tak berhenti hingga ekspresinya sungguhan seperti iblis.
"KIMMM!! KIMM!! AKU AKAN MEMBUNUHMU! KIMM!"
BRAKHHH! BRAKHH! BRAKKH!!
Tiap detik sang kakak menggila, dan kedua matanya menggelap--Kim makin melanjutkan penghinaannya terhadap Porche. Dia menunggangi punggung luka-luka itu tanpa belas kasih, lalu menjilati darah dari pelipis Porche hingga Kinn mengeluarkan air mata tanpa disadarinya.
"Kim, aku tahu ... aku paham ...." desah Kinn yang pipinya mulai basah. DEMI TUHAN! Dia tak bisa melihat kedipan-kedipan Porche hilang beberapa kali. "Aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku benar-benar minta maaf, tapi tolong jangan dia, Kim. Aku saja tak masalah, aku mohon."

"Oh, ya? Begitu saja, huh?" tanya Kim. Dia lantas membalik tubuh Porche di depan Kinn. Seringainya keluar karena Porche yang bertingkah beberapa saat lalu sudah menuju batas. "Lalu bagaimana dengan aku, Kinn?" tanyanya begitu pedih.
"Kim ...." desah Kinn sembari mengais lantai dengan kuku-kukunya.
"Orang ini, punyamu ...." Gigi Kim menggemeretak di dalam sana. ".... kau bisa membuatnya tetap hidup hanya dengan beberapa jahitan," katanya dengan senyuman hambar. Suaranya juga berubah serak tiba-tiba. "Tapi aku?" Kim tertawa sekali lagi. Namun, kali ini bukan bahagia. Makin terbahak-bahak dia, makin deras juga air matanya. "HA HA HA HA HA HA HA!!" Dia menjambak kerah Porche kasar, tapi juga menundukkan kening di sana. "Mau berapa tahun pun berusaha, aku tetap kehilangannya hingga hari ini ...."

"...."
"... padahal, kalau pun dia mau berteriak seperti ini, di depanku, aku bisa dengarkan segalanya jika dia mau ...." kata Kim dengan rambut yang berhamburan di depan wajahnya. "Tapi, kenapa dia harus terjebak dengan orang brengsek sepertimu. Ha ha ha ha ha ...."
Kinn maupun Porche. Keduanya diam karena sama-sama tahu siapa sosok yang dibicarakan Kim di ruangan itu.
Hal yang membuat Kinn hanya bisa mengepal tangan, dan rasa perih Porche sedikit ringan. Lebih-lebih tetesan air mata Kim makin menderas di wajahnya sekarang. "Kim ...." bisiknya dengan suara teramat kecil. Dia pun meraih bahu gemetar itu meski dengan tangan yang begitu ngilu. "Kim aku sungguh tidak apa-apa. Kau pun juga tidak apa-apa. Kim
...."
Suasana begitu senyap. Hanya helaan napas bersahut, rintihan-rintihan kecil, isakan yang tertahan sesak, kemudian lift berdenting terbuka kembali.
Ting ...

Bayang-bayang Ken muncul di sana dengan raut dinginnya. "Kim, cukup," katanya memperingati. "Tawan menunggumu lima menit lagi untuk penyaluran darah baru."
Meski amarahnya belum habis, Kim tetap berdiri dan melempar pisaunya kasar. Prakh! "Baiklah ...." katanya pelan. Punggung Kim membungkuk meski dia sudah berdiri kembali. Dia membuang muka dari wajah sakit Porche. "Lagipula, aku tidak boleh menghabiskan pesta di tempat seperti ini."
"Hmm," kata Ken. "Biar aku yang membereskan kekacauan ini untukmu."
Meski penuh curiga, Kim tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya melirik Ken sekilas, kemudian masuk ke lift setelah menerima sapu tangan bersih darinya. "Hubungi aku jika Phi Jirayu sudah sampai di sini."
"Ya."
"Dan kapan pun kau ingin mati, aku bisa melakukannya kapan pun," kata Kim sebelum lift menutup rapat.

Ken tidak sebodoh itu. Dia tahu yang barusan adalah ancaman mutlak, karena kesetiannya tentang keselamatan masih untuk Keluarga Theerapanyakul. Itulah alasan meski kakinya berdiri di sini, Ken sangsi.
Kinn apalagi. Namun, daripada marah-marah, lelaki itu lebih tidak tahan untuk bergerak ribut. Sebab Ken tiba-tiba mengeluarkan kotak kecil dari balik sakunya.
"Ken, tunggu--"

"Tuan Kinn, bisa tolong tenang dulu?" kata Ken dengan mata tetap fokus pada Porche. "Ini untuk memperlambat darahnya sementara waktu."
Kinn pun meremas jeruji besinya kesal. "Oh ...." Namun, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Padahal, kalau boleh jujur ada begitu banyak pertanyaan yang ingin dia ajukan kepada bodyguard-nya yang satu itu. Sayang, situasi ini terlampau rumit. Melihat Porche yang merintih saja, Kinn tidak bisa berpikir jernih. Dia hanya ingin Porche tidak kesakitan lagi untuk sementara waktu.
"Adik Anda adalah seseorang yang luar biasa, Tuan." Ken justru mengawali percakapan diantara mereka. Dia memeluk Porche agar tidak terus berebah di lantai, sambil meyakini Kinn takkan pernah melarangnya. "Aku bisa melihatnya sejak dulu, walau tak selalu bisa di sisinya."
Kinn yang tidak banyak tahu karena sering sibuk dengan urusannya sendiri hanya diam mendengarkan, meski diam-diam ... dia cemburu ingin menggantikan Ken merobek kemejanya sendiri hanya untuk mengikat luka-luka di tubuh Porche.

GREEEEEK! GREEEK! GREEEEK!!
"Dia jenius, berbakat, punya senyum yang bagus, dan memiliki kalian sekeluarga," kata Ken. Sambil bercerita, dia telaten mengusap darah luka di pelipis dan pipi Porche. "Hanya saja, seseorang seperti itu ... lebih-lebih dengan usia yang jauh tertinggal ... tidak sedikit juga yang mudah membenci di sekitarnya."
"Maksudmu?"
Ken menggeleng dan tersenyum tipis. "Anda harusnya menghabiskan waktu lebih banyak dengannya mulai sekarang," katanya. "Mungkin dengan begitu, tanpa kuberitahu sekalipun pasti mengerti."

Kinn bisa saja memarahi Ken langsung jika mereka ada di rumah. Namun, meski ada di pihaknya, kini lelaki itu seperti bukan lagi bagian darinya. Kinn pun memutuskan lebih berhati-hati, tetapi sungguh berterima kasih saat tubuh Porche digendong agar berebah di sebelah jeruji besinya.
"Maaf, aku tak bisa berusaha lebih," kata Ken. Saat Kinn mengambil jemari Porche untuk menggenggamnya dalam kecupan. Porche .... "Semua karena akses sistemku dicabut total, dan kita tidak dalam kondisi bisa melakukan operasi penjahitan."
"...."
Ken lantas berdiri untuk menatap pemandangan di depannya dengan hati yang miris. "Juga, sebenarnya ampul tadi digunakan untuk para klona," tambahnya tanpa emosi. "Sampel pertama buatanku sendiri. Untuk fungsi regenerasi yang lebih cepat. Tapi, aku sendiri tidak tahu apakah akan berfungsi ke manusia."
DEG
Kecupan Kinn pun semakin menyeluruh ke jari-jemari berdarah itu. "Porche ... Porche ...." sebutnya dengan suara parau.
"Tapi, mungkin masih lebih baik. Daripada tidak ada potensi hidup karena darahnya berkurang terlalu banyak," kata Ken lagi. "Semoga semua sesuai yang kau harapkan, Tuan Kinn. Maaf aku harus pergi dulu. Selamat malam dan beristirahatlah ...."
Bersambung ....
Perlu dipahami, tanda 18+ itu sebenarnya bermakna NC (Not Child) yang artinya tidak diperuntukkan anak di bawah umur dan NSFW (Not Save For Work) yang artinya tidak untuk dibawa di tempat umum. Isi bisa berupa adegan dewasa, atau kekerasan juga. Tetaplah bijaksana memilih bacaan dan terima kasih.