☺ Akhirnya sampai bab nikah! NIKAH! NIKAH! NIKAAAAH! 🌈 Btw, masih agak misteri agama Kinn sama Porche apa. Mereka berdo'a di kuil dan minta berkah sama biksu tapi di makam orangtua Porche itu ada tanda salib. Jadi, aku ngikut Kristennya aja ya. Wkwk. Soalnya abis nge-search di google aku juga kurang paham proses nikahan orang Budha itu gimana. Langsung aja!
"Find a quiet place to discover who you deeply are ...."
(Menemukan tempat yang tenang untuk tahu siapa dirimu sebenarnya."
Dua minggu setelah merahasiakan keberadaan bayi Nam dari Porche, Kinn merasa rencana Laura untuk mengganggu mereka sementara gagal. Hal tersebut tidak perlu dipikirkan lebih jauh, karena Kinn cukup rapi menyelesaikan segalanya. Dia fokus membangun ulang kakacauan-kekacauan di belakang, dan berhasil membawa Porche ke altar pernikahan yang pernah dia rencanakan.
Undangan disebar dalam hitungan jam. Persiapan berupaya dekorasi, suit jas, dan segala hal yang bersangkutan beres dalam sehari, dan Kinn benar-benar mengunci Porche untuk dirinya sendiri.
Dia menemui Yok di bar, tepat sehari setelah hubungannya dengan Porche membaik. Yok pun kaget tentang permintaan Kinn untuk me-resign Porche dari pekerjaannya, karena menurutnya itu terlalu cepat.
"Apa? Wah ... menikah? Serius?"
Porche dan Kinn hanya berpandangan, tersenyum, dan mengadu gelas mereka.
CTING!
Seketika Yok menjerit histeris sekali.
"AAAAAAAAAAAAAAAA!! SELAMAAAAAT!!"
Meski belum benar-benar terbiasa tinggal di rumah Kinn, Porche sendiri cukup menikmati kesehariannya. Dia tertawa mengingat Yok merajuk layaknya ibu kandung, lalu memeluknya untuk terakhir kali.
"Oiiii ... Porche! Aku benar-benar kehilangan! Para pelanggan di sini apalagi. Mereka pasti merindukanmu, dan minuman racikanmu. Aaaah~"
"Aku tidak benar-benar pergi, Che," kata Porche. "Kinn tetap mengizinkanku jadi bartender, tapi ... khusus hanya di tempatnya," bisiknya ke telinga sang mantan bos.
"Aih ... seriusan?"
"Tidak di rumahnya juga," kata Porche sambil mengendikkan bahu. "Hanya jika aku ingin berkunjung ke salah satu pulaunya. Kinn bilang dia punya beberapa bar yang terpisah."
Yok langsung tersenyum gemas. "Duh ... mengiri. Tidak bisakah kita berbagi Kinn?"
Porche hanya tertawa. "Coba saja tanya dia mau atau tidak," katanya.
Yok pun ikut tertawa keras.
Hari itu, Porche sengaja aktif di bar Maunju untuk yang terakhir juga. Dia menyapa para pelanggan setia, yang ikut gemas dengan pernikahannya, walau ada beberapa yang kecewa.
Kecewa karena tidak bisa menemukannya di bar itu lagi, lebih tepatnya. Tapi, mereka tetap datang untuk memberinya selamat.
"Oi, Porcheeeee! Calon suamimu tampan sekali," kata Karpov. "Beritahu kami tips untuk mendapatkan yang sepertinya, Porche!"
"Beritahu?" Porche tersenyum menggoda. "Aku sendiri kurang paham orang sepertinya."
Kinn justru hanya mengangkat gelasnya dari sofa, mengawasi, dan memberikan seringai kecil untuk para pelanggan wanita Porche.
"KYAAAAAA! TAMPAN SEKALIIIIIIII!" jerit mereka bersahutan. Walau beberapa bingung menjerit untuk siapa. Kinn atau Porche, mereka melihat pasangan itu bergantian.
"Maaf, gadis-gadis. Tapi dia milikku sekarang," kata Kinn dalam hati.
Meski resepsi dilaksanakan di salah satu pulau pribadi Kinn, pelayan-pelayan di rumah tetap ribut karena pesta lepas lajang. Mereka kesana kemari dalam sekejap. Semuanya mempersiapkan jamuan untuk ratusan tamu, dan tentunya tembus seribu orang bila termasuk para bodyguard dua keluarga yang dijamu.
Piranti-piranti yang semula berantakan ditata, para pemusik klasik diberi beberapa titik tempat, dan Kinn sudah menali sepatunya pada pukul 7 pagi.
"Sudah waktunya, Phi," kata Kim. Sang adik bungsu mengenakan bunga di saku jasnya, padahal tidak pernah melakukannya sebelum ini.
Kinn pun mengecek arloji di tangannya yang menunjukkan pukul 8 pagi. Pertanda memang waktunya prosesi mengucapkan sumpah suci di altar bersama Porche. "Baiklah."
Kinn pun menunggu di depan seorang pastor, sementara Porchay menggandeng sang kakak untuk menemui kekasihnya.
"Siap?" tanya Kinn. Dia dan Porche saling berpandangan dengan melempar senyum.
"Tentu saja," kata Porche.
Jemari mereka bersentuhan selama sepersekon detik, sebelum keduanya menatap pastor.
Di belakang, ada begitu banyak tamu undangan yang hadir. Teman-teman Kinn, keluarga minor, dan begitu banyak yang tidak Porche kenal. Yang pasti, saat melihat wajah-wajah mereka, Porche tahu dia baru saja memenangkan hati seorang lelaki yang hebat.
"Maksudku siap kumakan hidup-hidup malam nanti," bisik Kinn setelah mencondongkan bibirnya ke telinga Porche. Dia menyeringai, seperti serigala yang siap menerkam mangsa, tetapi coba lihat .....
Bukannya terganggu, Porche malah balas tersenyum tak kalah mesum. "Hmph, mungkin justru kau yang kumakan hidup-hidup malam nanti," katanya dengan melirik lurus ke celana Kinn. Tepat di tengah, dimana penis perkasa lelaki itu bersembunyi hingga malam pertama mereka nantinya.
"Hhhh ... hhh ... hh ...." Bahu Kinn pun bergetar karena menahan tawa. Mereka berdua ribut sendiri di tempat itu sampai didehemi oleh pastor yang menunggu, kemudian baru menatap ke depan bersama.
"Saudara Kinn Anakinn Theerapanyakul maukah engkau menjadi suami Porche Pachara Kitrisawasd, saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan?"
"Ya," jawab Kinn tanpa keraguan. Porche sampai merasakan sengatan aneh di jantung ketika mendengarnya.
"Dan kau, saudara Porche Pachara Kittisawasd maukah engkau menjadi suami Kinn Anakinn Theerapanyakul, saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan?"
Tanpa sadar, Porche menggandeng tangan Kinn saat dia menjawab, "Ya, tentu, ya ...."
Di belakang mereka, ada beberapa tamu undangan yang memekik karena haru. "Ah! Dia benar-benar menikah! Ya Tuhan!"
"Ah, itu pasti teman lama Kinn," batin Porche. "Mungkin orang-orang dari perkuliahan?" Dia memejamkan mata, tetapi menjambak kerah Kinn lebih dahulu sebelum lelaki itu menjajah bibirnya.
Seluruh keluarga Theerapanyakul hanya tersenyum tipis melihat hal itu, kecuali Porchay yang ditutup matanya oleh Kim. "Jangan lihat--"
"Tidak mau! Aku mau melihat Phi-ku menikah!" kata Porchay, yang malah menyesal karena tidak menurut.
Sebab Kinn dan Porche sudah saling memakan di depan sana, seolah-olah bukan pasangan, melainkan musuh yang baru diberi kesempatan untuk berbagi hasrat.
"Aaahh! Demi apa, Phiii!" batin Porchay lalu menutup matanya sendiri.
Setelahnya, perjamuan makan-makan itu dibagi menjadi berbagai tempat. Ada benar-benar di tepi pantai, ada yang diitari suasana nature wedding, ada juga yang asyik bernyanyi di sekitar para pemusik klasik.
Semuanya memberikan selamat untuk Kinn dan Porche, kecuali ratusan bodyguard yang bertugas jaga mengitari pulau itu.
Mereka saling bertukar informasi mengenai situasi, mereka berbicara tiap menit untuk melaporkan apapun yang penting demi memastikan acara aman.
"Bagian barat aman!" teriak Pol melalui alat telekomunikasi.
"Bagian timur aman!" sahut Big tak kalah tegas.
"Bagian selatan aman!" sahut Arm.
Namun saat mereka menunggu suara Ken, yang terdengar hanyalah berisik semacam radio rusak dari seberang sana.
"Oi, Ken?" panggil Pol. "Bagaimana dengan bagian utara? Ken?"
Big pun menekan lebih keras volume speaker miliknya. "Ken? Bisa kau dengar aku? Segera laporkan kondisi di sana--!"
"........"
Namun, tetap saja tak ada jawaban. Big sampai menjambak maju bawahannya untuk menggantikan posisi penjagaan agar dia bisa pergi dengan mengokang senjata laras panjangnya.
KACRAK!
"Biar aku yang mengecek ulang ...." kata Big.
"BAIK!" sahut Pol dan Arm bersamaan.
Waktu pun terasa berjalan begitu cepat setelahnya.
20 detik ....
30 detik ....
41 detik ....
... belum ada 1 menit ....
....
...
.....
Big baru saja akan melompat naik ke motornya saat suara bom beruntun terdengar dari berbagai arah.
"Satu ...." bisik seseorang dari kejauhan.
KABOOOOOOMM!!!!!
"Dua ... tiga ... empat ....."
BOOM! BOOOOM! BOOOMM!
"Lima ... enam .... dan mati!" kali ini seringaian kecil muncul dari bibirnya.
BOOOOM! BOOOOOMM! DUARRRRRRRR!! DOR! DOR! DOR!
"ARRRRRRRRRRGGGGHH!!"
Sebelum sempat Kinn dan Porche menyahuti obrolan penting para tamu di bagian pulau terdalam, getaran pun terasa di bawah pijakan kaki mereka, lengkap dengan teriakan para tamu yang berada di sekitar pantai.
Bersambung ....
Saya masih penasaran yang sanggup nebak alurnya. Ngacung! Wkwwk ....