Chapter 58 - KITTY PO 54

Malam itu Apo pun dibawa Mile ke Hotel Rim Pao, Kalasin untuk menemui Michele dan Anna. Tak seperti pesta bujang dulu,  mereka kini membawa anak ikut serta. Satunya umur 4, satunya lagi masih bayi. Mungkin baru 3 bulan, tapi Anna sudah kelihatan segar.

Hei, tips macam apa yang membuatnya seperti itu?

Apo jadi sadar saat pernikahannya Anna pasti sudah hamil, tapi kemungkinan baru trisemester awal yang membuatnya tidak kentara baginya. Diam-diam Apo pun kagum dengan visual Keluarga Morrone. Melihat si bayi mengoceh, ketakutan Apo akan kelahiran seketika jadi sirna.

Ugh, baby-nya imut sekali ....

"Aoow, ouu. Oou ...." kata si bayi dengan mata cokelat yang berkedip-kedip. Dia digendong Michele, sementara Anna  menggandeng tangan si sulung. Pasangan menawan itu refleks tersenyum melihat Mile dan Apo berjalan di lobi. 

"Halo, Mile. Kita bertemu lagi setelah sekian lama. Senangnya ...." kata Anna sambil memeluk Mile dengan tepukan di bahu. Tidak hanya itu dia juga mencium di pipi. Apo sampai melotot, tapi setelah itu disenyumi Michele.

"Hello, Baby Kitt," sapa Michele, yang

ikut-ikutan mencium pipi Apo.

Si manis pun berdiri kaku. Untuk sesaat dia tegang karena lupa tradisi menyapa orang Barat. "Aduh, Apo. Tenang dulu, teman-teman Phi Mile kan suka begitu ...." batinnya dengan jantung berdebaran. Tamu undangan Mile dulu suka mencium di mana-mana. Apo sampai malu sendiri karena diserang mereka.

"Halo juga, Kak Michele," sapa Apo dengan senyum kebingungan. Dia mengeratkan pelukan ke lengan Mile. Pipinya merona tipis dengan tatapan kikuk tak karuan. Hm, bagaimana ya ... mungkin karena Apo hamil sangat cepat? Perasaan belum lama ini dia masih perjaka, tapi Apo versi sekarang tampil anggun dengan dress karena mengandung bayi. Ah, rasanya sulit terdefinisi.

"Kalian tiba jam berapa?" tanya Mile.

"Tiga sore?" jawab Anna dengan cengiran kecilnya.

"My god, kenapa tidak istirahat dulu," omel Mile. "Istriku takkan kemana-mana, Anna.  Dia stay-home karena kularang keluar. Kalian bisa menemuinya kapan pun."

Anna pun menoleh kepada si manis. "No, aku sudah sangat kangen," katanya. "Sini, Baby Kitt? Kakak ingin memelukmu."

Apo pun mendekat untuk memeluk wanita itu. Dia siap-siap mendapat ciuman juga. Benar saja Anna menjajah keningnya seperti dulu. Aroma parfum yang dipakai pun tertinggal di tempat itu. Apo jadi merasakan nostalgia. "Ya ampun, Sayang. Selamat atas bayi kalian, ya. Sorry aku baru sempat menjenguk kemari, padahal soal travelling aku sangat jarang mikir," katanya. "But, you know, hamil George rasanya struggle sekali. Dia membuatku bedrest cukup lama. Huh ... Michele benar-benar melarangku untuk main ke rumahmu."

"Eh?" kaget Apo. "Tapi, thank you ...." Dia pun membalas senyum Anna Sieklucka, entah kenapa perlahan dia mulai nyaman. "Tak menyangka Kakak memikirkanku sebegitunya."

"Eh? Kok bilangnya begitu?" kata Anna sambil mencubit gemas pipi Apo. "Aku, Mile, Michele, satunya lagi Zaher yang sudah meninggal--kami adalah sobat waktu kuliah NBA," imbuhnya. "Lebih dari yang kau tahu, Sayang. Apa suamimu tak pernah cerita? Kita bisa dikatakan keluarga."

"Umn, umn."

Apo pun menggeleng pelan.

"Wow, that's rude," kata Michele sambil memandang Mile Phakphum. "Padahal kau memperkenalkannya saat pesta bujang, Mile. Kupikir si manis ini tahu circle-nya di masa depan."

Mile auto kebakaran jenggot. "Tunggu, tunggu, tunggu. Kalian tahu aku tak bermaksud begitu," katanya. "Apo masih sangat kecil, Michele. Belum waktunya ikut asosiasi istri pebisnis segala. Nope. Akan kusimpan dia untukku sendiri, paham?"

Bukannya tersinggung, Michele justru terkekeh-kekeh. Senang sekali rasanya melihat Mile gelagapan. "Sampai kapan?" tanyanya, sesekali menepuki bokong bayinya yang harum.

Apo pun tolah-toleh tidak paham. Dia berpikir keras soal obrolan ketiga orang dewasa di sana.

"Ya terserah mau sampai kapan," kata Mile ketus. "Tidak ikut pun tidak masalah, Michele. Istriku kan inginnya jadi pilot, bukan di balik meja seperti kita," jelasnya mumpung sudah ditanyakan. Rasanya jadi lebih baik. Dari nada bicara Mile kentara sekali mereka bukan kolega bisnis biasa.

Sudah bestie, kalau anak zaman now boleh menyebutnya.

"Oh, Sweety ...." desah Anna tak menyangka. "Apa benar yang Mile katakan? Kau tidak akan main sama Kakak dan yang lain?"

"Huh?"

Ini sebenarnya membahas apa sih?

Seperti Baby George, Apo pun ikutan berkedip-kedip. Dia kira akan langsung diajak ngobrol soal bayi, tapi kedatangan Anna rupanya sambil menagih janji. Apo tak heran Mile versi dulu membayangkan istrinya pebisnis juga. Dia paham rasa kosong Mile sejak ditinggalkan sang cinta pertama: dirinya. Namun Apo tak mau berpikir jauh. Dia pun memeluk lengan Mile lebih erat sembari mengangguk kecil.

"Umn, Kak Anna. Aku nak jadi pilot saja," katanya. "Aku mau sekolah terbang kalau baby sudah lahir. Phi Mile bilang Kakaknya mau membantuku."

"Oh, benar juga," ujar Anna. "Pintar sekali kau, Sayang. Ya sudah mari duduk dulu. Aku sudah mengatur reservasi untuk kita semua."

"Umn."

"Hm."

Mereka pun duduk di sebuah meja bulat. Di sebelah Michele ada stroller untuk  membaringkan bayi. Dalam hati Apo jadi ingin Mile menggendong Sammy dan Katty. Pasti imut jika mereka diperlakukan seperti Michele memanja anaknya.

"Baiklah, perkenalkan juga sulungku. Namanya Arthur. Dia senang bertemu denganmu kok, Baby. Cuma pendiam kalau baru pertama kali," kata Anna sambil mengulurkan tangan Arthur. "Ayo, Nak. Salaman dulu sama Kakak. Namanya Apo Nattawin Romsaithong."

Arthur pun menatap Apo yang kebetulan duduk di sebelahnya. "Halo," sapanya singkat. Arthur tak mengatakan apapun lagi. Ekspresinya mengingatkan Apo dengan tokoh dalam manhwa tentang bocah populer di sekolahan.

"Halo juga, Arthur," kata Apo.

Sesi perkenalan itu pun diakhiri dengan makan-makan. Saat menikmati hidangan penutup Apo diberikan notebook lawas.

"Ini, Baby Kitt. Tolong terima dan pelajari sebaik mungkin," kata Anna. "Aku menulis semuanya sendiri. Tepatnya 5 tahun lalu waktu membantu kawanku yang hamil Superfetasi."

"Ah ... terima kasih," kata Apo sembari menerima buku itu.

"Ada daftar makanan apa saja untuk menguatkan kandunganmu, tabel data yang perlu kau isi agar meminimalkan kontraksi, dan saranku ... paling tidak mencapai 10 bulan sebelum operasi caesar," kata Anna. "Itu sudah paling minimal ya. Biar bayi yang kedua paling tidak keluar umur 6 bulan."

Apo pun menyimak baik-baik. Dia membolak-balik halaman notebook tersebut. Agaknya dia harus teliti karena ditulis dalam Bahasa Inggris. "...."

"Biasanya bobot berapa kalau 6 bulan?" tanya Mile sambil menikmati caramel custard-nya.

"Hmm, relatif sih ...." gumam Anna. "Bisa 600 gram, atau lebih dari itu. Tergantung dalam rahim adiknya kalah saing atau tidak. Soalnya kan nutrisi yang masuk terbagi. Nah, kalau kakaknya menyedot semakin banyak. Bisa jadi nanti bobot mereka tak imbang. Kakak kira-kira 3-4 kilo, tapi adiknya cuma 500 gram--"

"Ugh, kecil ...." sela Apo dengan mata yang berkaca-kaca. Dia pun beralih menatap Anna. Takut sekali jika ukuran adik tidak lebih besar dari botol. "Tapi apa itu tidak masalah? Baby prematur bisa bertahan kan kalau lahir sehat? Aku nak lihat dia hidup juga. Main sama Sammy ...." katanya.

"Semua tergantung padamu. Berdoa saja," kata Anna sambil melirik Mile. "Aku yakin suamimu tak kurang memberi makanan bergizi. Jadi jangan takut gendut apalagi mendekati kelahiran. Makan yang banyak, Sayang. Apapun terobos saja lah. Terutama buah dan sayur. Nanti diet lagi kalau selesai sesinya. Kau tidak perlu takut body shaming."

"Ha ha ha ha ha ...." tawa Michele. "Tapi kau memang pernah gendut, Sayang. Untung program dietnya berhasil." Dia merangkul Anna, tapi berbalas cubitan pinggang.

"Diam kau. Aku ini sedang mementori.  Jangan membuat Apo ketakutan."

.... tapi Apo sudah terlanjur takut.

"Iya, Kakak," kata Apo. Si manis pun memendam cemasnya sendiri. Dia mendengarkan semua petuah Anna di tempat itu hingga selesai. Sesekali Mile mengelus punggung tangannya. Apo senang kalimat "you'll be okay" agak menenangkan jiwa.

"Aoo, nnn ... nn ...." oceh Baby George saat Apo mencium pipinya. Dia menggenggam lembut jemari si bayi. Senyumnya keluar karena tidak tahan dengan kelucuan ini. Dengan tangan kiri Apo mengelus perutnya sendiri. 

"Sampai jumpa lagi, George," bisik Apo. "Aku nak pulang dulu ya, dadah ...." Dia mencium sekali lagi untuk merasakan aroma khas bayi dari tubuh itu.

Hmm, harum.

Hal itu pun membuat Apo terngiang terus. Posisi perasaannya kini 50:50. Antara takut dan bersemangat. Apo sibuk memikirkan proses operasi dan imutnya bayi-bayi. Apakah sakit jika obat biusnya mereda? Bagaimana kondisi perutnya usai dibelah si dokter? Apa Sammy dan Katty bisa selamat semua? Apo gugup ingin lari tapi juga bernafsu menggendong mereka.

"Sayang, Apo ...." panggil Mile usai melajukan mobil ke jalan raya. Selama perjalanan pulang dia menjadi khawatir. Pasalnya Apo berubah jadi pendiam. "Apa kau baik-baik saja? Kenapa? Masih kepikiran yang tadi ya?" tanyanya.

Tangan kanan meng-handle setir sendirian, tangan kiri meremas lembut jemari sang istri.

"I-Itu--mn ... iya, Phi," jawab Apo salah tingkah. "Anu, perutku agak kram habis dari resto. Takut Sammy dan Katty kenapa-napa--"

"No, semua akan baik-baik saja. Percaya Phi," kata Mile. "Kau tidak sendirian, Sayang. Ada aku, Pappy, Mommy, Papa, Mama, dan kedua temanmu kemarin ...." Dia menghela napas panjang. "Kami semua ada untukmu. Jangan khawatir."

Apo tak bisa mengalihkan pandangannya dari Mile. Apalagi sang suami mengecup punggung tangannya. Ada kehangatan yang memercik diantara mereka. Membuat Apo mulai bisa menikmati pemandangan langit malam di sisi jendela. "Mn, semoga memang begitu ...." batinnya. "Semoga Mama kuat sampai kita semua bertemu."

Sampai rumah Apo pun membaca notebook Anna sambil duduk bersandar di ranjang. Dia hati-hati menafsirkan makna isinya karena bukan native, dari kamar mandi Mile masih ribut bersih-bersih habis buang air. Mereka memang tidak sikat gigi bersama jika ada kesibukan. Namun fokus si manis tiba-tiba terdistraksi.

"Eh? Masu video call? Ada apa ya?" gumam Apo sembari mengecek ponselnya. Saat diangkat Masu malah mematikan. Apo jadi bingung dengan tingkah sahabatnya.

[Masu: Maaf kepencet ]

[Masu: Sialan, Apo. Pak Earth semakin menjadi-jadi. Dia sering ngasih barang-barang mewah. Aku tidak mau lho, malah ditinggal di teras. Padahal kemarin sudah kubuang]

[Masu: Lihat ]

[Masu: --sending a picture--]

[Masu: Plisss, ini bukan pamer, ya. Aku yakin Phi Mile memberimu lebih banyak. Tapi, Po ... aku takut di awikwik lagi kalau sampai menerima. Nanti Pak Earth kesenengan. Huhu ....]

[Masu: Aku ngapain ya, bagusnya. Apa sebaiknya pindah cepat kampus? Kemarin aku bilang Ayah, tapi malah dimarahi. Katanya kalau daftar dari awal biayanya menakutkan]

[Masu: Apo ... sekarang aku tahu rasanya didekati Om-om. Aih, jangan ketipu mukanya, Pak Earth itu ternyata seumuran Phi Mile loh. Masih mending Phi Jirayu. Asdfghjkl!!! Jeff kok untung sih. Dia dapat suami yang ganteng bin mempesonahhhh. Aduh, sial. TBL TBL sama Pak Earth brengsek]

[Masu: Apa aku tikung Jeff saja, Po? Suami teman biasanya lebih nikmat #canda nikmat]

Mood Apo seketika baikan. Si manis pun tertawa begitu kencang. Sayang belum sempat membalas, chat terbaru Jeff juga muncul di notifikasi.

[Jeff: Po, I screwed]

[Jeff: PO, DEMI APA AKU MASIH DI LUAR JAM SEGINI! TAKUT BANGET MAU PULANG! WAH GILA SIH TADI NIATNYA NUGAS KELOMPOK, TAPI KENAPA MALAH BEGINI ]

[Jeff: Po, sumpah baru kau yang kuberitahu. Asli stress!! Nanti kalau ketahuan Phi Jirayu bagaimana. Aku kan baru semester 2. Ah, sial banget. Jadi menyesal dulu mau diajak menikah. Sudah benar ya, harusnya menunggu lulus S1 dulu. Kenapa aku malah berubah pikiran? Temanku marah habis kutinju karena tertawa melihat hasilnya]

[Jeff: --sending you a picture--]

[Jeff: Pooooo, hamil itu tidak sakit kan? Tidak kan? Jangan-jangan nanti bayi-nya menjadi monster]

Apo pun menjawab permasalahan kedua sahabatnya. Remaja itu jadi ahli memberi saran karena sudah mengalami. Untuk Masu, dia suruh bertanya dulu apa Pak Earth mau serius? Untuk Jeff, dia suruh tetap bilang ke suami dan pulang. Si manis senyum-senyum karena dia tak sendiri. Seperti kata Mile, ada teman berjuang di tempat lain saat ini.

"Wah, wah, wah ... kenapa, Sayang? Ada kabar bagus atau apa? Padahal Phi lihat tadi kau murung sekali," kata Mile yang keluar dari kamar mandi.

"Xixixixixi ... iya Phi. Sangat bagus!" kata Apo sambil menunjukkan layar ponselnya. Si manis pun memamerkan chat Jeff serta Masu. Dia merasa hebat setelah melalui semua itu lebih dulu. "Mereka sedang terkena karma. He he ...."

Mile pun geleng-geleng melihat wajah tengilnya. Dia tidak habis pikir hal tersebut membuat sang istri baikan. "Ya sudah, doakan saja dua-duanya menemukan jalan keluar, sepertimu," katanya. "Yang penting partner-nya tepat dan baik. Semua masalah pasti bisa diatasi bersama."

"Oke, Phi ...."

"Disimpan dulu ponselnya. Ayo tidur."

"Umn."

"Besok kita jalan-jalan mencari guru  barumu, yang semangat," kata Mile. "Pasti kelahiran jadi lebih mudah kalau ikut senam hamil. Nanti Phi temani nge-gym di ruang sebelah. Tos dulu?"

"Tos."

Mile dan Apo pun tertawa-tawa. Tak masalah dengan gaya hubungan ala kanak-kanak asal semua hal bisa dilewati  selalu.

Bersambung ....