Chapter 64 - KITTY PO 60

Mendengar kabar itu, seketika Man sadar bahwa puteranya lari dari kenyataan. Si manis mungkin rindu dunia luar, ingin menghilang. Hanya saja yang mampu dibawa adalah dirinya sendiri. Tidak ada kebersamaan yang dia harapkan, seperti utuhnya suami, Sammy, dan Katty untuk diajak serta. Menurut keterangan warga setempat, Apo turun taksi dalam kondisi lemas. Namun dia tetap berjalan di atas trotoar. Ransel dipanggul dengan isi tak seberapa. Kakinya melangkah seperti wajarnya menyeberang zebra cross. Apo tak melihat durasi lampu merah tinggal 4 detik. Dia pun diserempet mobil sedan berwarna putih yang lewat. Kata ibu-ibu bernama Dey, waktu itu Apo diteriaki siapa pun tak mendengar. Si manis tiba-tiba tertawa senang. Senyumnya merekah. Dia berlari, padahal tadinya lingung sekali. "Iya, Pak. Jelas kok. Dia menyebut 'Phi Mile! Phi Mile! Phi Mile!' begitu," jelasnya sambil menemani Apo di puskesmas. "Mungkin seperti mengejar orang? Siapa sih 'Phi Mile' ini? Pacarnya ya? Tapi aku yakin tak ada orang di depan sana."

Man pun tertegun mendengar ceritanya. "Ya, hm ... lebih tepatnya suami," katanya. "Menantuku koma sudah 3 bulan ini. Belum sadar."

Dey geleng-geleng tak habis pikir. "Ckckck, begitu rupanya." Dia menatap wajah berminyak si manis. "Tapi bagus sih ... coba kalau tidak lari mendadak. Mungkin sudah remuk anak ini, mana mobilnya kencang sekali," katanya sambil menepuk bahu. "Ya sudah kalau begitu aku pulang dulu. Anda Papanya kan? Hati-hati lagi kalau jaga anak."

"...."

"Jangan kerja terus. Menantu kadang juga butuh mertuanya seperti ini."

Man pun membopong Apo pulang. Namun dia ke RS dulu karena mendapat surat rujukan. Apo memang harus di-rontgen ulang. Bagian kepala dan tulang kakinya sangat mengkhawatirkan. Dia diperban dengan darah yang merembes. Dokter umum bilang jaga-jaga saja bila ada kerusakan lebih. Bagaimana pun fasilitas puskesmas tak memadai. Bagusnya hasil rontgen yang keluar cukup melegakan hati. "Serius? Tidak ada yang fatal kan, Dok?"

"Tidak, mungkin cuma gegar otak ringan. Berdoa saja efeknya tidak melebar," jawab Dokter Jia sambil menunjuk titik rontgen yang perlu Man lihat. "Dan untuk kaki ... di sini, di sini, dan di sini ... retakannya akan menyatu dalam 3-4 bulan. Cukup di gips tapi jangan dipakai terlalu banyak beraktivitas. Hati-hati."

"Baik."

"Sepertinya anak Anda juga butuh banyak istirahat, Tuan," imbuh Jia. "Akan lebih baik jika tidak hanya ditemani babysitter, tapi keluarga setidaknya satu."

Man jelas paham konsepnya. Selama 1 bulan di RS rasanya sudah begitu. Namun Rom, Nee, dirinya, dan May perlu kembali ke rutinitas. Pekerjaan yang lama ditinggal pun tidak bagus untuk keberlangsungan karir. Niat menyeimbangkan justru berujung seperti ini. Ketenangan Apo setelah masa depresinya ternyata tipuan belaka. Apo tidak benar-benar sembuh, si manis justru menyentuh kepala begitu sadar.

"Ugh ... unngh ... mnnh ...." keluh Apo yang dibaringkan di jok belakang mobil. Dia bangun dan duduk perlahan-lahan. Pandangannya kabur sesaat sebelum kembali normal.

"Eh? Sayang? Tidak apa-apa kok tidur saja. Sabar ya ... Papa antar kau ke Kalasin sekarang. Masih di jalan," tanya Man sambil menatap spion depan. "Dipakai berbaring saja kalau terlalu sakit. Semua orang menunggumu di rumah."

Apo pun menyentuh darah tipis yang merembes di perban. Kepalanya pusing tak terkira dengan kaki yang sulit bergerak. Si manis syok hingga tangannya tremor. Dia menangkup wajah dengan kedua telapaknya sendiri. "Hiks ... Phi Mile ... Pa ...." sebutnya mulai meracau. "Aku melihatnya di taman bermain tadi. Hiks ... Phi Mile menunggu berbulan-bulan di sana. Pantas aku sering bermimpi sama." Dia tertawa sambil menangis.

".... hah?" kaget Man. "Apa maksudmu, Sayang? Mile masih di rumah sekarang. Suamimu itu--"

"Phi senang melihat aku-nya datang, Pa. Ha ha ha ha ha ...." tawa Apo. "Phi Mile makin ganteng sekali ... hiks, hiks, hiks ... aku kangen nak peluk Phi banyak-banyak. Ha ha ha ha ha ...." Remaja itu pun terus tertawa. Man sampai khawatir ada yang salah dengan otaknya. Namun Dokter Jia sudah mewanti-wanti tak apa. Itu reaksi normal, tapi jantungnya yang tidak aman. Man seperti melihat Apo menjadi gila perlahan. Sepanjang perjalanan pulang dia pun harus menahan ngeri ke anaknya sendiri.

Ya Tuhan, Apo Sayang. Papa harap kau segera membaik.

Butuh 9 jam lebih 37 menit untuk sampai ke Kalasin. Pukul 2 pagi Man membopong Apo masuk Kediaman Romsaithong. Si manis langsung dibaringkan di sisi Mile. Seolah naluri, remaja itu langsung mengenali aroma sang suami. Dia bangun dan berkedip-kedip sambil tersenyum. Rautnya paling cerah saat menyebut nama terfavorit. "Phi Meeee, Phi Meeee ... xixixixixi," sebutnya sebelum tidur kembali. Apo seolah tidak merasakan rasa sakitnya lagi. Dia tetap harus diawasi 24 jam agar tidak melukai Sammy dan Katty. Saat menyusui Apo sering dikontrol tangannya. Jangan sampai dia mencekik Sammy dan Katty dadakan karena kesal. Babysitter pun ditambah 3 orang baru. Mereka berjaga gantian dua-dua agar kejadian yang dulu tidak terulang. Jika ada yang mengantuk, maka dibangunkan. Dan jika ada yang kewalahan, akan dibantu rekannya.

"Owww, canciii sekaliiii ... Katty ...." puji Lulu yang sesekali datang ke rumah Apo. Kerabat Mile itu kadang membawa Mario. Kadang juga sendiri. Dia ditugasi Nee merawat Snowwy untuk dibawa ke apartemen sekalian. Hitung-hitung jadi teman selama kuliah kan? Si kucing salju kini segendut sapi. Asing dengan rumah. Anehnya senang sekali mendekat ke Sammy dan Katty. Dia ahli ngereog, tapi hobi menciumi pipi baby. Kadang Snowwy malah jadi ikut-ikutan berlakon jadi babysitter. Dia tidak mau diajak Lulu balik setelah nyaman dengan aroma bayi. Tahu begitu sejak Apo melahirkan dia harusnya di rumah saja.

"Meoowwww! Meowww! Meoooww! RGGHHHHGGGG! HISSSSHHHHHH!" teriak Snowwy yang melompat dari pelukan Lulu. Hari itu si gadis gingsul pun harus merelakan kepergiannya. Lulu pulang ke apartemen sendirian karena sang majikan lebih suka mendekat ke pemiliknya. "Meow, meow? Meow ... meowww .... meooww ...." katanya amat berisik.

Snowwy menyeruduki Apo jika terlambat bangun. Kucing itu menggigit selimutnya agar tak lupa sarapan setiap pagi. Dia benar-benar pahlawan gembul. Apo senang. Mood-nya membaik karena dibelikan stroller ganda dan kursi roda untuk jalan-jalan di kebun belakang rumah. Bagian itu disuruh Nee untuk ditanami berbagai bunga, strawberry, tomat dan anggur segar dalam pot yang rapi. Nee ingin menghadirkan suasana baru di rumah biar Apo tidak depresi.

"Bagaimana, Tuan Natta? Pakai jaket ya? Cuacanya agak dingin hari ini. Mungkin nanti siang akan hujan deras," kata Newyear setelah membopong Apo ke kursi roda. Si manis pun mengangguk pelan. Dia memasukkan lengan kanan dan kiri gantian ke jaket berwarna hitam. Si manis pun berkeliling santai. Satu babysitter di belakangnya, dua bertugas mendorong stroller, satu sisanya lagi membawakan perlengkapan yang diperlukan. Ada botol susu, popok, kamera, ponsel, dan sisanya adalah air mineral untuknya.

"Mister Newyear, Mister Newyear ... aku ingin menggendong mereka berdua," kata Apo tiba-tiba.

"Eh? Langsung dua?"

"Umn, dua."

Remaja itu menoleh dengan senyuman yakin, membuat para babysitter saling berpandangan lama. Saat ditanya kenapa, Apo justru tidak menjawab. Dia hanya cengar-cengir melihat Sammy dan Katty ditata ke pangkuannya.

"Phi Mileeeee, lihat. Baby-baby-nya lucu sekali. Phi tidak ingin ke sini untuk ikutan?" kata Apo, yang mulai menjadi pemandangan biasa di rumah itu. Gejala aneh dan kesintingan Apo bahkan ditoleransi selama tidak menyakiti, termasuk dirinya sendiri yang dijauhkan dari benda tajam apapun juga. Jika Apo makan daging, maka koki rumah sudah memotong-motong itu untuknya. Si manis tinggal menyendok karena garpu pun tak boleh dipegang.

Semua orang khawatir dengan betapa impulsifnya Apo. Sebab terakhir kali remaja itu diperbolehkan menggunakan garpu malah dipakai menusuk punggung tangannya sendiri--tapi batal. Gaji Newyear dinaikkan hanya karena menahannya sekuat tenaga. Apo pun aman dari self-harm disebakan cepat tanggap reaksinya.

"Oaaaw ... auuu ... mnnn ...." oceh Sammy ketika Apo memetik strawberry untuknya. Baby itu tidak memakan, tapi senang dipegangi benda. Dia mencengkeram kuat buah itu, beda dengan Katty yang langsung melempar-lempar.

"E-engh, enhh .. nnnh!" gumam Katty tak mau kalah dengan kakaknya. Mereka aktif menggeliat di dalam stroller. Memandang bunga-bunga. Banyak yang mekar dari batang hingga beberapa rontok ke tanah. Apo pun menikmati waktunya dengan si kembar. Dia terlatih menjadi ibu tunggal. Bahkan remaja itu kini punya kebiasaan tertidur di kursi roda.

Apo tak banyak protes karena hatinya sudah terlampau lama hilang arah. Selama 5 bulan ini dia tutup sosmed, hingga Jeff tak berani curhat soal kehamilannya. Masu pun seperti itu. Dia mengahadapi Earth tanpa bantuan, tapi nasihat Apo yang terakhir memang sangat berguna. Masu tidak takut lagi akan sang dosen karena Earth berniat serius. Hubungan mereka berlanjut, tapi Masu kadang kangen dengan ricuhnya Apo. Dia dan Jeff hang-out berdua jika ada waktu luang. Mereka saling cerita di kafe atau resto tentang sahabatnya yang lebih dulu tercebur ke pernikahan. Mengira-ngira apa mereka akan seperti itu juga nantinya.

"Tidak lah, Masu. Menurutku Phi Mile dan Apo agak berbeda," kata Jeff. Dia batal menyeruput jus karena fokus kepada obrolan. Remaja itu sesekali mengelus perutnya yang buncit karena mual. "Mungkin karena, hm ... entah ya? Musibah itu memang bagian mereka? Soalnya kehidupan yang sempurna dan tak ada masalah bukan berarti akan selamanya begitu. Lagipula Phi Mile kan bukan orang sembarangan. Kupikir-pikir masuk akal juga kalau ujiannya sebegitu besar."

"Tapi aku tetap takut menikah muda," kata Masu. "Pak Earth jadi sering kumarahi, tapi jika melihatmu oke-oke saja malahan jadi kepingin."

Jeff pun melempar gumpalan tisunya ke Masu. "Oke-oke saja kepalamu!" katanya. "Phi Jirayu baru kena tipu orang, tahu. Katanya memborong orderan banyak, kami jadi senang karena berekspektasi bisnis kami lancar. Sampai diangkut petikemas segala loh. Nah pas barang kami menyeberang di dermaga--eh orangnya ghosting seperti setan. Kan anjir!" makinya. "Dikira suamiku tidak keluar uang banyak apa, untuk biaya pengangkutannya? Padahal kami mau menabung untuk kelahiran baby."

"Astaga, Jeff. Kenapa kau tidak pernah cerita?" tanya Masu. "Kau anggap apa aku ini?" katanya mulai men-drama.

"Ck, ya kan itu masalah keuangan rumah tangga," kata Jeff. "Kalau merasa masih bisa menangani sendiri, ya kenapa harus cerita? Kami sebenarnya krisis sekarang. Tapi untung Phi Jirayu menabung di belakangku. Kami batal hancur, Su. Yang jelek itu aku batal dibelikan tanah."

".... hah?"

Masu pun syok karena pola pikir teman yang menikah sebeda itu.

"Aku berencana membangun kos-kosan buat tambahan ekonomi. Kan enak setiap bulan tinggal menunggu gajinya datang," kata Jeff. "Tinggal dapat setoran, kantongi. Dapat setoran lagi, kantongi. Kau pun harusnya juga begitu. Dapat banyak sumber penghasilan dalam satu waktu. Biar kokoh. Jaman sekarang tidak kuat keuangan akan pusing setiap hari. Aku sudah menerima adanya baby, jadi Phi Jirayu bilang kuliahku anjlok tak masalah hingga hari kelahiran. Toh kuliah masih bisa berkali-kali. S1 tamat, nanti bisa S1 lagi. Cumlaude bisa dikejar sewaktu-waktu asal kehidupan nyata tidak hancur."

"Oke, oke. Ceramahmu cukup memahamkan. Thank you," kata Masu sambil mengangguk-angguk. "Tinggal bagaimana realisasinya nanti. Aku akan membicarakan itu dulu dengan Pak Earth sebelum membahas nikahnya. Aduh rumit juga kalau dipraktikkan langsung."

"Ha ha ha ha ha ...."

Sementara itu Apo dibangunkan saat Sammy haus. Si manis diminta menyusui karena sulungnya rewel. Remaja itu kram tengkuk karena dipakai menunduk selama tidur. Dia pusing dengan pandangan yang mulai mengabur lagi. "Ahhh ... capek ...." keluhnya sambil mengucek mata. Apo pun menerima Sammy untuk disusui. Si bayi dipegangi babysitter karena Apo terpejam sangking ngantuknya.

"Tuan Natta betulan tertidur lagi? Ya ampun ...." kata babysitter yang kembali menuju kebun. Dia menggendong Katty versi popok bersih. Tadinya sang jelita eek hingga bokongnya harus segera diceboki.

"Ya kan biasanya juga begitu, yang penting mereka bertiga tidak rewel," sahut babysitter yang memegangi Sammy.

"Iya sih. Aku tidak protes kalau biasanya."

Mereka saling bertatapan tajam.

"Terus?"

"Soalnya Nyonya bilang Tuan Mile barusan terbangun."

".... eh?"

"Hu-um ... makanya Tuan Natta harus segera diberitahu."

Jeda yang mengejutkan semua orang. Tukang kebun saja ikutan menoleh. Mereka menyimak baik-baik kabar itu dengan senyum yang merekah.

".... atau sebaiknya kita dorong ke dalam langsung agar mereka bisa bertemu."

Bersambung ....