Apo Nattawin adalah penjajah mobil. Baru 20 menit perjalanan, si manis sudah mengeluh mual dan ingin tidur. Akhirnya Mile pun berhenti untuk mempersilahkan Apo rebah di jok belakang. Si manis tidur kembali usai mendapatkan apa yang dia mau. Dengan berbantalkan muka Jaehyun, berselimut member BTS, juga memeluk perut buncitnya. Apo tak peduli Mile berjuang sendiri di jalan raya. Kadang Mile berhenti untuk melepas kantuk, kadang juga isi bensin dan memesan makanan instan. Kurang lebih 8 jam dilewati Mile dengan segala kekacauan yang ada. Mile jadi tahu seberapa berat tugas Newyear ketika dia suruh-suruh. Berterima kasihlah kepada sang istri yang memberikan pelajaran.
"Halo, Ken. Iya ini aku. Tolong atur ulang jadwal minggu ini. Kosongkan 3 hari untuk perjalanan pribadi. Hm, cuti. Aku sedang menangani ngidam istriku di rumah, iya, bagus-bagus. Pastikan semua hal terkendali. Jangan lupa reservasikan hotel untuk kami berdua. Kurasa hari ini tidak bisa langsung. He-em," kata Mile lewat telepon. Dia menghubungi sang manajer di jauh sana, semua agar tak ada kerjaan yang kacau balau.
Akhirnya, pukul 10 Mile pun sudah berhasil memarkirkan mobil di Dusit Zoo yang legendaris. Dia memutuskan tidur 15 menit untuk melepaskan lelah perjalanan. Alarm Mile setel dalam mobil yang jendelanya dibuka semua.
"Mmmm--Phi Mile, Phi Mile ... bangun dulu ... ayooo ... ini sudah jam 2 siang," kata Apo sambil mengguncang pelan bahunya. Mile sendiri tidak sadar telah mengabaikan alarm. Dia molor 4 jam dalam kondisi duduk di balik kemudi mobil.
"Ahh, Apo? Sorry. Ya ampun Phi Mile malah ketiduran," kata Mile sambil memijit kelopak mata merahnya.
Apo yang prihatin pun ikut memijit bahunya, membuat Mile gemas karena si manis duduk lucu dengan betis kaki diduduki. Hei, sejak kapan dia pindah ke sini? Bukankah tadi tidur di belakang?
"Iya tidak apa-apa. Tapi lihat, Phi Mile ketumpahan jus jeruknya! Basah!" tunjuk Apo ke celana sang suani. ".... uwaa, pasti orang-orang mengira Phi-nya mengompol loh. Bagaimana kalau kubelikan baru? Pasti ada toko baju di sekitar sini." Apo langsung membuka pintu mobil mereka tanpa berpikir.
"Hah? Tunggu, tidak. Jangan pergi sendiri hamil begitu." Mile segera menangkap tangan istrinya sebelum keluar.
"Eh? Tapi kan bonbin-nya sudah di depan, Phi. Nak masuk ...." kata Apo. "Masak batal lihat singa bareng Phi Mile cuma karena itu. Isss, nda mau ...." katanya. ".... kubelikan, ya? Lagipula Phi-nya cape pasti karena aku. Sampai ketumpahan tidak kerasa begitu."
Iya, Sayang. Terima kasih, ya. Kau ternyata bisa mengerti--harusnya ego Mile bilang begitu. Namun dia tidak sampai hati melihat Apo menjauh. Mile pun menarik si manis masuk kembali, didudukkan. Bahkan sabuk pengaman ikut dipasang agar tak kemana-mana. Apo pun bingung dengan kelakuan sang suami barusan. Matanya tegang. Apalagi Mile mengesun pipinya sayang.
"Sudah diam, di sini saja ya, Cantik. Jangan main keluar sembarangan seperti tadi. Ingat di badanmu itu ada 2 nyawa lain," kata Mile. "Biar aku saja yang beli sendiri."
Mile pun segera turun, tak peduli dilihati orang-orang. Dia seperti lelaki mengompol, atau paling tidak muncrat mani bagi yang otaknya kotor. Siapa pun pasti menoleh ketika dirinya lewat. Mile jalan saja. Toh wajah tampannya juga baru bangun tidur. Bisa jadi mereka membayangkan dia baru mimpi basah, semuanya kacau. Rasa lapar Apo akibat belum sarapan dikalahkan oleh keheranan yang teramat sangat.
Apo melihat sang suami dengan hati yang bercampur aduk. Karena sejak Mile berikrar dengannya di altar, segala hal seperti benar-benar siap ditanggung. Mulai tanggung jawab, finansial, rasa sabar, dan bahkan menanggung malu.
Mile mungkin tampak seperti bapak-bapak di suatu waktu. Jarang punya waktu untuknya seperti mesin. Isi harinya juga cuma kerja, kerja, dan kerja. Namun lelaki itu selalu pulang ke pelukannya, tidak lebih. Meski Apo kadang rindu deep-talk dengan Mile sebelum tidur. Pulang dinas kemarin saja Mile langsung pergi ke pulau kapuk. Mile tidak memperhatikan dirinya memakai piama tipis. Terlalu capek, dan sekarang lelaki itu kembali dengan senyuman lebar.
"Ayo sarapan dulu," kata Mile, sambil mengangkat belanjaan dalam tas plastik. "Di sini ada kesukaanmu, croissant. Phi juga belikan sosis yang enak."
"Mau ...."
Apo langsung menerima sekumpulan plastik di pangkuannya.
"Sorry, ya. Phi baru melek jam segini. Ha ha ha ha," tawa Mile sambil mengecup pelipis Apo. "Kalian bertiga pasti lapar sekali."
"Iya, Phi. Thank you."
"Suka teh atau air kelapa?" tawar Mile, karena ada dua jenis cup drink di dalam tas plastik.
"Teh."
"Oke, kalau begitu aku yang air kelapa."
"Siap," kata Apo. "Wow, ada mini cheese-cake juga di sini. Suka ...." desah Apo sambil mengangkat kotak kemasan. Perutnya sudah keroncongan, tapi sakitnya tidak terasa. Mereka berdua pun makan di mobil karena cuaca sedikit panas. "Xixixixi, labelnya hampir kemakan! Ish, kenapa tidak kelihatan sih tadi? Tapi memang sama-sama kuning," celotehnya sambil mengunyah.
Mile pun sengaja memanasi mobil agar AC-nya menyala. Dia tidak ingin Apo berkeringat banyak hingga 15 menit kemudian. "Sini, sini. Masukkan sampahnya ke plastik. Biar Phi buang," katanya. "Jangan dilempar ke jendela seperti itu. Nanti kotor."
"He he." Apo hanya nyengir dengan gigi-gigi kelihatan."Kupikir Phi Mile tidak sampai tahu."
"Dasar."
Keduanya pun masuk bonbin pukul 2 lebih 27 menit, padahal rencana Mile mereka datang bisa langsung tancap. Tapi inilah kenyataannya. Mereka hanya punya beberapa jam untuk keliling. Karena pukul 5 sore nanti tempatnya sudah ditutup.
"Waaaah, flamingoooo!" tunjuk Apo saat berada di jalur depan. Senyum manisnya tetap terlihat. Apo ikutan tak peduli bahwa tempat itu mulai sepi (hanya beberapa orang yang masih tampak melihat-lihat).
"Kau suka?" tanya Mile memastikan.
"Suka, Phi. Jelas lah! Burungnya cantik sekali! Warnanya pink!"
"Itu peach."
"Ah, iya peach. Apapun itu tetaplah cantik!"
"Ya ...."
Tapi kau lebih menawan dari mereka.
"Phiii, aku mau foto mereka yang sedang renang."
Apo kini mendekat ke kandang.
"Sebentar, ini pegang kameranya."
"Ya ampun lucunyaaa. Nak pegang kepala mereka ...." kata Apo.
Mile pun sadar mereka butuh pawang sendiri. Biar ada yang memandu kalau ada apa-apa. Lelaki itu meninggalkan Apo sejenak saat masih asyik memotret, dia membisiki seorang petugas agar datang mendekat ke sana. "Tolong, ya." Diam-diam dia juga menyodorkan kartu hitam yang mengkilap.
Dengan itu si petugas pun paham Mile butuh waktu lebih. Dia mengangguk agar semua kawannya shift dadakan ke dalam sini karena bonbin sudah disewa secara pribadi.
"Tolong klien itu kalian tunggu di setiap kandang. Yang istrinya imut sekali. Di sana," tunjuk si kepala petugas lewat CCTV. "Dia hamil muda kok, hh, hh. Bisa mudah ditandai. Terus memandikan gajahnya bisa dipercepat? Katanya bocah itu nanti mau naik."
"Baik!"
"Siap, Pak!"
"Laksanakan!"
Barisan petugas itu pun langsung menyebar, meski ada yang hampir copot seragam sesuka hati. Bagaimana pun selama gantian shift mereka butuh istirahat. Tapi demi uang siapa yang tidak mau.
"Coba ini berikan udangnya, Po. Biar mereka makan dari tanganmu, " kata Mile, begitu dapat kotak udang dari si petugas.
"Eh? Makannya udang ya Phi?"
"Udang."
".... dan cacing juga kadang-kadang," timpal si petugas sambil tersenyum.
"Ooow, tapi mereka mematuk tidak?"
"Bisa jadi."
"Eh--?"
Petugas itu langsung tertawa. "Nanti saya kasih tahu biar tak dipatuk bagaimana ...."
"Aahhh, okee ...." Apo pun langsung semangat lagi. Dia memberikan makan para flamingo dengan riangnya. Mile tidak lupa memotret sang istri yang tampak cerah. "HOHOHOHO! AGAK KERAS YA, YA AMPUUUUNNN! Kukira tadi palanya lembut." Apo tampak puas karena rasa ingin tahunya terjawab.
Mile pikir si manis (mungkin) tipe yang kehilangan masa kecilnya, bisa jadi karena orangtua (dulu) masih kurang finansial. Maksud Mile, belum se-jaya sekarang. Namun dia hanya menyimpan itu sendiri. Mile cukup mendengarkan Apo cerita bahwa dia pun belum pernah ke kebun binatang.
"Mmh, kancilnya tak kalah lucu," desah Apo saat memberi makan mereka. Remaja itu mengusap leher salah satunya. Dia terkikik-kikik karena ada yang mengendus pelan di perut. "Ei, nakal ya. Di dalam ada baby-ku. Apa kau memberi salam mereka?"
Kancil-kancil itu tak menjawab dengan suara apapun, mereka bahkan langsung pergi setelah makanan habis.
"Siaaa, jahat betul."
Mile justru menikmati Apo dengan dialek Huahin itu. Hmm, mungkinkah istriku ini terpengaruh bayi yang kedua? Dia sebelumnya tidak begini.
"Silahkan, Tuan Natta. Di sebelah sana ada berang-berang," kata petugas lain mengalihkan. Apo pun dipisahkan dari kancil yang baru menggulat. Si manis pun dipegangi Mile kala melewati jembatan ke kolam mini. Di sana ada lorong bawah tanah yang menyambung, Apo bisa masuk dengan naik kereta untuk menonton berang-berang yang berenang. Ada yang kakinya mengayuh di dalam air, ada yang saling memeluk mesra. Ada juga yang ke permukaan saat Apo naik ke ambalnya lewat tangga.
"Uwi, Phi Mile ... nak peluk macam itu juga. Ayo foto ...."
Apo menyodorkan kamera dari tangannya.
"Ha ha ha, seriusan?"
"Phi Mile sambil gendong berang-berang ya."
"Hei, mereka bisa mencakar."
"Tapi berang-berangnya seperti bayi ...." bantah Apo.
Ah, sudahlah.
Toh kata si petugas cakarannya kecil (dengan orang asing). Mile pun menahan guratan kuku hewan itu di lengannya. Lalu keduanya dijepret oleh seorang petugas. Hmm, tapi masih kepikiran juga dengan request bersama singa. Itu betulan tidak sih? Mile hanya belum bisa membayangkan dimasukkan ke kandang nanti. Aku mungkin akan jadi makan malam gratis.
Mile pun mencoba tenang saat lanjut menelusur. Dia senyum-senyum melihat banyak burung dilepas begitu saja ke atas kebun. Mereka cuit-cuit kesana kemari. Tidak kabur. Bahkan ada juga yang sempat hinggap ke bahu Apo. Tidak jauh dari sana ada kandang panda merah. Mereka tampak lucu ketika saling berhadapan menyapa.
"Ha ha ha, aku tak menyangka ada yang begitu juga. Mereka kenapa sih?" kata Mile, yang mulai lupa ini kegiatan tak berguna baginya di masa lalu. Apalagi kebun binatang cenderung bau dan asem. Namun dengan Apo, Mile cukup terbius. Lelaki itu ikut antusias melihat rupa-rupa binatang.
"Yang satu ini memang cukup potensial," batin Mile saat mendapat ide dadakan. Otak bisnisnya memang belum selesai merancang. Rencana taman bermain atas nama Apo masih dalam proses eksekusi sampai sekarang. Mile rasa bentuk muka panda ini menggemaskan. Dia jadi ingin memakainya sebagai desain gerbang depan taman tersebut.
"Mungkin mereka lagi bilang, 'lovely, lovely, Phi!" sahut Apo. "Terus juga, 'Halo Sayang! Sudah makan siang belum? Naik pohon yuk cari daun bambu!'"
Mile pun tak tahan tertawa. Dia bahkan memegangi perut, sebab Apo sempat menirukan bagaimana kanguru menoleh. Gerakan tangannya yang berada di depan badan. Untung Mile hentikan sang istri sebelum ikut melompat.
Keduanya lantas melemparkan daging untuk biawak serta buaya. Moncong lumba-lumba turut dielus Apo saat mereka bertemu tanpa sengaja. Si manis juga tertawa karena pipinya diseruduk ciuman basah, dia refleks balas memeluk karena lumba-lumbanya ramah.
"Tapi kok kotor ya, Phi ...." bisik Apo kepada sang suami.
Rupanya si manis juga memperhatikan kualitas air di kolam mereka. Dia sedih, membuat Mile ingin me-request perbaikan kualitas air di tempat itu.
"Memang ada kendala sedikit, Tuan. Sumber asli agak tercemari karena limbah. Kami susah dapat air bagus akhir-akhir ini. Masih pembersihan," bisik si petugas balik.
"Oke, tapi sampai kapan pembersihan itu?" tanya Mile. Dia menyuruh Apo lanjut melihat badak saja. Waktu yang semakin sore membuatnya cukup mengawasi dari belakang. "Masih lama?"
"Kira-kira mungkin 3 minggu?" kata si petugas. "Ada banyak sampah juga dari sungai dataran yang lebih tinggi. Habis hujan, kemarin ambrol ke bawah begitu saja. Masih banyak PR masyarakat sekarang."
"Ho." Mile pun mengangguk-angguk. "Kenapa tidak pakai air tangki? Sekarang mahal?"
"Ya ... kan terpengaruh pembersihan juga, Tuan. Air bersih di Bangkok sekarang susah."
.... oke?
Namun itu tidak menghentikan Mile Phakphum. Harga air 100 tanki saja tidak lebih dari uang jajan Apo sehari, Mile akhirnya menyuruh si petugas menyampaikan pesan ke atasan agar menyertakan uang bantuan air ke dalam potongan harga kunjungan ini.
"IHHHHHH HARIMAUNYA ADA YANG BUBUK!" jerit Apo tiba-tiba. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, tapi si manis masih tampak semangat. Dia heboh karena si harimau bermain kayu di taring. Seolah-olah kucing besar itu bukanlah hewan yang buas. "PHI MILE SINIIIII! SINIIIIIII! HARIMAUNYA ADA YANG BUBUK!" ulangnya, karena tadi tidak ditanggapi.
"Ah, iya, Sayang. Sebentar ...." Mile pun menyudahi pembahasan air. Dia segera datang agar sang istri tidak merasa sendiri. "Mana, mana? Sudah kau foto mereka?"
"Beluuuum! Oh iya, lupa. Xixixixi."
"Bagaimana dengan jerapahnya? Bukankah kau ingin melihat mereka?"
"Sudaaah tadi. Phi Mile sih tidak ikut melihat."
"Oh ...."
Suara jepretan pun mengudara berkali-kali. Apo sempat jongkok untuk mendapatkan hasil pemotretan yang dimau. Kadang dia minta full-body di depan kandang, kadang close-up bersama Mile, bahkan omongannya mengelus ular itu sungguhan. Apo tidak takut, walau geli-geli. Ketika petugas mengambilkan ular phyton jinak dia mau memegang sendiri.
"Apa ini yang Anda maksud ada totol-totolnya, Tuan?" tanya si petugas.
"Iya, itu. Motifnya bagus sekali," puji Apo. "Warnanya kuning, pula. Tidak seperti di gambar. Uu, aku lebih suka yang ini."
Usai difoto bersama Apo tak puas. Mile sempat kesal dia menolak dilarang menggendong ular sepanjang 10 kaki tersebut.
"Hei, Apo--"
"Gemoy ... hihihihihi."
"Apo, please. Apo, Sayang. Kalau dililit kau bagaimana--"
"Ini juga dililit kok. Tapi cantik kan. Huaff!" Apo malah memegang leher ular gemuk itu ke muka Mile. Si manis menggendongnya dengan santai seperti kucing berbulu--oh tunggu dulu, tunggu dulu. Ngomong-ngomong soal kucing, sebenarnya Mile pernah dengar kalau kucing memang tidak takut ular. Apalagi yang melalang liar dengan jiwa yang bebas (si Kitty Po pun aslinya bukanlah kucing rumahan) Refleks tangan mereka cepat saat menampar ular yang datang. Kucing juga mampu berkelahi dengan ular bahkan berguling di tanah walau digulat begitu kuat.
"Apooo, apooooo, pooooooo!" kata Mile yang akhirnya marah betulan.
Namun Apo Nattawin tak terpengaruh. Dia hanya tertawa lalu mengembalikan si ular kepada petugas.
"Thank you, Mister," kata Apo. "Dia benar-benar mengagumkan. Kalau boleh tahu namanya siapa?"
Si petugas pun malah kagum kepada Apo Nattawin. "Belum ada. Memang Anda ingin meninggalkan nama?"
"Boleh?"
Bola mata Apo berkedip lucu.
"Tentu saja, silahkan. Ini penghargaan untuk yang telah memberikan bantuan besar ke bonbin."
"Ha?"
Di belakang sana Mile menaruh telunjuk di depan bibir. Dia tidak mau Apo tahu soal tangki air, si petugas pun akhirnya senyum saja lalu mengalihkan pertanyaan. "Jadi, bagaimana tadi? Anda ingin memberinya nama?"
"Oh, iya. Sebentar aku pikir-pikir dulu," kata Apo. Si manis menyentuh dagu sambil membayangkan sesuatu, Mile sampai ikut penasaran dengan apa yang dia pikirkan.
"Shit, Apo. Jangan bilang ularku seperti di rumah. Aku benar-benar tidak mau dipermalukan di tempat ini. Itu tadi hanya lelucon, paham? Otakku kadang susah terkendali," batin Mile yang langsung ketar-ketir.
"Aku tahu! Aku tahu!" kata Apo tiba-tiba. "Namanya V! V! Taehyung V dari BTS!" serunya, lalu bernyanyi Dynamite. "Kau tahu lagu ini tidak, Mister? Dy-na-na-na, na-na, na-na-na, na-na-na, life is dynamite! Dy-na-na-na, na-na, na-na-na-na-na, life is dynamite! Shining through the city with a little funk and soul. So I'ma light it up like dynamite, whoa oh oh! Tariannya seperti ular!!"
Si petugas seketika terpana. Maunya tertawa, tapi dia salah satu fanboy Army juga. "Shoes on, get up in the morn. Cup of milk, let's rock and roll. King Kong, kick the drum, rolling on like a Rolling Stone. Sing song when I'm walking home ... itu kan?" sahutnya ikut-ikutan menyanyi.
"WAAAHHHHH! TAHU!" seru Apo. "PHI MILE TAK KUSANGKA MISTER TAHU! Jadi Mister adalah seorang Army?! SERIUS??!! AKU JUGA! NAK FOTO SAMA AKU TIDAK?! YUYUYU! Sebagai kenang-kenangan!"
.... fuck, kecut sekali rasanya.
Baru kali kali Mile cemburu hanya ke petugas bonbin. Si manis bahkan merangkul pinggang petugas itu dan mereka menggendong ular V bersama.
"Phi Mile yang cakep ya! Awas loh kalau hasil foto kita jelek!"
Kecut dua kali lipat.
Mile harus terima jadi fotografer gratis. Tapi dia menyeringai karena bagian petugasnya diberikan efek silau. "Hmph, kau takkan bisa punya kenangan dengan istriku," batinnya.
"Ishhhh! Jelek kannn! Lagi-lagi!" kata Apo, yang malah selfie dengan si petugas karena yang barusan terbukti tak lulus sensor.
Ck, kecut 33 × lipat.
"Sudah ah. Ayo naik gajah dulu, Po. Keburu sore."
"Owkaayyy!!"
"Perhatikan langkahmu nanti tersandung batunya."
"He he he." Apo pun menggandeng tangan Mile untuk pamitan. Tapi senang sekali ketemu sesama Army. "Pssst, psst, psst, psst," bisiknya hingga si petugas memperhatikan. "Army! Army! Army! Army!" gumamnya dengan tangan yang terkepal. Sambil menoleh ke belakang dia pun disahuti dengan cara yang serupa. Dada Mile Phakphum sampai panas karena tak mengerti dunia mereka.
"Hei, Apo. Kau ingin Phi berfoto dengan singa, huh?" tanya Mile tibe-tiba.
"Eh? Iya, Phi? Memang Phi mau betulan?" tanya Apo saat pinggangnya dipeluk dari belakang. Kini keduanya diangkut gajah yang super besar. Mereka diajak berkeliling petugas lain yang memang pawangnya hewan itu.
"Ckck, tentu saja. Kau pikir Phi takut kepada singa? The best photo hari ini akan tetap dimenangkan olehku," jawab Mile.
"Heeee, oke ...." kata Apo. Remaja itu pun menikmati pemandangan sunset diantara pohon. Namun dia tak menyangka Mile sungguh mau turun di hadapan kandang singa. "P-Phi, t-tapi setelah kupikir-pikir tidak perlu kok, ya? Nanti Dede-dede Ayi tidak punya Daddy bagaimana--"
"Ssssh, diam. Justru anak-anak itu harus tahu ayahnya yang paling keren," sela Mile. Dengan langkah tegap dia pun mendatangi petugas. Apo malah pucat saat Mile dibukakan kandang para singa itu. Ada tiga pula, ya ampun. Walau tetap didampingi, Apo malah takut. Remaja itu sudah berpikir yang bukan-bukan.
"Mm, Phi Mileee! Phii! Baliiik! Hiks, nak pulang ...." pinta Apo sambil meremas jeruji besi. ".... a-ayo makan-makan enak di resto saja. Plisss ... Phiiiii ...."
Mile tetap berjalan mendekat dengan mendengarkan arahan petugas.
Singanya datang. Apalagi yang maju paling depan jantan. "Grrrr, groaaarr!" raung hewan itu yang langsung dielus petugas.
Apo sudah panik hingga pipis di celana. Padahal singa jantan yang diajak foto Mile malah manja-manja. Hewan itu memutari Mile dengan petugas tersebut. Mereka selfie, yang kedua Mile baru berfoto sendiri.
"Berhasil!" batin Mile sebelum kembali dengan kameranya.
Kekuatan cemburu buta memang sangat dahsyat, tapi kekuatan takut kehilangan pun tak kalah dahsyat.
"Astaga, Apo?! Kau sungguh-sungguh mengompol di sini? Ya ampun ...."
"Hiks, hiks, hiks, Phi Mile ...." tangis Apo yang kaku berdiri. "Phi Mile jahat, hiks. P-Phi Mile jangan pergi-pergi begitu lagi. Hiks, Phi Mile ...."
Mile Phakphum pun geleng-geleng kepala. Niatnya menuruti, tapi jadinya malah begini. Dia pun menggendong Apo agar kakunya mereda, mereka lalu keluar bonbin sambil mengabaikan pesingnya sepanjang jalan.
Bersambung ....