Chapter 50 - KITTY PO 46

Perjalanan Mile menuju ke tempat Apo menghabiskan 9 menit. Dia membawa oleh-oleh dalam kotak. Siap bertemu dengan si manis di ujung hari lelahnya. Namun, saat melewati jalur menuju villa ada banyak orang berkerumun. Mile kira ada kecelakaan, tapi ternyata hanya dua orang tergeletak pingsan. Mulanya dia hampir tak peduli, toh sudah ada yang menelepon ambulans untuk pengecekan. Namun, saat Mile melihat wajah mereka, dia benar-benar terkejut. Itu adalah Masu dan Jeff, kawannya Apo. Mile ingat betul mereka berdua, karena setelah anak-anak BT bubar lulus, hanya keduanya yang masih aktif bersua. Mile pun akhirnya menerobos kerumunan, bertanya kenapa, dan ternyata itu kasus penjambretan mobil.

"Iya, aku sempat lihat mobilnya dibawa pergi. Soalnya perasaan pengemudi sebelumnya anak ini. Cuman karena agak buru-buru, malam juga. Aku tidak bisa melihat pelat nomornya. Kita harus menunggu mereka sadar untuk bertanya detailnya," kata seorang warga yang memangku kepala Jeff.

"Tapi mereka baik-baik saja, kan? Tidak ada luka pukul?" tanya Mile khawatir.

"Tidak, tidak ada. Sepertinya dibius saja. Pasti siuman kurang dari 2 jam."

"Hm, kalau begitu masukkan saja ke mobilku. Aku kenal mereka," kata Mile. "Biar kuurus kelanjutannya."

"Oke."

Mile pun segera menghubungi Apo saat Masu dan Jeff diangkut masuk ke jok belakang. Keduanya ditata duduk agar rapi, sebab kursi depan ada box hadiah. Mile sudah ketar-ketir apakah Apo ikutan kena imbasnya, tapi ternyata suara si manis masih ceria.

"Phi Miwww! Kenapa lamaaa? Masih di jalan, ya?" tanya Apo. "Aku sudah menunggu di sini. Pegal, tahu."

Mile pun langsung lega mendengarnya. "My god, Apo. Kukira kau kenapa-napa," desahnya. "Masih di villa?"

Apo pun mengangguk pelan. "Iya, Phi. Xixi. Memang kenapa? Kan aku maunya digendong keluar," jawabnya, yang sedang duduk dalam kado berukuran jumbo. Di sekitarnya ada dekorasi ala Natal. Tak masalah lewat tahun baru, Apo hanya ingin bermain role-play yang seksi. "Masuk, masuk ... nanti kukasih kejutaaan!"

Mile pun langsung berlari memutari kerumunan. Dia tidak mmemastikan sambungan. Jaga-jaga saja kalau ada sesuatu. Di merasa harus waspada selalu. Namun lelaki itu hanya menemukan ruang tamu kosong. "Apo, serius kau dimana, Sayang? Jangan bercanda," tanyanya.

"Phi Mile sudah masuk?"

"Sudah, aku di ruang makan sekarang. Mencarimu."

Mile terus menyusuri ruangan.

"Ow, masih jauh ya ternyata. Sekarang naik lantai 2. Lewat tangga, Phi ...." intruksi Apo.

"Ha?" bingung Mile. "Tapi ada dua tangga berbeda jalur di sini. Yang mana?" Dia merasa dipermainkan. Jujur selain lelah otak Mile masih fokus kepada Jeff serta Masu. Dia khawatir, tapi sang istri malah mengajaknya main petak umpet. Dasar bocah, batinnya sedikit jengkel. Namun Mile tetap mencari. Dia benar-benar naik tangga tapi salah arah. Mungkin ini bukanlah jalur yang benar.

Mile pun turun lagi untuk mencoba tangga yang lain, di sana baru ada ruangan penuh dekorasi pesta. Ada tulisan: "HAPPY BIRTHDAY, HUBBY. PHI MILE PALING TAMPAN SEDUNIA." dengan tulisan "05 Januari 2022" yang tertera pada dinding. Semua itu dihiasi dengan balon, kue, lilin, parfum, dan hal yang tak Mile sangka. Sebab ini masih 4 Januari, tapi beberapa jam lagi dia memang tambah umur.

"Oh, shit," maki Mile yang emosinya mulai meluruh. Dia pun melepaskan ponsel sejenak, Apo tertawa-tawa di dalam sana. Lalu Mile mendekati suara sang istri. "Kau sembunyi ya, Apo? Jangan begini, please."

"Xixixixixi. Ayo, cari akuuu."

Mile pun berjalan ke arah kotak kado yang menurutnya raksasa. Setiap detik kejutan Apo makin mendebarkan. Apalagi dia sempat kecolongan ketika mengecek. Dikiranya Apo berada di balik kado, tapi ternyata Mile harus mendekatkan telinganya dulu ke dinding kardusnya untuk mendengar.

"Apo?" panggilnya sambil mengetuk. "Apo, Sayang? Betulan tidak sih kau ada di dalam? Atau Phi hanya halusinasi."

"Halo, congratulations!" kata Apo, yang jelas-jelas suaranya memantul di kado, juga speaker ponselnya. "Jejejejeng! Phi Mile sudah dapatkan kadonya. Boleh kok kalau di-unboxing sekarang. Ya ampun Phi, kebetulan gerah sekali di sini. Engap!"

Mile Phakphum pun terheran-heran. Seumur hidup dia belum pernah dapat suprise yang segila ini. Antara sebal, gemas, dan senang pun dia membuka pita emasnya. Bagian itu cukup kasar pada jari, Mile membuka tutupnya. Dan ternyata masih ada kado lain. Lelaki itu jelas-jelas diuji kesabarannya. Dia tak tahan. Bungkus tutup yang kedua langsung dirobek-robek dan dilempar ke lantai. Asli, ini permainan anak-anak, batinnya. Namun di rasa tidak boleh marah, walau dalam dada sudah ingin meledak sangking cemasnya.

"Apo--"

"Happy birthday, Phi Mileee!" seru Apo sambil menabrak peluk sang suami. Dia menyembul bagakan badut sulap lucu. IPad dan ponsel ada di lantai kado pertanda habis digunakan menelpon. Mile sendiri menangkap pelukan Apo sama erat, debarannya menguat. Antara lega dan gembira karena Apo baik-baik saja. "Happy 33 tahun ya, Sayangnya Apo. Aku juga sama kayak Phi Mile. Cinta banget! Cinta, cinta, cinta, cinta, cinta! Pokoknya Phi Mile dabest sampai sekarang. I love you."

Mile pun tersenyum perlahan. Dia meremas pinggul si manis, menyadari kostum remaja ini sangat minim bahan. Untung terbuat dari bulu lembut. Warnanya merah dan putih seperti seragam santa-clauss, bedanya yang dipakai Apo menonjolkan lekuk tubuh. Kostum itu pas badan dengan pita di lehernya. Belum lagi bagian itu ada lonceng kecil.

Cantik sekali, tak terbantahkan.

Biarpun Apo hamil, si manis belum ada lawan. Lengkung mata dan bibirnya langsung membuat Mile mengecup di sana.

"Thank you, Sayang. Makasih banyak atas semuanya."

"Sama-sama."

Mile gagal fokus kepada puting Apo yang terekspos dua-duanya. Bagian pink mungil itu dengan nakal mencuri spot pemandangan. Puting Apo benar-benar siap hisap kapan pun, belum lagi banyak mainan seks di sekitar ruang kado--ah, jujur otaknya serasa panas sesaat. Mile bahkan suka jepitan rambut seperti tanduk rusa yang dipakai sang istri. Namun, entahlah. Dia tidak bisa nafsu, bukan karena Apo kurang seksi, tapi masih ada urusan yang urgen.

"Oke, kalau begitu sekarang ayo pulang dulu. Di sini bahaya."

"Ehhh?"

Mile langsung mencopot jas, dan menangkupkannya ke bahu Apo. "Begini sudah hangat kan? Tidak perlu ganti lama, nanti masalahnya malah semakin besar."

Apo yang ditarik keluar dari kado pun sedikit kaget. "Tunggu, tunggu, tunggu, Phi Mile. Kok pulang? Phi masih ada kerja atau bagaimana? Kita belum potong kueeee."

Mile sempat melirik kue merahnya sekilas. "Iya, tapi nanti saja. Dua temanmu dapat masalah, Sayang. Mereka kehilangan mobil dan harus cepat dilaporkan ke polisi. Bisa makin jauh perlakunya nanti. Kasihan."

"Apa Phi?" kaget Apo. "M-Maksudnya mobil Jeff yang dipakai kemari?"

"Ya, sepertinya."

"Oh ...." Apo pun langsung menoleh ke belakang. "Tapi, tapi ... ugh, kenapa bisa terjadi? Terus, aku mau ambil IPad sama ponsel dulu. Masih tertinggal. Mmh, Phi Mileee ...."

Mile seketika berhenti melangkah, walau rasanya sudah ingin berteriak dari ujung bumi. Di membiarkan Apo kembali untuk memungut gadget-nya, mengambil tas selempang, barulah mau digadeng keluar lagi.

"Hmmmh ...." desah Mile dengan napas panjang. Dia tahu Apo sedikit kecewa. Mukanya cemberut, tapi kali ini dia tega mewawancarai macam-macam. Seperti kenapa muncul ide begini, kok Masu dan Jeff berada di luar, bagaimana bisa Apo membawa ponselnya Masu, atau kenapa ponselnya sendiri malah ditinggal di rumah ....

Mile mengomeli Apo dengan alasan ceroboh. Si manis pun tersinggung, tapi anehnya tidak menangis. Dia merasa ada yang salah seperti dugaan Mile, walau Apo sebenarnya tidak merasa seceroboh itu.

"Lain kali tetap dibawa ponselnya. Jangan pinjam. Phi Mile belikan kau merk bagus, biar betah memakai milik sendiri. Malah menyusahkan teman saja. Kalau kau ikut kena si penjambret, bagaimana? Terus bayangkan kalau mereka masuk ke villa yang tidak dikunci begini, bisa celaka. Yang masuk kan belum tentu Phi Mile sendiri. Mereka bisa mengambil banyak barang dari sini. Kenapa tidak suruh Masu dan Jeff ikutan berjaga di dalam? Paling tidak biar tempat ini dan kau aman, mereka pun seperti itu. Ya, sembunyi lah kalau memang kejutannya perlu suasana tenang. Masu dan Jeff tidak harus menampakkan diri. Sekarang lihat apa yang sudah terjadi? Tidak ada yang tahu kemana pelakunya. Semua hilang. Hampir larut begini, bukannya makin hati-hati, kalian justru sembrono semua. Paling tidak bawa bodyguard suruhan Newyear atau semacamnya biar tidak--"

.... dan masih banyak kalimat lainnya.

Apo pun hanya menunduk di kursi jok depan, di samping Mile. Box hadiah jajan dari Mile dipandangnya dengan mata yang berkaca-kaca. Apo memang lebih kepada takut daripada sedih. Belum lagi sakitnya effort di dalam villa serasa kurang dihargai. Ya Tuhan, salah ya dia kalau membuat pesta ulang tahun?

"Aku cuma ingin Phi Mile senang hari ini. Aku kangen ...." batin Apo sambil mengucek matanya. Dia baru berani terisak-isak saat sampai ke kantor polisi. sebab jam 11 malam Mile baru menemukan kantor terdekat untuk melapor.

Mile juga membawa ponsel Masu untuk menelpon Jirayu. Sebab kontaknya ada di sana dan Mile perlu menanyai berapa nomor plat mobil yang dihadiahkan untuk sang kekasih.

"JJ 0420 N," kata Jirayu di seberang sana. "Sebentar Phi mungkin aku salah ingat. Kucek dulu di surat BPKB-nya. Biar pasti. Soalnya mobil itu langsung kuberikan, begitu dibeli. Aku tak terlalu perhatian."

"Oke."

Urusan itu diusut Mile dengan beberapa keterangan. Lama sekali dia ditanya dalam kantor tersebut, tanpa tahu tangis Apo Nattawin sampai berhenti sendiri. "Hiks, hiks. Hiks, hiks. Hiks ...." Remaja itu sesenggukan sampai mata bengkaknya mengantuk.

Apo sebenarnya juga kaget karena baru sekali dimarahi. Dia tak menyangka Mile akan cerewet saat emosinya naik. Belum lagi Apo tak bisa membantah. Si manis benar-benar lemah dengan harapan yang jatuh. Bahkan dia tak berani menatap mata Mile ketika sudah kembali.

"Kita langsung pulang saja, sudah malam," kata Mile sambil membanting pintu mobilnya. "Masu dan Jeff biar ikutan tidur di rumah. Ada banyak kamar tamu kok yang masih kosong. Besok pagi biar Jirayu menjemput mereka. Astaga, kau juga telat tidur hari ini. Ck."

Apo pun makin merinding. Hatinya teriris saat perjalanan itu berlanjut, dan air matanya menetes lagi karena jam tangan tiba-tiba sudah menunjuk pukul 12 malam. "Umn," angguknya. Jemari remaja itu bertautan gelisah. Dia tak enak hati. Namun di dadanya tetap ada sekumpulan kalimat tulus. "Maaf, Phi Mile," batinnya. "Maaf dan selamat ulang tahun, walaupun akunya gagal. Pokoknya aku sangat sayang Phi Mile. Aku benar-benar minta maaf."

Bersambung ....