Sebenarnya Apo samasekali bukan tipe bebal. Dia bisa bangun hanya karena suara kecil, sentuhan ringan, dan tepat pada waktunya. Apo dikenal disiplin karena itu, jarang telat. Bahkan hampir tidak pernah melanggar aturan sekolah. Namun usai kegiatan panas semalam dia sengaja tidak membuka mata. Apo pura-pura tidur saat Mile memandikan tubuhnya yang kotor. Mulai dicelupkan dalam bath-up hingga keluar dari sana. Untung Mile tidak lupa membersihkan matanya dengan handuk, mengusap giginya pakai tisu basah, bahkan liangnya digosok lembut. Sang suami merebahkan dirinya di ranjang lagi setelah bersih, dia dihanduki. Lalu dipakaikan baju satu per satu. Setiap step diketahui Apo Nattawin, dia gugup. Mungkin Mile juga sudah tahu dirinya sadar, tapi tidak berkomentar.
Mile justru menyelimutinya kembali, lalu puk-puk dadanya seperti bayi. Apo kira sang suami segera pergi karena sarapan (misalnya?), tapi lelaki itu betah duduk di sisinya. Apo tahu wajahnya dipandangi meskipun pura-pura tidur. Mata Mile menyorotinya seperti kamera lalu mengecup kening, pipi, dan bibirnya yang lecet. Hanya sedikit, memang. Bagian kiri bawah yang geli kala Mile menyentuhnya dengan jemari. Apo pun tak tahan mengulum bibirnya yang amat sensitif. "Ungh," lenguhnya, membuat Mile tersenyum.
"Pagi, Sayang ...." bisik Mile, tapi Apo masih tidak mau terbangun. Dia terlalu malu untuk pipis semalam, bagaimana mukanya nanti kalau menghadapi Mile. Mile sendiri membiarkan Apo beristirahat lebih, tapi pukul 10 pagi dia mulai cemas. Mile pun datang lagi ke sisi Apo untuk meraih pipi hangatnya, si manis sampai dibaui aroma sosis agar bangun dengan sendirinya. "Kitty kecil, ayo buka matamu sebentar ...." ulangnya tepat di telinga Apo.
Si manis rupanya benar-benar tidur, kali ini dia pulas di dalam mimpi yang dalam. Apakah seks semalam semelelahkan itu? Dia pun memijat pelan paha dan kaki si manis hingga keluar dari alam bawah sadar. "Eunghh, hngghh ...." gumam Apo sambil menggeliat pelan. Bunyi tulangnya menggemerutuk hingga terdengar seperti kerupuk, Mile cukup lega melihatnya mengucek mata dengan lucunya. "Hmmmh ... hoaaaamhhh ....."
Percaya tak percaya Mile jadi ingat Kitty Po kala merenggangkan tubuhnya yang penuh bulu. Sebab Kitty Po juga menguap lebar ketika pagi. Mile tergoda mencubit pipinya yang masih gemay, disapanya si manis untuk kesekian kali. "Pagi," katanya.
Mile berprinsip menunggu reinkarnasi Apo saja dia tahan, mengapa tidak hanya dari tidur lama?
"Pagi Phi, masih ngantuk." Apo langsung meringkuk lagi karena lupa diri. Dia tidak ingat soal pipis seperti tadi, sebab pegal capeknya baru terasa.
Capek tidur, maksudnya.
Apo adalah remaja dengan stamina yang cepat pulih, wajar bila tubuhnya segar, walau tidak dengan pinggang dan bokongnya. Remaja itu meringis ketika Mile menyentuh bagian bagian panggul, dia sampai mendorong tangan sang suami walau tanpa merencanakan. "Akhh, jangan dulu ...." Dia refleks menoleh, karena takut ditusuk lagi. Mile pun terkejut karena dia dilarang menyentuh. "Ah, maksudku--rasanya sakit. Aku tidak bisa merasakan bagian itu, maaf, Phi."
Mile tetap menyingkap baju Apo perlahan hingga perutnya terlihat, perasaan bagian itu normal-normal saja, karena Mile tak terlalu intens di sana. "Kalau yang sini, bagaimana? Boleh Phi sentuh?"
Apo pun mengejan karena tindik mungilnya tersenggol. Perut ratanya jadi semriwing karena Mile mengelus di sana. "Ugh, keram ...." Dia meremas lengan sang suami, tapi tak menolak. ".... s-sepertinya penuh, Phi. Aku lapar, tapi di sana terasa gendut. Apa aku harus memuntahkannya dulu? Atau beol? Phi, aku mual, tapi tidak ingin muntah ....." keluhnya.
Mile lebih paham, air maninya mungkin tertampung di dalam sana. Sebab tadi pagi yang keluar hanya sedikit. Liang Apo juga menyempit seperti sedia kala dengan amat ajaib, mungkin karena sistem otot sang remaja masih baru jadi tubuhnya begitu sigap.
Mile naik ke ranjang untuk memanjakan Apo, toh dia sudah mengatur hari untuk berduaan saja dan tak langsung bulan madu. Mile bukan orang yang butuh tiket pesawat hanya karena ingin ke suatu tempat, dia tinggal memakai jet pribadi bila Apo sudah ingin berangkat. Namun si manis sepertinya tak kuat duduk, barang bergerak saja kesulitan apalagi diajak jalan-jalan hari ini.
"Memang Apo-nya Phi lagi ingin apa? Bilang saja," kata Mile, tanpa berhenti mengelus di perut itu. "Kalau buah dikupaskan biar nanti tinggal makan. Ini-nya juga jangan sampai kosong."
"Hmm, tidak tahu," kata Apo dengan pipi yang memerah karena nyaman. "Tapi, sekali bikin baby-nya bisa jadi tidak sih, Phi? Aku jadi kepikiran ...."
"Hah?"
"Baby ....." Apo ikut menyentuh perutnya. "Di sini, mm ... tadi malam kita lagi buat baby kan?"
Mile jadi kesulitan berkata-kata. "Ya--ha ha, benar, tapi--baby? Kalau iya kenapa cepat sekali?"
"Eh?"
"Satu hari bukannya tak akan terjadi apapun?"
Kedua mantan perjaka itu bingung dengan obrolan mereka. Rasa-rasanya topik tersebut takkan berakhir, meski sudah paham teori kehamilan. Mile dan Apo mendadak bodoh bila bersangkutan dengan dunia seksual. "Tidak jadi, ya?" tanya si manis. "Tapi katanya setelah dua Minggu, dua bulan, tiga bulan, atau paling lama enam bulan--akan ketahuan kan?"
"Mungkin?"
"Phi Mile tidak jadi ingin baby, ya?"
"Jadi, kok. Jadi ... Apo Sayang. Memang kenapa bertanya begitu?"
"Phi Mile tidak kelihatan bersemangat."
YA, JELAS MILE PHAKPHUM BINGUNG SEKALI! Di otaknya sudah ter-setting seks, liburan, senang-senang, dan sebagainya. Tapi baru semalam menikah kenapa si manis sudah membahas bayi? Apa dia akan jadi ayah secepat itu? Mile sungguh heran jika sampai betulan t niceerjadi. ".... ya, kaget saja. Ha ha ha. Otakku jadi ikut overthinking."
"...."
"...."
"Overthinking itu OVT, kan?"
"Ya?" Mile membuka laci nakas dan mengambil majalah khusus rencana bulan madu. "Tapi kenapa kau tidak pilih dulu saja? Kita sudah rencana, tapi siapa tahu kau berubah pikiran. Soal destinasi kita bisa atur kemana pun sebelum berangkat."
"Oke, Phi."
"Aku ambilkan buahnya dulu biar bisa dipakai sarapan."
Mile pun kembali setelah beberapa saat, dia membawa sepiring buah dari pekerja hotel di luar kamar. Lelaki itu langsung menutup pintu, dan duduk di sisi Apo kembali. Dia ingin Apo punya pengalaman pagi yang indah seperti di dalam film. "Sebenarnya soal baby boleh kapan saja, jangan dipikirkan," katanya sambil menyuapi Apo dengan potongan buah. "Kalau datangnya cepat ya ... welcome Kitten? Kalau nanti-nanti juga tak masalah.
Hanya saja, Phi tetap ingin jadi yang nomor satu. Boleh tidak?"
Apo tertegun mendengar perkataan itu. Dia menoleh dari majalah karena sang suami tampak sensitif, Mile sepertinya takut dilupakan kalau sudah punya bayi. Mungkin baginya pernikahan ini dia damba-damba, tapi waktu kebersamaan mereka hanya sebentar. "Boleh kok, Phi. Memang Phi sendiri maunya bagaimana? Aku hamil dulu?"
"...."
Si manis pun mengguncang tangan Mile perlahan. "Ayo jujur," pintanya. "Aku juga mau dengar isi hatinya Phi Mile lho. Kok sedih."
Mile malah kesal kepada dirinya sendiri. Dia sekarang lebih kekanakan dari Apo Nattawin, padahal remaja itu baru 17 tahun. Dia meletakkan majalah karena ingin fokus sang suami, lalu mengecup punggung tangannya juga. "Tidak tahu, hanya ingin pacaran denganmu lebih lama saja."
"Ha ha ha."
"Maksudku, pacaran setelah menikah. Kau paham kan?"
"Iya ...." Apo pun puk-puk punggung sang suami ketika datang, lelaki itu ambruk minta dielus, meski paha Apo terasa ngilu. Demi kenyamanan si manis pun menarik selimut sebagai bantal, perlahan-lahan jemarinya menyisir di rambut Mile. "Ow, jadi sebenarnya tidak mau baby dulu." Bibirnya tersenyum manis. "Tapi kalau nanti jadi, bagaimana? Phi Mile sedih?"
"Ya, sedikit."
"Xixixi."
"Tapi lebih banyak senangnya kok, kan itu baby-ku dan baby istriku." Mile menaikkan nada suara pertanda kesal-kesal gemas. "Nah jika perhatianmu sampai terbagi, aku pasti bertarung dengan si Kitten sepenuh hati. Lihat saja." Mile membenamkan mimik wajahnya ke perut Apo. "Aku akan berperang dengannya, Po. Dasar kucing cilik nakal. Berani-beraninya dengan Daddy sendiri. Papa-mu selamanya punyaku."
Apo pun makin terhibur. Dia tertawa keras karena Mile sangat menggemaskan, tapi nyatanya sang suami tidak mood diajak membahas kondom dan spiral segala. Katanya, "Lebih enak langsung, mungkin?" Dengan muka yang sama bingungnya. Apo
akhirnya menantang jika dia lama tidak hamil, maka mau ke sekolah pilot dulu. Si manis rupanya semakin cerdik dan ingin tahu bagaimana reaksi Mile. Apalagi alasan Apo logis dan Mile malah ditinggal pergi 6 bulanan. Apo sungguh membuat sang suami kelabakan, si manis gemas. Apalagi sang suami benar-benar sampai menangis di perutnya. "Po, tolong jangan jahat-jahat, please. Kita kan baru menikah kemarin ...." membuat Apo semakin tergelak!
"HA HA HA HA HA HA HA HA HA! Ya ampun Phi Mileeeeee ....! Ututututu ...." tawa Apo tak henti-henti. "Aku ini hanya bercanda, Phi--ha ha ha ha ha. Sudah, sudah ... astaga. Jangan sedih-sedih begini. Kan aku janji di rumah sampai 3 tahun lebih. Phiiii ... aku barusan hanya mengerjaimu ...."
Terlambat. Mile Phakphum terlanjur kehilangan harga diri di depan Apo Nattawin, ini seperti impas karena semalam Apo pun malu padanya. Namun, percayalah. Mile benar-benar takut tadi Apo serius dengan perkataannya. Karena hamil dan tidak, dia tetap ingin melihat sang istri mungil setiap hari. Kebetulan Apo baru 17 tahun, kan? Mile berpikir pasti menyenangkan melihatnya tumbuh sampai dewasa. Jadi nanti saat dilepas ke sekolah sudah 20 tahun lebih.
Apa nanti semakin cantik nan tampan? Mile bersemangat menyulap istrinya lebih menawan daripada hari ini.
"Sungguhan?"
"Iyaaa ...."
Mile baru menampakkan wajah belel-nya.
"Sungguhan tadi bercanda?"
"Iya, Phi Mile. Aku akan di rumah."
Apo pun membelai rambut sang suami makin lembut, dia meraih tisu di atas nakas untuk mengusap basah-basah di wajah Mile.
"Apo bercandanya buruk sekali. Phi Mile bisa umur pendek karena jantungan."
Apo kembali tergelak kencang. Dia senang menggoda Mile, jika begini. Namun kasihan juga kalau keterlaluan. Apo paham Mile sangat memperhitungkan pendapat dia. Meski menjadi kepala keluarga, Mile tak mau semena-mena. Sebagai gantinya dia pun membuka tiga kancing baju teratas untuk menampakkan puting, Mile sampai melongo dan heran dengan kelakuannya. "Apo, what are you doing?" tanyanya.
Merasa belum cukup Apo pun membuka kancingnya hingga bagian terbawah. "I-Ini semacam penebusan dosa?" katanya malu. "Phi Mile mau nenen atau tidak?"
Bersambung ....