Setelah perjamuan makan selesai, sistem mengatakan tujuan berikutnya lapangan berkuda. Luas tempat itu seperti sirkuit balap, bedanya liku-liku jalanan di dalamnya punya pagar super tinggi. Apo belum pernah melihat barisan kuda yang surainya selebat itu. Mereka gagah sekaligus cantik karena ekornya begitu panjang. Baru saja dia tersenyum sudah dikabari hal-hal jelek, jumlah HEART-nya ternyata tadi berkurang 20.000 poin.
"Apa?!" pekik Apo bisik-bisik. "Yang benar saja, sistem? Jangan bercanda! Aku sudah berusaha loh! Pujianku keren sekali!"
[SISTEM: Maaf kami tidak bisa mengendalikannya, Tuan Nattarylie. Anda termasuk kalah pada challenge pagi ini. Itulah tebusan agar Anda tetap naik level selanjutnya]
[Tahukah Anda? Sebutan "aku" bersama baginda Raja dinilai tidak memenuhi protokol kerajaan. Sayang sekali, Tuan]
[Tapi tidak apa-apa, kok. HEART Anda kan masih 79.500. Selamat berjuang lagi, ya! Pertahankan poin Anda dengan memenangkan sesi selanjutnya!]
[Tring! Tring! Tring! Kita akan menuju ke kandang kuda!]
[Mohon tunggu 30 detik!]
"Bedebah?!" Maki Apo di dalam hati. Dia didatangi seorang pemandu yang menggiring ke jagoan berwarna hitam. Apo kesal, tapi langsung terhibur dengan kuda tersebut. Dia mengelus surainya yang halus. Entah bagaimana jenis perawatan hewan ini, yang pasti Apo senang baunya tak basin saat dipeluk.
"Hirrrkk~" ringkik kuda itu kesenangan.
"Hai, hai, Sobat. Kita teman ya hari ini?" bisik Apo sambil tersenyum. "Aku pun penasaran rasanya menunggangimu nanti. Ha ha ha ... eh, kau betina kan?" Ditiliknya bokong si jagoan sesaat. "Bagus. Setidaknya aku takkan cringe menunggangi pejantan. Wkwkwk."
Apo pun naik ke atas pelana setelah dipasangi pengaman. Dia nyengir karena rasanya seimbang. Dia tidak ketakutan atas kemampuan basic game. Rupanya kesembilan player lain juga bersiap-siap. Para perempuan tetap slay, meski bergaun. Mereka makin cantik di atas tunggangan putih masing-masing. "Woah, pemandangan yang tak boleh aku lewatkan. Ha ha ha ... HAK HAK! HAK!"
Si jagoan lari begitu Apo teriak. Otomatis posisinya menuju ke garis start dimana 10 player ter-setting rapi. Namun Raja Millerius III ternyata juga bergabung, itu membuat Apo terheran-heran. "Eh? Kok ada ...."
[SISTEM: Selamat datang di "Bonus Level", Tuan Nattarylie! Ini saatnya menambah Poin HEART agar bertahan lama!]
[Ingat, kalah level berarti dikurangi 20.000 poin. Nah, jika Anda menang di sini, sebanyak 20.000 poin akan dikembalikan ke HEART Anda]
[Semangat! Semangat! Semangat! Keluarga Livingston pasti jadi nomor 1!]
Apo garuk-garuk kepala meski tak gatal. "Hmm ... ngomong-ngomong ini ada berapa level deh sampai aku menang?" tanyanya.
[Bantu jawab, Tuan Nattarylie. Kita akan berjuang 25 level]
"Anjir!"
[Apakah ada yang masih Anda tanyakan? ]
"Ada sih. Jadi tak masalah ya kalau mendahului Yang Mulia?"
[Tentu saja, Tuan! Beliau di sini hanya ikut bersenang-senang bersama calon istrinya! Memenangkan challenge pasti akan membuat beliau terkesan! Ayo! Ayo! Jangan biarkan Nona Magnolia dan Victoria menang kembali!]
"Ckckck, ribet sekali kalian ...." omel Apo. "Ya sudah! Lihat saja aku akan memenangkan bonus kali ini."
[Okeee! Hati-hati jika kalah, Tuan Nattarylie. Nanti poin akan dikurangi 500 lagi!]
"Apa? Sialan ya," kaget Apo. "Bonus kok begitu caranya, ini sih penyortiran dengan cepat namanya. Ckckck."
Meskipun begitu, Apo tetap mengikuti protokol. Dia tidak mau kalah lagi hanya karena kurang memperhatikan timing. Ini memang game sepele, tapi dijalani langsung tak seperti hanya memencet layar ponsel. Apo benar-benar merasakan sensasi hidup di dalamnya sebagai seorang player.
[Bersiaplah, Tuan Nattarylie]
Kekangan Apo di tali kuda menguat.
[Hitung mundur 30 detik!]
Jantung Apo mulai berdebar kencang. Dia ingin melirik kanan-kiri dimana player lain dan Raja Millerius ada, tapi ditahan sekuat mungkin. Apo makin fokus ke trek yang sudah disediakan denah. Terdapat jalur macam GPS pada sistem yang melayang di hadapannya. Apo benar-benar tak terdistraksi oleh apapun. Keramaian penonton di sekitar field pun tak mengganggu dia. Apo bereriak, "HAK! HAK! HAK!" kala bunyi pistol terdengar. Dia melaju pertama kali dan meninggalkan siapa pun di belakangnya.
Mampus, kalian! Lihat aku adalah Apo Nattawin! Enak saja lelaki 42 tahun dikalahkan game incess begini. Tidak sudi! Cuih!
Peluit nyaring terdengar. Para penonton makin semangat bertepuk tangan untuk Apo sebagai player paling depan yang eksis. Raja Millerius saja di urutan ke 4. Dari layar sistem, Apo bisa melihatnya dikelilingi dua carrier dan satu perempuan. Seringai tumbuh di bibir Apo karena merasa sisi dominannya kembali, dia menggebuk pelan perut si kuda dengan kaki agar melaju semakin cepat.
Percayalah, Apo pernah punya motor sebelum dijual second, semua untuk membantu sang ibu yang ingin modal usaha pasar. Kue-kue sederhana ibunya bikin agar mendapat banyak pesanan. Apo takkan lupa rasanya menggoes mesin hingga 120 km/jam. Kadang lebih, malah. Baginya menunggang kuda bukan hal sulit. Sorakan untuknya pun semakin kencang.
"Tuaaaan Nattarrrryyylieeeee! Semangat! Semangaaaaaaaaaaaatt!"
"Semangaaaaat!!"
"Ayo! Ayoooo! Ayooooo! Livingstooone!"
"Victoriaaaaaaa!!"
"Tuan Gaviiiiiiinnnn!
Tanpa sadar Apo tertawa dengan riangnya. Dia bangga bisa menukik curam tanpa kesulitan berarti. Batinnya optimis mendapatkan kemenangan kali ini. Saat Victoria dan Gavin hampir menyalip, dia bahkan langsung mengimbangi mereka dengan melesat gila.
Kuda yang ditunggangi Apo boleh betina, tapi sepertinya hewan ini benar-benar menerimanya. Hei, apa kuda bisa baper juga karena diajak berteman? Apo merasa tepat sudah meluangkan waktu berkenalan dengannya tadi.
"HAK! HAK! HAK! HAK! Ha ha ha ha! Wohooooooo!" teriak Apo tidak karuan.
Field pun semakin ricuh, penonton sangat terhibur dengan pemandangan penuh visual pada sirkuit. Adrenalin mereka ikut terpacu. Player-player perempuan ketinggalan semua di belakang, kecuali Victoria. Apo jadi ingin menandai player tersebut. Baju boleh putih, tapi Victoria rupanya pesaing tangguh. Kelembutan dan emosi stabil membuat situasi takhluk di bawah kakinya. Apo overthinking jangan-jangan Victoria nanti menyalip dirinya.
"HIAKH! HAK! HAK! HAK!" jerit Victoria menyusul Apo. Suaranya melengking nyaring. Tahu-tahu Gavin ketinggalan, dan Victoria malah di sebelah kanan. Apo pun memacu kudanya hingga jarak 5 meter di depan. Dia menstabilkan itu agar si jagoan tidak masalah. Segini cukup karena tinggal 2 belokan lagi.
Napas memang ngos-ngosan, namun semangat masih terbakar panas. Apo menyadari terompet penyambutan di depan sana siap ditiup untuknya. Sayang, tiba-tiba perutnya kram dan nyeri luar biasa.
"Aduh! ARRGGGGGGHHH!!" teriak Apo sambil meremas bagian itu. Matanya juga buram tak tentu arah. Entah apa yang terjadi, dia justru terjatuh dari kuda tepat sebelum belokan terakhir. Suaranya 'gedebuk' yang dihasilkan kencang sekali. Tubuh carrier Apo berguling di atas jalanan field dengan naasnya.
Penonton auto heboh, ada juga yang senyap. Mereka berdiri dari duduk demi melihat kondisi Apo yang digulung debu dan pasir beterbangan. Kesembilan player lain melewatinya begitu saja. Si jagoan berlari sendiri paling depan, tapi kemenangan itu bukan untuk mereka. Dia panik dan menyeruduk sebuah kandang. Enam rekan di dalamnya kabur keluar hingga menimbulkan keributan luar biasa. "Hiiiirrrkk~" ringkik mereka sambil berlari buyar.
Apo sendiri susah bangun karena kakinya terkilir. Dia bingung terompet sudah ditiup berkali-kali. Suara sistem saja Apo abaikan karena kesadaran separuh kacau. Semuanya bercampur baur sejak telinganya berdenging nyaring. Serius itu lebih menyakitkan daripada perihnya luka di kaki, jeleknya semakin lama semakin terasa karena diterpa angin.
"Ayo, bangun."
"Huh?"
Apo baru mendongak saat suara berat nan lembut itu terdengar, adalah Raja Millerius III yang turun dari kuda dan mengulurkan tangan padanya. Sosok itu berdiri gagah, tanpa tahu kapan berhentinya. Yang pasti, perhatian Apo makin tersedot saat menyadari gaya rambut pancing tadi pagi sudah dihilangkan.
"Tidak bisa? Keselo ya?"
"Akhhh ...."
Apo pun mencoba berdiri, tapi tak bisa. Tanpa ba bi bu Raja Millerius segera membopongnya, dan naik ke kuda.
"Heh--jangan!"
"Diam."
Tanpa memedulikan protesan, sang raja pun melingkari pinggang rampingnya. Sejenak berbagi debaran, kuda hitam berseragam khusus itu menuju finish, meskipun sambil berjalan. "Lain kali hati-hati," katanya menasihati. "Kau bisa cedera kalau sembarangan seperti tadi."