"Apakah yang itu juga ingin kau beli?" Tanyanya padaku.
_______________
_____________
__________
________
"Kau sudah memilih banyak buku?" Tanyaku heran padanya.
Ada tiga buku tebal berada di dekapannya. Dan akhirnya aku menemukan keterangan tempat ini dari rak yang berada tepat di belakang Christ. 'BUKU KEHAMILAN' yang tertulis pada keterangannya. Pantas saja semua buku-buku disini berjudul seperti itu.
"Kalian pasti pasangan yang baru menikah. Buku yang nona pegang sama bagusnya dengan buku yang di pilih oleh suami anda." Tiba-tiba penjaga toko buku menghampiri kami sambil mengambil buku yang di bawa oleh Christ.
Mungkin gadis ini bermaksud untuk membantu Christ membawa bukunya ke meja kasir, agar memudahkan Christ untuk bisa memilih buku-buku yang lain dengan leluasa.
"Tidak, kami bukan pasangan suami-istri. Dan wanita ini bukan istri saya." Jawab Christ pada gadis yang masih memegang beberapa buku itu.
Seketika ide jahil ku muncul. Selagi Bie masih asik dengan komiknya, maka aku kerjain saja Christ. Aku mulai berjalan di sisinya.
"Iya, kami bukan pasangan suami-istri. Dan pria ini memang bukan suamiku." Kataku dengan tersenyum pada gadis ini.
Seketika gadis ini menunduk karena malu."Maaf."
"Tidak apa-apa, kau tidak salah. Pria ini masih belum mengakui ku sebagai istrinya karena kami menikah akibat perjodohan." Ucap ku sambil menahan tawa.
"Wah kasihan sekali wanita itu." Ku dengar suara wanita dari seberang rak tempat kami berdiri.
Dapat aku lihat dari ekor mataku Christ mulai menyilangkan kedua tangannya di dada. Tatapannya tertuju padaku.
"Benar sekali, padahal wanita itu sudah hamil anaknya." Kata wanita lainnya menimpali perkataan temannya.
"Eh?" Cuma kata itu yang terucap dari mulut Christ.
Lalu dia menatap kearah perutku. Dan matanya berhenti pada buku yang dipegang oleh ku. Tentu saja mereka berfikiran seperti itu, karena kami berada di rak-rak buku yang menyediakan buku-buku seputar kehamilan.
"Ada apa? Kau mau menyalahkan ku?" Tanyaku padanya pura-pura tidak tahu.
"Bukan seperti itu, lihat lah tuan ini memilih kan beberapa buku untuk istrinya." Si pelayan toko buku mulai berbicara kembali, sepertinya membela Christ.
Seketika dua wanita itu menghampiri sang gadis. Mereka mulai membaca judul buku yang di bawa Christ tadi. Karena penasaran aku juga membaca judul bukunya. Buku pertama bewarna merah cerah bertuliskan judul 'CARA MENARIK PERHATIAN PASANGAN'. Lalu buku kedua memiliki judul 'MENGASAH OTAK PADA IBU HAMIL UNTUK PERKEMBANGAN OTAK JANIN' sepertinya tadi aku melihat judul buku ini. Lalu buku yang terakhir, terukir tulisan 'CARA MENGATASI MOOD SEMASA KEHAMILAN'. Tunggu dulu, bukankah dua dari buku itu adalah buku yang aku pegang tadi? Jadi sedari tadi Christ mengikuti ku? Pantas saja gadis penjaga toko buku ini berfikiran kalau Christ adalah suamiku.
"Wah sepertinya suami anda sudah bisa menerima pernikahan kalian." Kata sang wanita yang pertama kali berbicara tadi.
"Kelihatannya suami mu sudah mulai mencintaimu, nona. Semoga kalian bahagia. Dan semoga kau dan calon bayi kalian sehat selalu." Kalimat itu terucap dari wanita kedua.
Ku dengar Christ menghela nafas. Lalu dia berjalan meninggalkan kami. Karena malu, aku juga mengikutinya berjalan menuju meja kasir. Sebelumnya aku meletakkan secara asal buku yang bersampul kan sayuran tadi. Ternyata Abigail sudah berada disana. Ada beberapa komik yang di bawa olehnya. Maka aku segera mencari dompet. Aku lupa, aku meninggalkan tas ku di mobil Christ. Dan dompet ku berada di dalam tas.
"Boleh aku pinjam ku..." Sebelum aku menyelesaikan Kalimat ku, Christ sudah menyodorkan ku beberapa lembar uang kertas.
"Kau lupa membawa dompet, kan?" Christ bertanya sambil memasukkan tangan kanannya ke saku celananya.
Sebenarnya aku mau meminjam kunci mobilnya. Tapi sudahlah, aku bisa mengganti uangnya nanti setelah kami berada di mobilnya. Aku hanya mengambil dua lembar dari uang yang dia sodorkan.
"Mom, dari ketiga buku ini mana yang menurut Mom paling menarik?" Bie menunjukkan ketiga buku-bukunya padaku.
"Hmmm. Menurut Mom ketiganya sama-sama menarik. Bagaimana kalau kita bawa pulang buku-buku ini?" Kataku sambil meraup ketiga buku sekaligus dari tangan Bie. Lalu aku letakkan di atas meja kasir.
"Maaf, yang ini saja." Sambil memisahkan empat buku, kusodorkan uang kertas dua lembar kepada kasir.
Saat kasir yang melayani ku akan mengemas buku-buku itu, aku memintanya untuk memisah kan bungkusan menjadi dua bagian. Setelah masuk kedalam mobilnya aku mulai mencari tasku.
"Ini uang yang tadi aku pinjam." Aku menyodorkan dua lembar uang kertas yang memiliki nominal yang sama dengan uang Christ tadi.
Christ hanya diam menatapku tanpa berniat untuk mengambil uang yang masih kusodorkan padanya. Aku tidak ingin berhutang apapun padanya. Cukup Abigail saja yang sudah berhutang padanya. Siapa tahu, setelah membayarkan buku ini dia akan minta hal yang aneh-aneh sebagai balasannya.
"Sudahlah ambil saja. Aku tidak mau berhutang pada siapa pun." Sambil menarik tangan kirinya, aku meletakkan uang ini di telapak tangannya.
Lalu aku menyodorkan kantong plastik, isinya adalah satu buku yang tadi ia pilih. Kalau di lihat dari judul buku yang dia pilih, sepertinya dia sedang naksir seseorang. Aku merasa kasian kepada wanita yang menjadi incarannya. Dengan mulut pedasnya yang suka menyindir itu, apakah wanita itu bisa tahan dengannya?
"Bukankah, uang yang kau kembalikan ini lebih?" Sambil mengerutkan dahi dia menatapku.
"Tidak. Bukankah aku meminjam uang mu sebanyak dua lembar? Dari mana lebihnya?" Aku mulai mengikutinya mengerutkan dahiku.
"Kau belum memotong biaya dari buku ini." Christ menujuk buku yang tadi aku serahkan padanya.
"Oh, itu. Anggap saja aku mentraktir mu." Lalu aku mulai memasang safety belt.
"Apa kalian lapar?" Christ bertanya saat mobil ini berhenti di lampu merah.
"Tidak. Kami akan makan di rumah saja. Lagi pula ini sudah malam. Lebih baik kami langsung pulang saja." Ucap ku untuk meyakinkannya.
Hei, aku sudah menghabiskan banyak uang hari ini. Dari membeli dress yang ku pakai sampai membeli buku Bie. Kalau dia membawa kami ke restaurant, berapa lembar uang lagi yang harus aku habiskan dalam satu malam ini. Tidak bisa, aku harus berhemat. Sepertinya masih ada mie instan di rumah.
"Terima kasih uncle Christ." Ucap Bie dengan senang, setelah kami sudah berada di depan rumah.
"Kalau begitu selamat malam." Aku berkata sambil masuk ke dalam rumah.
Mungkin Bie masih ingin mengobrol dengan Christ. Aku langsung masuk meninggalkan mereka di teras. Sebenarnya sedari tadi aku sudah ingin buang air kecil. Mungkin sekalian aku mandi saja, biar setelah itu aku bisa langsung membuatkan makan malam. Setelah selesai mandi, aku bergegas ke dapur. Aku mulai membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan makanan yang akan aku olah. Setelah selesai meracik bahan-bahan ini aku mulai menyalakan api melalui kompor gas. Aku mulai asik dengan kegiatan memasak ku. Setelah ku rasa sudah cukup matang, aku mematikan kompor gas. Aku mencari mangkuk besar untuk menjadi wadah dari mie instan ini. Setelah menemukannya, aku mulai menuang semua mie instan ke dalam mangkuk besar ini.
"Bie, ayo makan." Jerit ku dari ruang makan ini.
Aku meletakkan semangkuk besar mie instan dengan asap yang masih mengepul diatas meja. Kuletakkan dua buah mangkuk berukuran sedang dia atas meja. Dua pasang garpu dan sendok ku taruh di atas mangkuk.
"Wah aromanya harum sekali, mom." Suara Bie dari belakang punggungku.
"Tentu saja siapa dulu dong yang masak." Sambil mengambil mie yang ada didalam mangkuk besar, aku berucap.
"Apakah kau sudah lapar?" Godaku pada Bie.
Bie masih belum duduk di kursinya. Putriku berjalan ke arah rak piring. Dia kelihatan sedang mencari sesuatu. Tiba-tiba Bie membawa satu mangkuk kosong dan ia letakkan di atas meja.
"Aku juga sudah lapar." Ku dengar suara seorang pria dari belakang punggungku.
*ToBeContinued *