Seketika kedua bola mata Mr.Louise melebar. Apakah gadis kecil ini sedang bercanda dengannya? Bagaimana bisa gadis kecil ini memintanya untuk menjadi pendamping ibunya? Padahal mengenal ibunya saja, tidak! Haruskah dia menerima permintaan aneh gadis kecil yang baru saja di temui beberapa jam yang lalu?
_________________________
_____________________
___________________
_________________
______________
EMILY POV
Akhirnya pekerjaan ku selesai. Setelah berganti pakaian, aku mulai berjalan menuju lobby mall. Sambil menyandang tas dan menenteng paper bag aku mulai mencari-cari keberadaan Abigail. Apakah lebih baik aku menunggunya di tempat terakhir kali aku melihat Abigail? Dari belakang aku mendengar suara Abigail.
"Mom." Panggilnya padaku.
Maka aku pun mulai berhenti melangkah. Aku memutarkan tubuhku ke arah asal datangnya suara. Ku lihat Abigail sedang berjalan menuju ke arah ku. Sambil menenteng sebuah bungkusan plastik saat ia menghampiri ku.
"Sayang. Kau dari mana? Maafkan mom yah. Mom, janji tidak akan mempermalukan mu lagi." Ucapku sambil membungkuk untuk memeluk putriku.
"Tidak mom, seharusnya Bie yang minta maaf karena tidak mengerti keadaan mu mom." Ucap putriku sambil menyebutkan nama panggilannya. Hanya orang-orang terdekat yang memanggilnya 'Bie'.
"Tidak sayang. Kau tidak salah, mom yang berbohong padamu. Jangan marah lagi yah. Mom berjanji besok terakhir kalinya." Jelasku padanya. Besok adalah hari Natal, jadi besok adalah malam terakhir aku membagikan kado.
"Mom, perkenalkan dia adalah..." Belum sempat Abigail selesai bicara seorang pria menjulurkan tangannya ke arahku.
"Christ." Ucap pria itu memotong ucapan putri ku.
Sejak kapan pria ini disini? Karena terlalu fokus kepada putri kecilku, aku sampai tidak menyadari ada orang lain yang berada di sini selain kami. Dia adalah pria tadi yang datang bersama Abigail, bukan? Ternyata dia menepati perkataannya untuk membantuku menemukan Abigail. Tapi, sepertinya aku pernah melihat wajahnya. Yah, aku ingat sekarang. Dia adalah pria aneh yang mengenakan jas hitam tadi pagi. Dia sudah tidak memakai jasnya. Dia mengenakan kemeja berwarna biru cerah. Kenapa dia bisa bersama dengan Abigail?
"Emily." Balasku padanya sambil menyambut uluran tangannya.
Saat kulit kami bersentuhan, aku merasakan tubuhnya seketika menegang. Kenapa dia? Dia menggenggam tanganku dengan erat. Tanpa berniat melepaskannya. Pria ini terlihat bukan orang baik-baik. Aku harus membawa Abigail pulang agar segera menjauh dari pria aneh ini.
"Maaf." Katanya saat aku menarik paksa tanganku dari genggamannya.
Aku melihat dia menggaruk tengkuknya. Dia terlihat seperti orang yang salah tingkah. Ah, apa peduliku. Aku mulai mengambil paper bag yang tadi aku letakkan di lantai saat memeluk Abigail. Sambil membantu Abigail membawa bungkusan plastiknya aku mulai merangkul putriku.
"Kalau begitu kami permisi pulang dulu tuan. Terima kasih atas bantuannya." Kataku kepada pria yang masih berdiri memandangku.
"Apakah kalian ingin aku antar?" Tanyanya sambil menatap putriku.
"Tidak!" Tolakku secara spontan.
Sebelum Abigail yang menjawab kami harus segera bergegas pulang. Kelihatannya Abigail mulai mengantuk. Kami mulai berjalan keluar dari mall. Kami sudah berjalan menuju jalanan kecil. Setelah sampai di rumah aku mulai berjalan menuju kamar mandi. Setelah selesai aku mencari keberadaan Abigail. Ternyata dia sedang duduk di ruang makan sambil menatap ke arah cake. Sungguh indah sekali bentuk cake yang bertema Natal ini. Terdapat lilin yang berbentuk angka delapan yang dinyalakan di atasnya. Pasti ia menggunakan uang tabungannya untuk membeli cake seindah ini.
"Happy Birthday, sayang." Aku memeluk Abigail dari belakang punggungnya, kemudian aku mencium kedua pipinya.
"Tunggu sebentar." Ucapku sambil berjalan menuju kamar tidur.
Tadi aku membelikan kado untuknya. Aku menyambar paper bag yang aku bawa dari mall. Setelah cukup uangku, akhirnya aku bisa membelikan sebuah kado ulang tahunnya. Aku segera bergegas menuju ruang makan. Lalu aku duduk berhadapan dengannya.
"Sekarang silahkan berdoa sebelum kau meniup lilinnya, sayang." Perintah ku.
"Semoga mom segera mendapatkan pendamping, Amin." Ucapnya di dalam doa.
Apakah dia merindukan sosok seorang ayah. Mungkin dia iri saat melihat teman-temannya bersama ayah mereka. Itu adalah permintaan yang sulit untuk aku kabulkan. Bila menginginkan sesuatu aku selalu berusaha untuk memenuhinya. Setelah selesai meniupi lilinnya, Abigail mulai memotong cake. Dia meletakkan di atas piring kecil, lalu dengan menggunakan sendok ia menyuapiku. Cake ini begitu lembut, rasanya ada aroma jeruk sunkist. Itu membuat rasa manis yang pas pada cake. Cream-nya langsung meleleh di lidahku. Lalu aku bergantian menyuapinya.
"Ini kado ulang tahunmu sayang." Sambil memberikan paper bag yang aku letakkan diatas kursi yang terletak di samping ku.
"Terima kasih, mom." Katanya sambil bangkit dari kursinya menciumi ku lalu memelukku.
"Cobalah lihat isi kadomu, apakah kau menyukainya?" Kataku setelah ia melepaskan pelukannya.
Dia menyentuh paper bag lalu mulai membukanya untuk mengeluarkan isinya. Terlihat dia mengukur isi kadonya ke tubuhnya. Sebuah dress berwarna peach sepanjang lututnya menempel di depan tubuhnya. Dia terlihat tersenyum lalu berputar sambil menempelkan dress itu padanya.
"Besok saat akan pergi ke Gereja kau harus mengenakan itu, sayang." Kataku padanya.
"Ini cantik sekali, mom. Aku sangat menyukainya." Abigail kembali memelukku.
"Thank's mom." Bisiknya di telingaku.
Abigail masih berusia delapan tahun, tapi gadis kecilku ini pemikirannya terlalu cepat dewasa dari usianya. Mungkin karena tidak ada sosok ayah dia berusaha menjadi gadis yang mandiri. Aku berharap di usianya yang sekarang dia bisa tumbuh menjadi remaja yang bijak.
"Iya sayang. Sekarang sudah waktunya kita untuk tidur, ayo!" Ajakku.
************
********
*****
Hari ini adalah hari Natal, jadi aku mendapatkan cuti. Aku dan putriku sudah bersiap untuk berangkat ke Gereja. Abigail keluar dari kamar, dia terlihat cantik mengenakan dress-nya. Lalu aku menyambar sebuah bingkisan. Kusodorkan bingkisannya kepada Abigail.
"Kado Natalmu, sayang." Sambil tersenyum aku berkata.
"Thank's, mom." Ia membukanya.
"Pakailah itu akan membuatmu semakin cantik sayang." Kataku sambil memasangkan kepadanya.
Sepasang sepatu Platform berwarna senada dengan dressnya menghiasi kakinya. Abigail terlihat senang memakainya. Sambil berjalan mengitari ruangan Abigail mencoba sepatu barunya. Tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk.
"Sayang, ayo kita berangkat. Sepertinya aunt Jane sudah menunggu di depan." Teriakku kepada Abigail.
Sepertinya dia berjalan sampai ke dapur. Aku berjalan menuju pintu. Saat aku membuka pintu tidak ada seorang pun yang terlihat. Apakah ada orang iseng? Terdengar suara langkah kaki Abigail datang dari belakang ku.
"Ayo mom, kita berangkat. Apa itu, mom?" Kata Abigail yang sudah berdiri disampingku, sambil menunjuk ke arah lantai teras rumah ini.
Terlihat ada sebuah bingkisan sedang terletak di lantai. Apa isi bingkisan ini? Siapa sebenarnya pengirim bingkisan ini? Abigail mulai menyentuhnya. Ternyata isinya tidak terlalu berat. Abigail mengangkat bingkisan itu masuk ke dalam rumah. Ia meletakkannya di atas meja ruang tamu. Abigail mulai menarik pita yang terikat di atas bingkisannya. Setelah pitanya terlepas Abigail mulai menyentuh atas penutup bingkisan. Dia membukanya terlihat sebuah kertas tipis berwarna putih tertutup di atasnya. Ini terlihat seperti kertas tissue yang terdapat di dalam kotak sepatu Abigail tadi. Apa yang ada di balik kertas tissue ini?
*ToBeContinued*