Chereads / Memories of Munder / Chapter 1 - Part One

Memories of Munder

ANDHAaaaa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Part One

Pagi itu berjalan seperti pagi biasanya, di mana seorang wanita bernama Maria sedang bergegas untuk pergi bersekolah. Tapat di depan gerbang sekolahnya, terlihat jika sebentar lagi Maria akan terlambat. Mengetahui jika dirinya akan terlambat, Maria segera berlari bersama beberapa temannya yang juga baru datang.

"Ayo cepat, ini sudah jam berapa? Dua menit lagi gerbang akan ditutup!" ucap seorang pria tua penjaga sekolah kepada para siswa.

Lalu tepat satu langkah Maria melewati gerbang itu, pria tua itu segera menutup gerbang. Maria terlihat senang, dia tidak jadi terlambat hari ini. Setelah masuk ke dalam kelasnya, Maria telah disambut oleh beberapa teman yang tidak bersahabat dengannya.

"Ah menyebalkan sekali, anak buronan hari ini masih datang bersekolah. Dia hanya merusak nama baik sekolah kita saja!"

"Benar sekali, mengapa dia tidak mempunyai rasa malu. Jika aku jadi dirinya, aku lebih baik memilih untuk tidak bersekolah saja. Dari pada datang dan hanya dipermalukan!"

"Lihatlah pakaiannya sangat tidak pantas, sepertinya dia tidak mampu untuk membeli baju baru. Ada beberapa coretan pada bajunya, bukannya bandar narkotika itu banyak uang ya? Hanya membeli seragam sekolah saja dia tidak mampu!"

"Dia sangat memalukan, tidak heran jika tidak ada yang mau berteman dengannya. Dia sangat kumuh!

Maria saat ini hanya bisa diam, mendengar perkataan buruk dari para teman di kelasnya. Sebenarnya Maria juga sedih mendengar itu, akan tetapi Maria lebih memilih untuk diam. Dari pada harus menanggapi omongan dari orang lain yang bahkan tidak mengenal dirinya dengan baik, namun setiap kali Maria diam. Para teman di kelasnya semakin menjadi, para anak muda itu semakin mencari masalah dengannya. Satu botol air mineral saat ini sengaja ditumpahkan, tepat di atas kepala Maria.

"Upsss! Sorry aku tidak sengaja!"

Namun Maria masih diam saja, tidak ingin membuat masalah menjadi besar. Senyum tipis, hanya itu yang bisa Maria sajikan.

"Lihatlah dia, tidak berani berkutik sama sekali. Dia takut jika dia membalas, maka dia akan dIkeluarkan dari sekolah. Lagi pula tidak ada yang mengharapkan orang sepertinya,"

"Benar sekali, siapa yang tidak takut. Ayahnya adalah seorang buronan polisi, sedangkan ibunya adalah wanita malam. Dia hanya membawah sial saja!"

Sebenarnya air mata Maria telah menetes, namun Maria tetap berusaha bersikap sabar. Tidak lama seorang guru datang mengajar di kelas mereka, gangguan para temannya akhirnya usai. Namun hanya untuk hari ini saja, besok hari dia akan kembali mendapatkan perlakukan buruk dari para temannya. Di perjalanan menujuh pulang ke rumah, Maria sebenarnya tahu. Jika dirinya sedang diikuti oleh dua orang polisi, Maria hanya berjalan seperti orang bodoh. Bersikap seolah tidak ada yang mengikutinya, setelah sampai di rumah. Maria langsung mengunci semua pintu, dia kesepian juga tidak nyaman. Para detektif itu, tidak pernah membiarkan dirinya sendiri. Sedangkan di tempat lain, saat ini ibunya sedang menjual diri.

"Padahal kamu tidak muda lagi, namun tubuhmu tidak jauh beda dengan seorang gadis. Kamu mampu untuk memuaskanku!"

Pria itu berbisik tepat di telingah wanita paru baya yang sama-sama tidak mengunakan busana, Riandra seorang wanita yang terpaksa menjual dirinya untuk menyambung hidup. Suaminya tidak bisa memberikan dirinya nafka dengan baik, sedangkan dia mempunyai seorang putri yang masih perlu makan.

"Baguslah jika kamu menyukainya!" balas Riandra dengan manja.

"Jika suamimu tahu, dia pasti akan marah besar. Mungkin saja suamimu akan langsung membunuhku!"

"Tenang saja, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak akan ada yang terjadi!' jelas Riandra kepada pria itu.

Usai menjual dirinya, Riandra mendapatkan bayaran. Dia segera pulang ke rumah, tidak lupa dengan membelikan makanan untuk putrinya. Meski perutnya juga lapar, namun dia tidak peduli. Uang yang dia dapat tidak banyak, hanya untuk biaya hidup satu hari. Baru saja sampai di rumah, Riandra telah disambut oleh dua orang tamu yang tidak diundang. Dua detektif polisi meminta waktunya, bertanya tentang suaminya.

"Selamat siang!" panggil dua orang detektif itu.

Riandra mulai menghentikan langkah kakinya, dia mulai melirik ke arah dua polisi itu dengan tanpa ekspresi wajah.

"Bolehkah kami meminta waktumu sebentar?" tanya salah satu polisi itu.

"Saat ini aku sudah tahu, kalian pasti akan bertanya tentang suamiku. Saat ini apa yang kalian harapkan, dia tidak pernah pulang. Juga tidak pernah memberikan kabar, saat ini aku bahkan tidak tahu. Apakah dia masih hidup atau sudah mati!" jelas Riandra tidak mau basa-basi.

"Namun tetap saja, kamu adalah istrinya. Tidak mungkin jika suamimu tidak memberikan kalian kabar, bukannya kalian masih mempunyai seorang putri? Lalu siapa yang mencari nafka jika bukan suamimu?"

"Pria tidak berguna itu, dari awal tidak pernah memberikan nafka. Aku mencari nafka mati-matian untuk menghidupi putriku!" jelas Riandra.

"Bagaimana kami bisa percaya kepadamu?"

"Jika kalian tidak mau percaya maka tidak apa,"

Lalu saat ini, Riandra mulai pergi meninggal dua polisi ini. Ketika dia sampai di rumah, dia telah melihat putrinya sedang menangis hebat. Dengan segera Riandra hanya mencoba memeluk putrinya saja, mencoba untuk menenangkan putrinya.

"Hari ini apakah mereka merunduh dirimu lagi?" tanya Riandra kepada Maria.

"Bu, apakah saat ini kamu baru saja pulang dari menjual diri?"

Mendengar pertanyaan dari putrinya, membuat Riandra saat ini tidak bisa berkutik.

"Temanku bilang jika ibuku adalah seorang wanita malam!" ucap Maria sekali lagi.

"Itu tidak benar, jangan dengarkan mereka. Saat ini mari makan saja," ucap Riandra mengalihkan topik pembicaraan.

"Namun aku tidak hanya mendengar itu satu kali, selama ini ibu tidak pernah memberitahuku. Apa pekerjaan ibu!"

"Ibu adalah seorang pencuci pakaian dari rumah ke rumah!"

Riandra terpaksa bebohong, agar tidak membuat putrinya menjadi kecewa. Maria yang telah mempercayai ucapan dari ibunya, mulai terlihat tenang.

"Mari makan!"

"Bu, mengapa kamu hanya membeli satu bungkus?"

"Aku sudah makan di luar, saat ini habiskan saja. Aku sangat lelah, aku ingin beristirahat. Tolong bantu ibu membersihkan rumah!" titah ibunya.

"Baik bu,"

Entah sudah berapa lama, namun Riandra telah terbiasa untuk membohongi putrinya. Meski hatinya menjerit, namun itulah yang terbaik. Dia tidak mempunyai cara lain, dia tidak ingin putrinya tumbuh menjadi seperti dirinya. Ketika malam datang, mereka hanya tidur dengan beralaskan kasur tipis. Setiap malam, nyamuk telah biasa menghisap darah mereka.

"Bu, besok adalah hari ulang tahuku. Apakah ayah akan pulang?"

"Jangan terlalu berharap, apakah kamu tidak lihat? Di luar ada banyak sekali polisi yang mengintai. Ayahmu tidak akan pernah pulang!"

"Aku tahu, tapi aku sangat merinduhkan ayah. Dia sudah sangat lama tidak pulang, apakah dia masih mengingat hari apa besok?"