Chereads / Memories of Munder / Chapter 2 - Part two

Chapter 2 - Part two

"Dia pasti mengingatnya karena kamu adalah putrinya!"

"Aku sangat membenci para polisi di luar sana, karena mereka. Ayah tidak bisa pulang ke rumah!"

"Maria kamu tidak berasal dari keluarga yang kaya, namun kamu tidak boleh menyerah. Kamu harus belajar dengan giat, kamu harus menjadi wanita yang hebat di masa depan. Buatlah semua orang yang telah menghina kita menjadi malu, berjanjilah kepadaku. Jika kamu akan menjadi wanita yang sukses, jangan jadi seperti ibumu. Atau ayahmu yang hanya menjadi banalu!"

Mendengar perkataan dari ibunya, saat ini. Maria, terlihat bersedih. Maria, tahu benar jika ibunya memiliki seribu harapan kepada dirinya.

"Aku akan tumbuh lalu menjadi wanita yang hebat!"

"Bagus!"

Lalu Riandra mulai memeluk putrinya dengan sangat erat, sampai mereka tertidur. Keesokan paginya, saat Maria telah bangun dari tidurnya. Maria telah melihat jika ibunya sudah pergi, pikirnya ibunya pasti sudah pergi untuk mencari uang. Di atas meja makan, ada satu piring nasi goreng yang sengaja disiapkan untuknya. Setelah selesai makan, Maria mencuci piring. Karena ini adalah hari minggu, dirinya tidak perlu pergi ke sekolah. Di saat dirinya sedang bersih-bersih, Maria mendengar suara ketukkan pintu. Meski ragu Maria tetap memberanikan diri untuk membuka pintu, ternyata itu adalah ayahnya. Dengan segera ayahnya langsung masuk ke dalam rumah, lalu memeluk erat putrinya.

"Bagaimana bisa ayah sampai kemari?"

"Putriku saat ini ayah sangat merindukanmu!"

Pelukan dari ayahnya terasa sangat hangat, pelukan ini mampu membuat Maria menjadi tenang.

"Hari ini adalah hari ulang tahunmu, ayah sengaja datang. Namun ayah tidak bisa berlama-lama, polisi sedang memantau ayah, Kamu ingin ponsel baru? ayah telah membelikannya untukmu!"

Pada saku jaketnya, ternyata Hendri telah menyisipkan satu kotak berbungkus plastik hitam. Maria dengan datar membuka plastik hitam itu, ada satu kotak handphone di dalamnya. Maria sangat senang, hadiah ini akan dia jaga dengan baik.

"Terima kasih ayah!"

"Putriku, bisakah kamu berjanji kepadaku?"

"Apakah ayah akan langsung pergi?"

"Hm, ayah akan langsung pergi. Putriku bejanjilah kepada ayah, apapun yang akan terjadi. Kamu tidak boleh menangis. Apapun yang akan terlihat di matamu, anggaplah itu hanya sebuah mimpi. Hiduplah dengan layak juga berbahagialah!"

"Mengapa ayah berbicara seperti ini? Apakah ayah tidak ingin kembali lagi?"

Mendengar perkataan aneh dari ayahnya, Maria hanya bisa menangis.

"Mengapa kamu sangat cengeng, kamu sama seperti ibumu. Hati kalian sangat rentan!"

"Tolong jangan pergi!"

"Maafkan ayah!"

Lalu ayahnya mulai kembali pergi meninggalkan dirinya, lima langkah setelah ayahnya keluar dari pintu rumah. Maria melihat seorang pria misterius, wajahnya terlihat sangat jelas. Pria itu membawah satu pistol, dari matanya pria itu menatap ayah Maria dengan penuh kebencian.

DOOR!!!

Suara tembakkan terdengar, lalu Maria hanya melihat tubuh ayahnya diguyuri oleh darah. Maria berteriak meminta tolong, sedangkan pria itu melarikan diri. Sebelum ayahnya benar-benar pergi, dia menyampaikan kata-kata terakhirnya.

"Ingatlah janji yang ayah minta untuk kamu tepati!"

Lalu ayahnya mulai tertidur dan tidak pernah terbangun kembali, Maria hanya bisa menangis histeris. Para tetangganya, hanya menjadi penonton jarak jauh saja tidak ada yang memiliki niat untuk menolong. Ternyata pertemuannya dengan ayahnya hari ini adalah pertemuan terakhir mereka, setelah hari ini Maria telah benar-benar kehilangan sosok ayahnya.

***

27-juli-2022

Hari ini Maria hanya berdiri kaku, melihat ayahnya sebentar lagi akan dikremasi. Riandra, saat ini mencoba untuk mengibur putrinya. Penuh kasih sayang, dia menepuk Pundak putrinya dengan pelan.

"Jangan menangis,"

"Bu, saat ini ayah sudah benar-benar pergi!"

Lalu Maria, hanya mengunakan bahu ibunya untuk bersandar.

"Jika ayahmu tahu, dia akan bersedih. Saat ini ayahmu juga tidak ingin kita menangisinya!"

Saat ini Riandra hanya menatap wajah suaminya dengan datar, Riandra sudah tidak bisa menangis lagi. Air matanya telah mengering, sebenarnya Riandra juga sudah tidak ingin hidup lagi. Namun dia masih bertahan untuk putrinya, Maria hanya memiliki dirinya saja.

"Mari pulang, nanti mereka akan mengabari kita. Ketika abu ayahmu sudah bisa diambil!"

Lalu mereka mulai kembali ke rumah, di rumah suasana masih sama seperti kemarin. Masih terasa sangat hening, tidak yang mengesankan.

"Saat ini ibu mau ke mana?"

Maria hanya bisa bingung, melihat ibunya saat ini sudah sangat rapi.

"Ibu akan pergi bekerja!"

"Bu, hari ini adalah hari duka. Tidak bisakah ibu libur bekerja satu hari saja?"

"Jika ibu tidak bekerja, besok kamu tidak akan bisa makan. Lagi pula mengapa jika ini hari duka, apakah dengan kamu menangisi orang yang sudah mati. Perutmu tidak akan lapar?"

"Tapi bu.."

"Ibu telah memasak makan siang untukmu, tolong dimakan. Setelah itu jangan lupa untuk berbersih, mungkin hari ini ibu akan pulang malam. Jangan lupa untuk mengunci pintu, jangan membuka pintu untuk sembarang orang. Kamu mengerti?"

"Iya bu aku mengerti!"

Seperti biasa, Maria. Hanya ditinggalkan seorang diri, Maria hanya menghabiskan waktu pada hari ini. Dengan melihat langit biru, dari jendela kamarnya. Maria membuka hadiah pemberian dari ayahnya, dia sudah berjanji untuk tidak menangis. Maria juga sudah berjanji, jika dirinya harus tumbuh dewasa juga bahagia. Dua hari setelah hari ini akhirnya berlalu, tibalah hari di mana Maria boleh mengambil abu milik ayahnya. Maria hanya memeluk erat guci yang berisi abu ayahnya, air mata kesedihan saat ini masih dia rasakan.

"Bu saat ini apakah kita akan langsung pulang?"

"Hm kita akan langsung pulang!"

Namun saat Maria dan ibunya, baru saja keluar dari rumah duka. Maria kembali melihat seorang pria misterius itu lagi, Maria masih ingat jelas dengan wajahnya. Pria itu, sudah membunuh ayahnya. Maria hanya menatap mata pria itu dengan sinis, sambil memeluk erat abu ayahnya. Hari ini Maria tidak menyangka, jika hari ini dirinya juga akan kehilangan ibunya.

"Maria ayo pulang!" ucap ibunya.

Namun dari arah yang berlawanan, Maria melihat pria itu semakin mendekati mereka. Maria sangat takut, pria itu menatap ibunya dengan penuh kebencian juga. Dan sekali lagi, Maria harus kehilangan orang yang sangat dia sayangi tepat di depan matanya.

DORRR!!!

DORRR!!!

Kali ini, Maria. Mendengar ada dua kali tembakkan, namun kedua peluruh itu. Semuanya hanya mengenai ibunya saja, seperti biasa setelah pria itu membunuh orang yang sangat Maria cintai. Pria itu langsung pergi melarikan diri, kali ini Maria tidak mampu lagi untuk berdiri.

"Ibu!!!"

Saat Maria memanggil nama ibunya, Maria melihat ibunya tersenyum kepada dirinya.

"Putriku, kamu harus tetap bertahan untuk hidup. Ingatlah janjimu, jika kamu akan menjadi wanita yang sukses. Kamu harus membuktikan kepada semua orang yang sudah mengucilkan kita, jika kamu juga bisa menjadi seperti mereka. Kamu harus menjadi gadis kuat mulai dari sekarang, karena setelah hari ini. Kamu hanyalah sebatang kara, namun kasih sayangku tidak akan pernah mati. Meski napasku tidak lagi berhenbus, kasih sayangku ini tetap abadi. Anakku, jangan menjadi seperti ibumu!"