Pagi ini saya sudah selesai mengerjakan pekerjaan rumah, dan aku meminta izin pada tuan papi (pak Irfandi), untuk keluar rumah sebentar.
Sebenarnya saya keluar rumah untuk membeli bunga yang akan saya persembahkan untuk pujaan hatiku (mbak Santi).
Di rumah pak Irfandi
Di ruang tv..
"Assalamu'alaikum tuan papi, pak Arfan", Paijo memberikan salam pada Irfandi dan Arfan.
"Wa'alaikumussalam jo", Arfan dan Irfandi menjawab salam dari Paijo.
"Tumben rapih banget jo, mau kemana kamu ?", tanya Arfan.
"Mau keluar sebentar pak Arfan", jawab Paijo.
"Oh..", seru Paijo.
"Iya, emm boleh kan tuan papi, saya keluar sebentar ?", tanya Paijo.
"Boleh jo, tapi benar ya jo sebentar saja, jangan lama-lama", jawab Irfandi.
"Iya tuan papi", kata Paijo.
Di kamar kanjeng ibu..
"Sanggul sudah, kebaya juga pas dan cocok", kata kanjeng ibu.
Di kamar Irfandi dan Titah..
"Haduh, kok badan saya sakit semua ya", kata Titah.
Di depan kamar Irfandi dan Titah..
"Tinggal ke meja makan untuk sarapan, Titah, nak..", kata kanjeng ibu.
Di kamar Irfandi dan Titah lagi..
"Inggih bu.."
(Iya bu..), seru Titah.
Di depan kamar Irfandi dan Titah lagi..
"Ibu masuk ke kamar ya nak..", kata kanjeng ibu.
"Inggih bu"
(Iya bu), seru Titah.
"Oke..", sambung kanjeng ibu.
Di kamar Irfandi dan Titah lagi..
"Loh nak kamu kenapa ?", tanya kanjeng ibu.
"Gak tau bu, sepertinya Titah meriang deh, pusing juga iya", jawab Titah.
"Sudah sarapan belum atau minum obat belum, terus suamimu sudah tau belum kalau kamu sakit ?", tanya kanjeng ibu lagi.
"Sudah bu, malah mas Irfandi yang buatkan sarapan tadi pagi dan siapkan obat aku juga, tuh ada di meja", jawab Titah lagi.
"Oh gitu, emm ya sudah kalau begitu ibu tinggal sarapan dulu ya", kata kanjeng ibu.
"Inggih bu.."
(Iya bu..), seru Titah.
Di toko bunga..
"Bu Ratna bunga mawar merah ya", kata Paijo.
"Iya, untuk siapa sih jo ?", tanya bu Ratna.
"Untuk pujaan hati saya dong bu, hehe", jawab Paijo.
"Oh saya kira di suruh pak Irfandi, kan biasanya pak Irfandi nyuruh kamu belikan bunga mawar merah juga untuk istrinya", kata bu Ratna.
"Kan kemarin sudah, sekarang giliran saya yang beli bunga mawar merah ini untuk pujaan hati saya dong, hehe.., emm bu Ratna", sambung Paijo.
"Iya jo, kenapa ?", tanya bu Ratna lagi.
"Masih sama kan harganya ?", tanya Paijo juga.
"Iya masih jo, masih sama gak berubah, tetap gocap alias lima puluh ribu, hehe", jawab bu Ratna.
"Oke, ini uangnya bu Ratna", kata Paijo.
"Iya, terimakasih ya jo", sambung bu Ratna.
"Sama-sama", kata Paijo lagi.
Setelah aku membelikan bunga mawar merah untuk pujaan hatiku (mbak Santi), aku melihat mbak Santi pergi bersama laki-laki dengan bergandengan tangan dengan mesranya, dan didepan rumahnya lah aku menangis, lalu keluar lah asisten rumah tangganya mbak Santi (Udin).
Di rumah Santi
Di depan rumah Santi..
"Sekuntum mawar merah
Yang kau berikan kepadaku di pagi ini
Ku akan nyatakan cinta kepadamu", Paijo menyanyikan sebuah lagu.
"Asyik.., haa.. Itu seperti mbak Santi, sama siapa, mesra sekali mereka berdua, hemm emm emm.., oh mbak Santi kenapa kau melukai aku, andai kau tau aku terluka, hatiku sakit melihat kau bersamanya mbak Santi, heemm emm emm", kata Paijo ketika melihat Santi jalan dengan pria lain.
"Loh ada mas jo disini, kenapa mas jo, nangis ya ?", tanya Udin.
"Salto gue, din.., sudah tau nagis juga kamu pakai tanya lagi, sekarang gue mau tanya sama elu, itu siapa din ?", tanya Paijo juga.
"Yang mana mas jo ?", tanya Udin lagi.
"Yang itu tuh, yang bawa pergi pujaan hati gue, mbak Santi, siapa ?", tanya Paijo juga.
"Oh itu, mana saya tau mas jo, tapi sih kayanya pacar barunya mbak Santi deh..", jawab Udin.
"Apa.., sungguh teganya, teganya, teganya oh dirimu mbak Santi, heemm emm emm, eh din ngapain kamu ?", tanya Paijo lagi.
"Joget mas jo, habisnya lagunya enak sih, lanjut mas jo..", jawab Udin.
"Eh gantungan kunci Israel, gue nangis bukan nyanyi, heemm emm emm..", keluh Paijo sambil menangis, karena melihat Santi bersama dengan pria lain.
Dan di rumah kanjeng ibu mencari ku untuk meminta tolong padaku, membelikan sebuah pispot.
Di rumah pak Irfandi
Di garasi mobil..
"Nyuci mobil selesai, sekarang tinggal ngelap dan keringkan mobilnya deh hehe..", kata Asep.
"Duh si Joya kemana sih, saya cari di dapur tidak ada, di kamarnya juga tidak ada, itu Asep, mungkin dia lihat si Joya", kata kanjeng ibu.
"Asep..", seru kanjeng ibu yang membuat Asep kaget.
"Pritikiwir, kanjeng ibu kagetin saya saja, ada apa kanjeng ibu ?", tanya Asep.
"Kamu lihat Joya tidak ?", tanya kanjeng ibu juga.
"Joya, tidak kanjeng ibu, saya tidak lihat Joya dari tadi", jawab Asep.
"Loh terus kemana dong", kata kanjeng ibu.
"Tidak tau kanjeng ibu, kalau begitu saya permisi dulu ya kanjeng ibu, mau kedalam rumah", sambung Asep.
"Iya sep..", seru kanjeng ibu lagi.
"Duh.., si Joya kalau dibutuhkan selalu tidak ada di rumah, tapi giliran tidak dibutuhkan pasti ada di rumah", kata kanjeng ibu.
"Amit kanjeng ibu"
(Permisi kanjeng ibu), kata Paijo.
"Inggih.."
(Iya..), seru kanjeng ibu lagi.
"Emm kanjeng ibu, apunten sadurunge, kanjeng ibu pados sinten ?"
(Emm kanjeng ibu, maaf sebelumnya, kanjeng ibu cari siapa ?), tanya Paijo.
"Kula pados Paijo, jo.."
(Saya cari Paijo, jo..), jawab kanjeng ibu.
"Oh pados Paijo, nggih sampun menawi mekaten kula dhateng lebet griya riyen nggih kanjeng ibu"
(Oh cari Paijo, ya sudah kalau begitu saya ke dalam rumah dulu ya kanjeng ibu), kata Paijo lagi.
"Iya, lah itukan si Joya, jo, jo, Joya..", sambung kanjeng ibu.
"Inggih kanjeng ibu, enten menapa ?"
(Iya kanjeng ibu, ada apa ?), tanya Paijo lagi.
"Kula enten perlu kaliyan panjenengan"
(Saya ada perlu dengan kamu), jawab kanjeng ibu lagi.
"Oh soal menapa nggih kanjeng ibu ?"
(Oh soal apa ya kanjeng ibu ?), tanya Paijo lagi.
"Soal, emm kula sambet dong jo, angsal mboten ?"
(Soal, emm saya pinjam dong jo, boleh tidak ?), tanya kanjeng ibu juga.
"Sambet menapa kanjeng ibu ?"
(Pinjam apa kanjeng ibu ?), tanya Paijo lagi.
"Pinjam telingamu", jawab kanjeng ibu lagi.
"Boleh, buat apa ya kanjeng ibu ?", tanya Paijo lagi.
"Buat bisik-bisik jo..", jawab kanjeng ibu lagi.
"Oh ya sudah nih telinga saya", kata Paijo lagi.
"Oke..", seru kanjeng ibu.
"Saya minta tolong padamu, tolong belikan saya pispot ya", kata kanjeng ibu yang membisiki Paijo.
"Haa.., pispot untuk apa kanjeng ibu ?", tanya Paijo lagi.
"Sstttss, jangan kencang-kencang dong jo, nanti kedengaran sama Titah bagaimana, Titah tidak boleh tau, tau..", jawab kanjeng ibu.
"Loh kok gitu sih kanjeng ibu, kenapa tuan mami tidak boleh tau, jangan-jangan itu pispot untuk kanjeng ibu ya dan jangan-jangan kanjeng ibu masih suka ngompol ya, ih.. ?", tanya Paijo lagi.
"Hus sembarangan kamu, bukan tau, pispot itu untuk ayah mertua saya tau, ayah mertua saya mau datang dan menginap di rumah, makannya tadi saya bilang jangan sampai Titah tau, sudah sana belikan pispot nya", jawab kanjeng ibu.
"Oh untuk mbah Sakiman, ya sudah mana sini uang untuk beli pispot nya plus ongkosnya", kata Paijo.
"Oke, tunggu sebentar", seru kanjeng ibu.
"Waduh kotak pos lagi", keluh Paijo.
"Nih uangnya", kata kanjeng ibu lagi yang memberikan uang pada Paijo.
"Yah masa segini sih, gocap", keluh Paijo lagi.
"Ya sudah ini jo", kata kanjeng ibu lagi menambahkan uang pada Paijo.
"Oke.., kalau begitu saya pergi dulu ya kanjeng ibu", kata Paijo lagi.
"Iya..", seru kanjeng ibu lagi.
"Assalamu'alaikum", Paijo memberikan salam pada kanjeng ibu.
"Wa'alaikumussalam", kanjeng ibu menjawab salam dari Paijo.
Aku pun membelikan pispot yang kanjeng ibu suruh, ketika aku sudah sampai di rumah tuan mami (bu Titah) menyuruhku untuk mengambil air urinnya di kamar mandi.
Di kamar mandi saya tidak sengaja menumpahkan urinnya tuan mami (bu Titah), lalu aku ganti dengan urin ku yang ku masukan ke dalam botol.
Dan di rumah sakit tuan mami (bu Titah), di nyatakan oleh dokter kalau tuan mami adalah laki-laki.
Di rumah pak Irfandi
Di ruang tengah..
"Asih..", seru Titah.
"Inggih bu Irfandi"
(Iya bu Irfandi), sambung Asih.
"Tolong buatkan saya bubur dong, saya ingin makan bubur nih", pinta Titah.
"Oh ya bu Irfandi, tunggu sebentar disini ya bu Irfandi, saya ke dapur dulu untuk buatkan bu Irfandi bubur yang bu Irfandi minta", Asih melaksanakan perintah dari Titah.
"Iya..", seru Titah.
"Titah, nak, bagaimana keadaan kamu sekarang masih meriang atau pusing gak nak ?", tanya kanjeng ibu.
"Masih bu, sekarang mual bu", jawab Titah.
"Oh gitu, jangan-jangan kamu hamil nak", kata kanjeng ibu.
"Haa.., hamil, siapa yang hamil kanjeng ibu ?", tanya Irfandi.
"Istrimu Fandi", jawab kanjeng ibu.
"Oh, yang benar mi, kamu hamil lagi ?", tanya Irfandi lagi.
"Mungkin pi, tapi Titah gak mau kira-kira dulu takut salah", jawab Titah lagi.
"Ya sudah kalau begitu dites dulu ya pake tespek, Fandi nanti kamu ke apotik ya sekalian beli tespek", kata kanjeng ibu.
"Ha.., tespen kanjeng ibu ?", tanya Irfandi lagi.
"Tespek, bukan tespen Fandi, memangnya istri kamu listrik apa di belikan tespen", jawab kanjeng ibu lagi.
"Oh iya nanti saya belikan tespek sekarang, fan yuk", kata Irfandi.
"Yuk..", seru Arfan.
"Ikut..", sorak anak-anak Irfandi.
"Ya sudah buruan", kata Irfandi lagi.
"Oh ya kebetulan saya sudah ambil urin saya untuk tes pake tespek nanti, saya ambil dulu ya", kata Titah.
"Tidak usah nak, emm Fandi ambilkan urinnya Titah di kamar mandi dulu", pinta kanjeng ibu.
"Loh kenapa saya, saya kan mau pergi ke apotik beli tespek untuk Titah, kenapa gak kanjeng ibu saja ambil urinnya Titah sendiri saja di kamar mandi", kata Irfandi lagi.
"Oh iya lupa, ya sudah saya saja deh yang ambil urinnya Titah, eh Fandi, kamu berani ya menyuruh saya mengambil urinnya Titah di kamar mandi, hemm..", kata kanjeng ibu.
"Eh iya ampun kanjeng ibu, ampun kanjeng ibu", sambung Irfandi.
"Emm ya sudah kalau begitu panggil Joya, Fandi", pinta kanjeng ibu lagi.
"Jo, Paijo, jo, Paijo", Irfandi memanggil Paijo.
"Emm panggilnya gak gitu Fandi, nih seperti ini nih, jo, jo..ya..", kata kanjeng ibu yang teriak memanggil Paijo.
"Siap laksanakan tugas kanjeng ibu", kata Paijo.
"Mangga nduk"
(Silahkan nak), seru kanjeng ibu.
"Jo tolong ambilkan botol kecil yang tutupnya warna hijau, eh tapi ingat ya jangan sampai tumpah ya", pinta Titah.
"Siap tuan mami, oh ya tuan mami memang isinya apa sih ?", tanya Paijo.
"Sudah kamu tidak perlu tau isinya apa, nanti kamu juga tau setelah kamu bawa ke sini, sudah sana, cepat", jawab Titah lagi.
"Iya, iya..", Paijo melaksanakan perintah dari Titah.
Di kamar mandi..
"Tadi kata tuan mami botol tutupnya warna hijau, ini kali ya, emm baunya gak enak, yah tumpah lagi isinya", kata Paijo yang tidak sengaja menumpahkan isi yang ada di dalam botol.
Di ruang tengah lagi..
"Duh Joya lama sekali ya ambil botol di kamar mandi", kata Titah yang menunggu Paijo.
"Sabar nak, tunggu dulu sebentar", sambung kanjeng ibu.
"Iya bu..", seru Titah.
"Assalamu'alaikum", Irfandi, Arfan, dan anak-anak memberikan salam pada Titah dan kanjeng ibu.
"Wa'alaikumussalam", Titah dan kanjeng ibu menjawab salam dari Arfan, Irfandi dan anak-anak.
"Ini mi tespeknya", kata Irfandi.
"Iya pi, terimakasih ya pi", sambung Titah.
Di kamar mandi lagi..
"Duh bagaimana ini kalau tuan mami tau isinya tumpah bisa ceramah pake bahasa prancis lagi ini, aha aku ada ide aku ganti saja dengan urin saya deh", kata Paijo.
Lima belas menit kemudian..
Di ruang tengah lagi..
"Maaf lama tuan mami, tadi dikamar mandi banyak sekali botol, emm botol yang ini bukan ya tuan mami botol nya ?", tanya Paijo.
"Iya benar yang ini, eh tapi tidak kamu apa-apain isinya kan jo ?", tanya Titah juga.
"Tidak tuan mami", jawab Paijo.
"Emm kok baunya seperti ini sih", kata Titah.
"Masa sih tuan mami", sambung Paijo.
"Iya..", seru Titah.
"Emm iya benar, memang ini isinya apa sih tuan mami ?", tanya Paijo lagi.
"Isinya urin saya", jawab Titah lagi.
"Oh..", seru Paijo.
"Oh ya nak, Asih kemana ya, kok tidak kelihatan sih dari tadi ?", tanya kanjeng ibu.
"Asih di dapur bu, tadi Titah minta di buat kan bubur", jawab Titah lagi.
"Oh, bubur, harus saya cicipi terlebih dahulu ini, hehe..", kata kanjeng ibu dengan berbisik-bisik.
"Kenapa bu ?", tanya Titah lagi.
"Enggak, ibu kebelet, mau ke kamar mandi dulu ya, Fandi jagain istrimu", jawab kanjeng ibu.
"Iya bu..", seru Irfandi.
Di dapur..
"Buburnya sudah siap tinggal di taruh di meja makan deh, tapi panggil bu Irfandi dulu", kata Asih.
Di meja makan..
"Sih, Asih, itu bubur ya ?", tanya kanjeng ibu.
"Iya kanjeng ibu", jawab Asih.
"Mana sini bubur nya", pinta kanjeng ibu.
"Loh tapi..", keluh Asih.
"Tapi apa, berani kamu sama saya, iya ?", tanya kanjeng ibu lagi.
"Enggak deh kanjeng ibu, ini kanjeng ibu bubur nya", jawab Asih lagi.
"Nah gitu dong..", seru kanjeng ibu.
"Asih kok kamu lama sekali sih bikin bubur nya", kata Titah.
"Bukan masalah lama bu Irfandi, bubur nya juga sudah siap, tapi itu loh bu Irfandi", sambung Asih.
"Tapi apa sih, Asih ?", tanya Titah.
"Tapi ini loh bu Irfandi, bubur nya di palak sama preman dapur", jawab Asih lagi.
"Maksud kamu, saya Asih ?", tanya kanjeng ibu lagi.
"Ya kan yang menghadang saya, kanjeng ibu, tidak ada yang lain", jawab Asih.
"Hemm, Asih..", keluh kanjeng ibu.
"Ampun kanjeng ibu, hehe", kata Asih.
"Yah ibu, kan Titah yang minta bubur tadi, kenapa ibu makan, hemm", keluh Titah.
"Emm tapi benar enak loh nak", kata kanjeng ibu.
"Yah sudah mau habis, emm Asih masih ada lagi gak bubur nya ?", tanya Titah lagi.
"Masih ada bu Irfandi", jawab Asih.
"Saya mau ya, tolong ambilkan ya", pinta Titah.
"Iya.., untuk semuanya sudah saya siapkan kok, tinggal di antar saja ke meja makan", kata Asih lagi.
"Cepat ya Asih", sambung Titah.
"Iya..", seru Asih.
"Saya juga, tambah lagi ya", kata kanjeng ibu lagi.
"Iya kanjeng ibu", sambung Asih.