Chereads / SSTM (Suami Suami Takut Mertua) / Chapter 15 - 15 Darah Biru 2

Chapter 15 - 15 Darah Biru 2

Di rumah pak Irfandi,

Di dapur..

"Alhamdulillah pekerjaan sudah selesai, Betta sudah balik dari rumah sakit belum ya ?", Paijo bertanya-tanya sendiri.

"Ah.., tuh suara klakson mobilnya tuan papi, itu tandanya Betta sudah pulang, bikin kopi dulu deh..", kata Paijo.

Di kamar kanjeng ibu lagi..

"Assalamu'alaikum, suwun apunten kanjeng ibu, bu Fandi, menika wonten telepon saking dalem gerah, sumangga"

(Assalamu'alaikum, minta maaf kanjeng ibu, bu Fandi, ini ada telepon dari rumah sakit, silahkan), kata Asih memberikan telepon rumah pada kanjeng ibu.

"Punapa dok, dados !!"

(Apa dok, jadi !!), seru kanjeng ibu lalu pingsan mendengar kabar dari rumah sakit soal penyakit yang di deritanya.

"Haduh kanjeng ibu, kanjeng ibu, bangun kanjeng ibu", kata Titah.

"Betta, Betta, Betta", Titah memanggil Betta.

"Io bu Fandi"

(Iya bu Fandi), jawab Betta.

"Betta tolong carikan balsem dong, untuk kanjeng ibu, kanjeng ibu pingsan", kata Titah.

"Laksanakan bu Fandi", sambung Betta.

"Permisi, maaf bu Fandi ini minyak wangi nya", kata Asih yang memberikan minyak wangi pada Titah.

Di dapur lagi..

"Suara tuan mami tuh, kanjeng ibu, kenapa ya jangan-jangan, innalillahi wainnailaihi roji'un, kanjeng ibu", kata Paijo.

"Duh mana sih mana, ih si Joya minggir kenapa sih kamu", sambung Betta yang mencari sesuatu.

"Ih kamu ngapain sih Betta ?", tanya Paijo.

"Saya cari balsem Joya", jawab Betta.

"Emm si Betta, orang lagi berduka juga malah mau kerokan", kata Paijo lagi.

"Haaaa berduka, maksudnya apa sih jo, aku gak paham ?", tanya Betta.

"Iya orang lagi berduka, kanjeng ibu meninggal dunia, kamu malah mau kerokan hemmm..", jawab Paijo.

"Siapa yang meninggal jo ?", tanya Betta lagi.

"Kanjeng ibu, Betta, kanjeng ibu meninggal dunia kan ?", tanya Paijo lagi.

"Hus sembarangan kamu, kanjeng ibu belum meninggal baru pingsan doang", jawab Betta lagi.

"Haaaa apa !!, baru pingsan doang, kenapa kanjeng ibu gak jadi meninggal dunia ?", tanya Paijo dengan heran.

"Hus kamu ini ngomong apa sih, gak baik tau ngomong seperti itu, sudah ah, nah ini dia balsem nya", kata Betta yang pergi meninggalkan Paijo di dapur sendiri.

Lalu kami (tuan mami, dan para abdi dalem), kecuali yang berhalangan hadir atau libur dikumpulkan dikamar kanjeng ibu.

Di kamar kanjeng ibu lagi..

"Alhamdulillah, sadar juga, huh.., kanjeng ibu kenapa pingsan, memangnya dari pihak rumah sakit ngomong apa pada kanjeng ibu tadi ?", tanya Titah.

"Nduk, cah ayu, jaga anak-anak mu dan suamimu ya, dan untuk kalian yang hadir disini para abdi dalem setia ku, saya titip anakku, cucuku pada kalian ya", jawab kanjeng ibu.

"Maksudnya ibu apa dan kenapa ngomong seperti itu ?", tanya Titah lagi.

"Tadi kata pihak rumah sakit darah ibu ada kelainan nduk dan itu tandanya umur ibu sudah tidak lama lagi", jawab kanjeng ibu lagi.

"Apa!!", seru semua yang mendengar perkataan kanjeng ibu.

"Kanjeng ibu sebelum meninggal sudah ada persiapan belum, misalnya facial, totok wajah, make-up an gitu ?", tanya Asih.

"Haaaa, eh Asih, kanjeng ibu itu mau meninggal bukan mau menikah", keluh Paijo.

"Tapi ada bedanya mas jo", kata Asih.

"Emang bedanya apa sih ?", tanya Paijo.

"Bedanya kalau pengantin kan di salamin para tamu undangan, kalau kanjeng ibu di ngajiin para pelayat mas jo", jawab Asih.

"Hemm emm emm emmmm", semua yang ada di kamar kanjeng ibu menangis.

"Ibu, kalau ibu gak ada, terus Titah bagaimana ?", tanya Titah lagi.

"Kan ada suami dan anak-anakmu, nduk", jawab kanjeng ibu lagi.

"Itu kan kalau mereka ada di rumah kanjeng ibu, kalau gak ada di rumah seperti sekarang ini kan Titah bagaimana, kesepian kanjeng ibu", kata Titah.

"Sabar nduk sabar", sambung kanjeng ibu.

"Maaf sebelumnya saya potong kanjeng ibu, tuan mami, tuan mami, kalau sendirian kesepian, atau tuan papi gak ada di rumah kan masih ada saya, pagi, siang, sore, dan malam bisa temani tuan mami dan saya siap menggantikan posisinya tuan papi, sebagai suaminya tuan mami", kata Paijo.

"Haaaa", semua yang ada di kamar kanjeng ibu menangis saat mendengar perkataan Paijo.

"Hemm..", keluh Titah.

BUK !! BUK !!. Titah memukul Paijo.

"Aw..", Paijo kesakitan karena di pukul oleh Paijo.

"Bagus tah..", kata kanjeng ibu.

"Jadi bagaimana kanjeng ibu ?", tanya Asih.

"Bagaimana apanya sih ?", tanya Paijo juga.

"Bagaimana jadi gak facial dan lainnya biar kanjeng ibu terlihat cantik dan awet muda pada saat meninggalnya nanti mas jo", jawab Asih.

"Haduh Asih ada-ada saja kamu, kenapa gak kamu tawarkan kanjeng ibu foto pra kematian saja sekalian", keluh Paijo lagi.

"Sudah dong, sudah, kalian ini ya saya mau meninggal dunia juga masih saja kalian jadikan saya sebagai bahan candaan, kalian bisa sedih atau nangis gak sih ?", tanya kanjeng ibu.

"Bisa kok..", jawab semua yang ada di kamar kanjeng ibu.

"Masa ?", tanya kanjeng ibu lagi.

"Bener..", jawab semua yang ada di kamar kanjeng ibu lagi.

"Coba..", kata kanjeng ibu.

"Hemm emm emm emmmm", semua yang ada di kamar kanjeng ibu menangis.

Setelah dari kamar kanjeng ibu, aku dan Betta mempunyai sebuah ide untuk mempersiapkan kanjeng ibu yang akan meninggal dunia, yang aslinya kanjeng ibu hanya masuk angin saja dan darahnya yang berwarna biru, karena darahnya sudah ku campur dengan pewarna makanan berwarna biru.

Di dapur lagi..

"Aha..", kata Paijo.

"Kamu dapat ide jo ?", tanya Betta.

"Dapat dong", jawab Paijo.

"Apa itu jo ?", tanya Betta lagi.

"Kamu dengar tidak, tadi pas kita di kumpulin di kamar kanjeng ibu, Betta ?" tanya Paijo juga.

"Io ingat kenapa jo ?"

(Iya ingat kenapa jo ?), tanya Betta lagi.

"Tembung kanjeng ibu, kanjeng ibu badhe meninggal donya ugi umurnya kemungkinan tinggal sepinten dinten iseh, kita sebagai abdi dalem setianya kedah memberikan penghormatan terakhir kagem kanjeng ibu, ugi jejibahan panjenengan adalah duduk lubang pasareyan kagem kanjeng ibu"

(Kata kanjeng ibu, kanjeng ibu akan meninggal dunia dan umurnya kemungkinan tinggal berapa hari lagi, kita sebagai abdi dalem setianya harus memberikan penghormatan terakhir untuk kanjeng ibu, dan tugas kamu adalah gali lubang kuburan untuk kanjeng ibu), jawab Paijo lagi.

"Oh oke, eh ya jo cangkulnya mana ?", tanya Betta lagi.

"Nuwun ucal Betta, menawi mboten ampil kaliyan sinten mekaten, ah.., Betta"

(Ya cari Betta, kalau tidak pinjam gitu dengan siapa, ah.., Betta), jawab Paijo lagi.

"Io jo, kenapa ?"

(Iya jo, kenapa ?), tanya Betta lagi.

"Ngana pinjam saja deng pak rt"

(Kamu pinjam saja dengan pak rt saja), jawab Paijo lagi.

"Itu punyaku jo", keluh Betta.

"Pinjam", kata Paijo.

"Pinjam, pinjam, tidak kreatif", sambung Betta.

"Bodo, sudah sana cari cangkulnya, saya mau cari kain kafan dulu untuk kanjeng ibu", kata Paijo lagi.

Tidak lama kami berunding datanglah seseorang, rupanya dari pihak rumah sakit yang memberitahu pada kanjeng ibu dan tuan mami, kalau darahnya sudah di campur oleh pewarna makanan berwarna biru, dan orang dari pihak rumah sakit itu menjelaskannya pada kanjeng ibu dan tuan mami soal penyakit kanjeng ibu yang hanya masuk angin.

Tuan mami melihat aku dan Betta yang baru saja keluar dari rumah membawa cangkul dan membawa kain kafan untuk kanjeng ibu, memarahi aku dan Betta, lalu aku dan Betta diberi hukuman oleh kanjeng ibu, seperti biasa yaitu jus cabai.