Chereads / DEVIL BRIDE [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 30 - BAB 30: INI DARI MILE

Chapter 30 - BAB 30: INI DARI MILE

BAB 30

Dulu, pria narsis seperti Han Zhuoyao merupakan tipe terakhir yang Apo masukkan dalam list pasangan hidup. Namun, apa ini? Apo merasa tenang hanya dengan bersamanya meski tadinya diseret paksa.

Perjalanan seketika berubah jadi sangat menyenangkan. Apo menerima sentuhan-sentuhan manis pria itu dan balas memeluk erat. Dia tertawa kecil karena mulai membuat gaduh kapsul mereka, dan nyengir bahagia karena dipangku sayang layaknya bocah.

"Baik, aku tak mau mengotori kursi pesawat ini," kata Han Zhuoyao dengan menoel hidung Apo. "So, stop. Kita lanjutkan nanti jika sudah sampai di hotel, oke?"

"Oke."

"Kau tahu Ritz Caltron Arc yang megah itu? Aku sudah bermimpi menidurimu di sana sejak lama jika boleh jujur."

Hidung Apo seketika mengerut. "Kau sangat-sangat mengerikkan."

"Ha ha ha."

Tak mau malu oleh tawa Han Zhuoyao yang super keras, Apo pun membungkam bibir pria itu dengan ciumannya.

***

New York, Amerika Serikat.

Terakhir kali Apo menggunakan pesawat adalah dua tahun lalu dari Milan, Italia. Jujur, dirinya lupa rasanya menapakkan kaki di landasan. Lebih-lebih setelah penerbangan selama 12 jam non-stop dari Tokyo ke New York. Dia didera jet-lag parah hingga nyaris ambruk lemas, tetapi Han Zhuoyao segera merangkulnya.

"Oke, tenang. Jangan gugup. Biar kutangani ini."

Apo pun kehilangan kesadaran setelahnya. Padahal selama perjalanan dia sudah penasaran bagaimana rupa Bandara Internasional John F. Kennedy yang tersohor. Kaca-kaca berkilau yang melingkupi nyaris seluruh bangunan, dia hanya bisa membayangkannya hingga membuka mata di sebuah kamar hotel.

Rasanya nyaris tidak nyata saja.

Han Zhuoyao gagal menidurinya hari itu, tetapi sukses menemaninya berbaring seharian hingga pukul satu siang. Pria itu tampak lebih tampan saat menutup mata seperti itu. Bulu matanya begitu lembut, dan Apo tidak tahan membelai cambang tipis-tipis di pipinya.

"Han Zhuo," panggil Apo begitu pelan. Dia pikir, hal itu harus diulang beberapa kali, tetapi kedua mata Han Zhuoyao langsung terbuka dengan indahnya. Ah, kalau dipikir-pikir sekali lagi, mungkin dia yang paling tampan diantara Mario atau Jeff. Apo nyaris silap menyebut pria itu mirip Chris Homesworth, bedanya dengan mata cokelat ala Asia. "Umn, maaf. Aku kemarin merepotkanmu?"

"Tidak." Han Zhuoyao mengambil jemari Apo dan mengecupnya pelan. "Walau aku bosan tidak melakukan apa pun selama tujuh jam."

"Wah ...."

"Tapi memang lebih baik di sini." Han Zhuoyao kini terkekeh. "Daripada berkeliaran tak jelas tanpa kekasih baruku?"

Apo terpana melihat satu demi satu jemarinya masuk ke dalam mulut hangat pria tersebut. Dia ingin menariknya, tetapi remasan Han Zhuoyao sangat erat hingga dirinya membiarkan. Dia seperti bocah yang masih gemar mengulum dot susu. Tiap gigitan manja di jari Apo menimbulkan rasa geli. Lalu hangatnya sampai merambat ke pipi-pipi.

"Han ...."

Han Zhuoyao mengakhiri kulumannya dengan kecupan sayang. "Apo, selamat atas kehidupanmu selama 29 tahun 6 bulan dan 4 hari. Terima kasih sudah bertahan dan bernafas sampai sekarang," katanya, khas. Dan hal sederhana itu membuat kupu-kupu di perut Apo berulah.

"Yeah, terima kasih," kata Apo sembari menarik jari-jarinya. "Bisa kita bangun dari sini? Aku lapar. Aku juga ingin cepat-cepat mandi."

"Ho, denganku?"

Dada Apo bergemuruh hebat. "Denganmu juga tak masalah," katanya dengan senyuman manis. Percaya tak percaya, sebelum Han Zhuoyao menyasar bibirnya, Apo lebih dulu mengecup kening pria itu secepat kilat.

"Hei, itu curang," kata Han.

Apo pun turun dari ranjang dan membuka tirai-tirai balkon kamar. "Tempat ini mewah sekali. Apa benar-benar Ritz Caltron Arc yang kemarin kau ceritakan?"

"Benar."

Angin siang membelai kulit berminyak Apo. Rasanya sangat sejuk, dan dia cukup nyaman meski terdengar kebisingan samar dari bawah sana. Sebab kamar yang dipilih Han Zhuoyao cukup tinggi. Mungkin sekitar lantai 60? Apo tak mau mengira-ngira. Yang pasti pria itu langsung memeluknya, meski baru mengintip penasaran ke balkon.

"HEI, MAU APA?!" seru Han Zhuoyao tiba-tiba.

DEG!

"Apa?"

Paras pria itu tampak pucat sekilas. Apo mungkin hanya salah lihat, tetapi pancaran mata khawatirnya tidak bisa dibohongi.

"KAU TIDAK BERMAKSUD MELOMPAT, KAN?!" tanya Han Zhuoyao ketakutan.

"Tidak kok." Apo menggeleng cepat. "Aku hanya ingin melihat sesuatu di bawah."

Kini, Apo juga menyadari debar jantung heboh yang mengetuk-ngetuk rusuk Han Zhuoyao. Pria itu diam saat Apo merabanya di sana, lalu membuang muka.

"Kenapa, Han? Kau ada takut dengan ketinggian atau semacamnya?"

"Tidak, tentu saja," kata Han Zhuoyao nyaris menyela. Dia lantas menarik Apo dari tempat itu. "Tapi sebaiknya kita jauh-jauh dari sini. Hm, bagaimana jika cepat mandi? Kita akan jalan-jalan, bukan?"

"Ada apa dengannya?" pikir Apo penasaran. "Aku yang pernah nyaris bunuh diri saja tak masalah. Atau dia dulu melihat seseorang melakukannya?"

"Bagus."

Tadinya, Apo membayangkan mandi bersama Han Zhuoyao akan terasa begitu canggung. Sebab dirinya sudah lama tidak melakukan ini, tetapi perasaan itu justru menguap ke udara. Bagaimana tidak? Han Zhuoyao malah terlihat sering ling-lung meski nyata-nyata memangkunya. Dia pikir, pria itu akan langsung menggodainya begitu baru lepas-lepas baju. Namun, dia justru baru fokus menatap Apo setelah dikecup beberapa kali.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Apo sembari mengelus kedua bahu pria itu.

"Aku baik-baik saja." Sebuah senyum masam kini mengarah padanya. "Maaf, tadi agak nostalgia saja. Ha ha."

"Oh." Apo tidak tahan untuk tak bertanya. "Memang ada kenangan buruk tentang tempat itu? Umn, walau tak masalah jika tidak mau menjawabnya," katanya. "Seperti yang kau bilang, kita semua punya rahasia."

Han Zhuoyao kini menatap dalam Apo. "Ah, sebenarnya memang rahasia," katanya. "Tapi tidak se-privat itu jika denganmu. Aku hanya memiliki trauma yang ringan."

"Trauma seperti apa?"

"Kekasihku dulu melompat dari balkon yang begitu tinggi."

DEG!

"Apa?"

"Dia bunuh diri beberapa tahun lalu. Jadi, begitulah."

Trauma yang ringan katanya? Apo bahkan masih merasakan tremor di tangan Han Zhuoyao yang tadi disembunyikan di bawah air.

"Aku paham, tapi aku bukan kekasihmu itu," kata Apo. Dia mengambil tangan Han Zhuoyao, lalu menempelkannya ke dadanya. "Sekarang tenang. Aku masih hidup dan bernapas. So, tidak perlu takut lagi. Aku takkan mengulangi yang tadi."

"Kau takkan mengulangi."

Han Zhuoyao menirukan Apo tanpa sadar.

"Iya, aku takkan dekat-dekat balkon lagi." Sebuah pelukan pun diberikan Apo untuk pria paling berharganya saat ini. "Aku akan lebih hati-hati."

Han Zhuoyao kini membalasnya lebih erat. Pria itu membuat Apo sesak napas sejenak, lalu tertawa-tawa setelah dilepaskan tiba-tiba.

"Aku tidak apa-apa. Sungguh," kata Apo. "Tapi kau kuat sekali. Ha ha ... ha ha ... aku sampai berpikir kau bukanlah manusia."

Kedua mata cokelat Han Zhuoyao kini menatap cincin yang menjadi bandul kalung Apo. Dia ragu-ragu menyentuh benda itu, tetapi tetap melakukannya. "Aku pernah melihat desain yang seperti ini," katanya pelan.

"Sungguh?"

"Apa ini sangat berarti bagimu?"

Apo refleks menarik bandulnya dari tangan Han Zhuoyao. "Iya, benar. Tapi kenapa memangnya?"

Untuk sesaat, Han Zhuoyao terpana mendengarnya. Namun, pria itu justru tampak bahagia. "Kupikir aku bisa menggantinya dengan yang baru," katanya. "Ruby atau safir mungkin lebih cocok menghiasi bagian ini."

Apo langsung tampak ketakutan. "TIDAK!" Tapi dia juga segera mengendalikan sikap sentimental tersebut. "Maksudku, jangan. Aku suka memakainya. Jadi, maaf."

"Ini pemberian Mile, Han. Ini sama dengan miliknya. Mana mungkin kulepas. Kau tidak bisa menggantinya dengan apapun," batin Apo panik.

"Tidak apa-apa." Han Zhuoyao mendadak keluar dari bath up itu. Dia mengenakan bathrobe putih tanpa beban, lalu menepuk pucuk kepalanya pelan. "Aku paham itu pasti dari orang yang sangat berharga."

Bibir Apo pun kelu mendengarnya.

"Tunggu, Han-" dia menangkap tangan pria itu dengan raut yang sulit terdefinisi. "Apa aku menyinggung perasaanmu? Mn, aku akan menyimpannya jika kau tidak ingin melihat."

"Apa aku terlihat tersinggung di matamu?"

Mile di balik wajah Han Zhuoyao justru ingin tersenyum walau harus menahannya. "Senang tahu kau masih benar-benar memikirkanku."

Logikanya, seseorang akan benci jika melihat benda-benda dari masa lalu pasangannya. Karena itulah, Apo pun menggeleng, tetapi juga tak mau melepaskan Han Zhuoyao. "Kau mengingatkanku pada seseorang," katanya ragu.

"Mile, bagaimana kabarmu sekarang? Apa kau sungguh membiarkan aku bersama dia?" batin Apo. Dia ikut berdiri, lalu melompat ke pelukan Han Zhuoyao yang sigap menangkapnya begitu saja.

"Apa orang yang kau maksud si pemberi cincin itu?" tanya Han Zhuoyao seolah tanpa beban.

"Umn. Tapi aku tidak bermaksud begitu," rajuk Apo. "Karena kau ... sepertinya agak lebih lunak darinya? Dia juga tidak narsis."

"Wow."

Saat dibawa keluar, Apo mencubit punggung berotot itu. "Jangan membuatku menyesal sudah memilih."

Gelak tawa Han Zhuoyao langsung pecah di kamar hotel mewah itu. Dia pun membawa Apo di ranjang dan membiarkan lelaki itu melepasi tali bathrobe-nya.

"Jadi, kita akan melakukannya siang terik seperti ini?" tanya Han Zhuoyao sembari membelai pipi Apo. "Aku hanya khawatir kau tidak nyaman."

"Iya, aku baik-baik saja." Apo lantas menutup bibirnya malu. "Walau aku mungkin tak seerotis bayanganmu."

"Nope, aku takkan mungkin salah memilih," balas Han Zhuoyao penuh percaya diri.

Pertama kali ketika direbahkan kembali, isi pikiran Apo kosong melompong. Dia melihat ke awang-awang. Mencoba menikmati keindahan kerlap-kerlip lampu gantung yang temaram, tetapi gagal. Wajah Han Zhuoyao ada di sana dan menyita seluruh perhatiannya. Pria itu tiba-tiba menatap lembut. Yang sebelumnya menggebu menyentuh, kini justru hanya memandangnya dengan senyuman tipis.

Apo yang menunggu jadi merasa serba salah. "Apa?" tanyanya kebingungan. "Kenapa, Han."

Han Zhuoyao tak menjawab. Pria itu mengambil satu tangannya yang terkulai di sisi kepala. Meniti bentuknya satu per satu. Apo pun melirik ke samping dan menatap apa yang dia lakukan.

Jujur Apo kaget ketika menyadari perbedaan ukurannya. Dia tahu Han Zhuoyao sudah menarik tangannya berkali-kali. Dari sejak awal mereka bertemu ke bengkel. Dari pinggir jalan ke mobil. Dari landasan ke pesawat. Tapi sungguh... Apo pikir perbedaannya tak sampai separah ini. Tangan Han sangatlah besar. Pria itu bahkan bisa melahap jemarinya dalam sekali genggam.

Han Zhuoyao melihat deretan jemari Apo. Lalu mengecupnya satu per satu.

"Kau... Sebenarnya sedang apa?" tanya Apo. Tak tahan lagi. Han Zhuoyao justru melanjutkan apapun yang ingin dia lakukan.

Kalau disuruh memilih ... Apo jelas ingin disentuh sana-sini dengan cepat. Tak masalah dengan permainan kasar. Toh dia tahu Han Zhuoyao tak berniat menyakitinya.

"Memastikan ukuran jari manismu," kata Han Zhuoyao tiba-tiba.

"Apa?"

"Ukuran yang paling akurat," tegas Han Zhuoyao. Menatapnya. "Karena jika pikiranmu berubah untuk menikah, aku harus siap dengan desain cincin yang sesuai nanti."

DEG!

Apo tergugu. Dia meremas jari-jari Han Zhuoyao tanpa sadar. Tenggorokannya pun terasa kering seketika.

"K-kau..." kata Apo. "Aku kan belum menyetujui tawaran yang itu."

Mile menatap kecemasan Apo dalam mati itu. "Aku hanya ingin melihat seberapa teguh dirimu."

"Benar, tapi anggap saja menjadi hadiah," kata Han Zhuoyao. Tatapannya mendadak redup seperti lampu tidur di atas nakas. Namun anehnya, senyum pria itu justru semakin lebar. "Jika kau benar-benar menolakku, cincin lamaran tadi berarti akan bertambah. Dari sekotak jadi dua kotak. Atau mungkin bisa bertambah lagi..."

"..."

"Aku akan buka toko perhiasan jika ada kemungkinan jadi sangat banyak."

Di titik ini, Apo sadar. Han Zhuoyao memang sering mengatakan apapun seperti angin lalu. Ringan, dan terdengar menyebalkan. Namun, jika kau benar-benar menyelami pria itu lebih dalam. Kata-katanya nyaris tak pernah sepele.

"Apa-apaan impian aneh yang kau katakan?"

Han Zhuoyao justru terkekeh geli. "Hhh ...." Dia menyapu belahan bibir Apo menggunakan lidah. Menggodai. "Buka mulutmu, Sayang. Atau kita takkan memulainya sampai nanti sore."

"Ugh, oke."

Detik itu juga, Han Zhuoyao langsung membungkam bibir Apo dengan satu lumatan yang dalam. Tidak kasar memang, tapi Apo langsung merasakan nikmat dari ciuman bersemangat itu.

"Mnnh ... hhh ...."

Apo tak tahu kenapa, tapi dia benar-benar tersengal hebat setelah melepaskan ciuman mereka. Napasnya pendek. Dadanya seperti akan meledak dalam hitungan detik, dan dia menyelami kedua mata emas tersebut. "Sejak kapan?" tanyanya.

"Apa."

Perut Apo terasa melilit. "Kau tertarik padaku," tanyanya. "Jangan bilang kalau setelah bertemu mobilmu mogok setahun lalu."

Han Zhuoyao mendengus tersenyum. "Bukan, kau keliru."

"Lalu?"

"Mau menebaknya lagi, Sayang? Aku akan menghukummu jika salah jawab."

Bersambung ....