BAB 31
Seringai Han Zhuoyao semakin lebar, Apo pun meneguk ludah kesulitan. Dia menggeleng. "Tidak. Lebih baik aku menolak tantangan ini."
Apo melirik penisnya yang didesak lutut keras sang kekasih. Dia tergoda melirik sesuatu di balik bathrobe pria tersebut, lalu menggigit bibirnya sendiri.
Apakah ukurannya sesuai ekspektasi?
Bisakah lubangnya muat menampungnya?
Atau mampukah dia memuaskan Han Zhuoyao?
Apo berharap penis bengkak itu takkan menyiksanya nanti.
"Hmph. Kau bisa segugup ini juga rupanya."
"Hah??"
Bukannya menjawab. Han Zhuoyao justru mencium Apo begitu dalam. Apo pun berkedip-kedip bingung. Sebab kali ini dia dipaksa membuka mulut dan bermain lidah juga. Tak seperti tadi.
"Ahhh... mnhh..." desah Apo. Kedua bola matanya terbelalak ketika ada jari-jari dingin yang mendadak merambat di dadanya. Muncubit kedua tonjolan mungil di sana bergantian. Meremas seperti tengah mengadoni tepung, dan begitu Han Zhuoyao melepaskan bibirnya, Apo baru melihat nafsu berkilat di mata sang kekasih dengan jelas.
"Kau suka ciumanku?" tanya Han Zhuoyao. Apo mengangguk pelan. Dia bersengalan, dan lututnya gemetar ketika Han Zhuoyao mengelus pahanya agar mau membuka kaki.
"Han Zhuo, tunggu."
Apo memejamkan mata kuat-kuat. Han Zhuoyao pun berhenti sejenak. Dia bisa mendengar debaran gila di jantung Apo saat ini, lalu mengecup lehernya dengan hirupan dalam.
Harum sabun mandi menguap lembut dari sana dan Apo merinding tak berkesudahan.
"Ini aku," bisik Han Zhuoyao. Dia melirik ekspresi cemas di wajah Apo yang ternyata sudah membuka mata dan menatap langit-langit kamar mereka. "Bukan orang lain, tapi kenapa?"
Apo pun menoleh. Dia dan Han Zhuoyao saling menatap. Mereka diam-diaman untuk beberapa saat. "Masalahnya aku tidak melakukan seks beberapa tahun ini. Jadi, bisa jangan berlebihan? Kau boleh melakukannya lain kali."
Han Zhuoyao tampak berpikir sejenak, lalu dia mendekati kening Apo untuk meninggalkan kecupan lembut di sana. "Tentu, Sayang," katanya sembari mengurung sang kekasih diantara dua lengan. "Kau siap?"
Telinga Apo semakin merah dan tanpa sadar meremas seprai di bawah tubuh mereka. "Ya—"
Tanda. Han Zhuoyao mengerti itu. Dia pun berbisik sebelum sungguh-sungguh mencumbu tubuh Apo. "Besok tidak akan lagi sama," katanya. Mengarahkan pada realita. "Jadi, jangan pernah menyesal."
"Umnnnh ...."
Apo terpejam. Dia mengangguk dan mulai menerima segala sentuhan gila dari pria-nya.
"Nnh ... Ah! Ahh ... Mnn ...." desah Apo. Awalnya dia berjengit saat Han Zhuoyao mendekati lubang lembutnya di bawah sana. Rasa asing tubuh lain membuat Apo kurang terbiasa. Dia sempat refleks menyingkirkan jari-jari nakal yang melonggarkan, tetapi segera diremas Han Zhuoyao agar saling bertautan.
Pria itu memijat penisnya dengan kocokan yang konstan. Demi apapun, rasa rindu ingin bersentuhan membuat Apo berhasil klimaks cepat hingga perutnya basah oleh cairan kental. Namun, tentu dia benci menelan rasa bersalah.
Harusnya bukan hanya aku yang menikmati ini!
Maka meski ragu, Apo mengizinkan Han Zhuoyao membuka kakinya lebih lebar lagi. Dia mengawasi raut wajah Han Zhuoyao ketika membanting bathrobe-nya ke lantai. Sang kekasih tersenyum menggoda dan menikmati detik-detik meremas pantatnya. Dia tampak bangga setelah bersarang di dalam lubang hangat Apo dan menumbuk lebih tajam lagi.
"Ahhh! Ahhnn ...." desah Apo. Dia membenamkan wajah di bantal selagi bisa untuk meredam suaranya agar tak terlalu nyaring. "H-Han Zhuo ... um ... Ahh!" dia sungguh kewalahan hingga matanya berair saat berusaha menatap pemandangan kacau di bawah sana.
Penis gembung yang masuk dan keluar, otot-otot lubangnya yang bekerja keras, dan bunyi sodokan yang bersahutan di awang-awang.
Clap! Clap! Clap!
Pinggang ramping Apo pun berguncang hebat. Sensasinya seperti baru terjun dari angkasa, tetapi geli nikmat menyerbui seluruh tubuhnya.
Han Zhuoyao memegangnya pinggulnya erat-erat. Kedua tangan mereka bertaut seiring gerak yang tak beraturan, dan punggung Apo melengkung karena tiba-tiba merasakan semburan kencang di dalam dirinya.
"Aahhhhhhhh!!"
Cairan lengket itu masuk, mendesak, lantas mencari jalan menuju perutnya. Oh, rasanya sungguh luar biasa sekali. Apo sampai lupa namanya sendiri andai Han Zhuoyao tidak memanggilnya beberapa kali.
"Apo, lihat aku. Apo ...."
"Ung?"
"Maaf, apa barusan aku kelepasan?" tanya Han Zhuoyao khawatir. "Ada yang sakit tidak? Bagian mana?"
Apo hanya menggeleng pelan. Sebab kalau Han Zhuoyao menatapnya seperti itu, dirinya malah ingat Mile.
Bagaimana cara sang suami iblis ketakutan melukainya, padahal Apo yakin Mile sangat ingin menyeretnya dalam permainan gila.
"Apo ... Apo ... apa kau baik-baik saja?"
Apo pun tertegun sejenak.
Han, kenapa kau semakin mirip dengannya? Aku pasti sudah gila.
"Mau berciuman biar lupa?" tawar Han Zhuoyao.
Apo langsung meraup bibir Han Zhuoyao kala sudah tidak tahan lagi. Mereka terus mengulangi ciuman itu hingga puas kemudian saling mendekap erat.
"Aku sangat mencintaimu, Apo."
"Iya, aku tahu."
"Kau tak ingin membalas pernyataanku?"
"Ugh, iya. Tapi mungkin butuh waktu untuk benar-benar disebut cinta padamu."
Bagaimana pun, wajah Mario dan Jeff pernah mengisi hari-harinya juga. Sangat mustahil bila disebut cinta, atau Apo akan memberikan shitty shit untuk pria baik di depannya ini.
"Baiklah. Aku akan menunggu sampai saat itu tiba."
"Oke," cengir Apo senang. "Terima kasih sudah bersabar."
"Hmph," dengus Han Zhuoyao gemas. "Siapa pun yang tak tahan banting, dia takkan bisa mendapatkan dirimu."
"Really? Aku tidak pernah merasa begitu," kata Apo dengan raut wajah inosen. "Maksudku, menolak bukan berarti jual mahal, Han. Aku hanya bingung memilih salah satu diantara kalian."
"Wow, that's it?"
Apo pun membuang muka.
Atau lebih tepatnya aku hanya sedang merindukannya. Tapi, datang lebih dulu setelah pernah mengecewakan? Aku merasa tidak pantas untuk seorang panglima berhati seluas langit.
"Aku benar-benar bertemu denganmu, Mile. Andai aku tidak takut mengecewakan lagi ...."
Han Zhuoyao pun mengangkat dagu Apo hingga mereka saling menatap. "Dengar, Sayang. Pemikiranmu selama ini sungguh salah besar," katanya. "Jika kau memang semurah itu, kami bertiga takkan berebutan mengejarmu."
"Begitu?"
"Kau hanya tak melihat nilai dirimu sendiri." Satu kecupan hinggap di bibir Apo. "So, trust me. Aku sekarang jadi pria paling beruntung karena diperbolehkan mendapatkanmu."
"Dia benar," pikir Apo. Sayang, bukannya fokus kepada Han Zhuoyao, ingatannya justru jatuh kepada Mile lagi. Apo sampai tak bisa menghentikan hal itu, padahal yang di depan matanya jelas-jelas bukan seorang Mile Phakphum.
Ah, sang suami iblis yang tak pernah benar-benar kompatibel dengannya. Andai Apo mengizinkan seperti kata pria ini, maka Mile pasti merasa beruntung juga. "Jadi, apa selama ini justru salahku?" pikirnya.
"Apo?"
"Ya?"
"Kau sedang memikirkan apa?"
Apo pun segera memperbaiki ekspresinya. "Umn, kata-katamu?"
"Benarkah?"
"Umn."
"Kau sungguh perhatian sekali."
"Ha ha ... aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi karakter Han ini di masa depan."
DEG!!
"Eh, Han?" Raut Apo pias kala tubuhnya dipangku menghadap seintim itu. "Mau apa?"
"Tentu saja melanjutkan yang tadi. Kau pikir ini sudah selesai?" kata Han Zhuoyao dengan mudahnya. "Kita bahkan baru akan mulai, oke?"
Detik itu, mata Apo terbelalak lebar.
Perabotan kamar tampak samar saat Apo membuka mata. Dia berkedip beberapa kali. Masih bingung dengan kondisi sekitar. Dia hampir saja menerjemahkan situasi itu sebagai mimpi, tetapi gagal total karena nyeri hebat di semua titik sensitif tubuh.
"Aku benar-benar melakukannya," batin Apo. Takjub melihat pantulan dirinya yang penuh kissmark pada cermin dinding di ujung sana.
Dari jam yang menunjuk angka lima sore, Apo menoleh ke pria yang terebah di sisinya. Sosok itu memeluk pinggangnya erat, dan tak melepaskan seharian ini. Napasnya halus. Parasnya cerah. Dan aroma sabun mandi dari kulitnya bercampur hujan.
"Dia sungguh-sungguh mirip Mile. Bahkan harumnya seperti hujan," gumam Apo sempat mengecek aroma kulitnya sendiri, lalu Han Zhuoyao secara bergantian. Namun, karena bau mereka bercampur keringat dan lain-lain, Apo pun tidak memikirkannya terlalu jauh. "Ah, mungkin hanya sisa parfum yang terlalu kuat saja," pikirnya. Lalu berupaya turun dari ranjang.
"Kau mau kemana?"
"Mandi. Aku ingin bersih-bersih." Apo mengecup kelopak mata Han Zhuoyao sebelum terbuka. "Kali ini kita bergantian. Aku tidak mau seks lain pada sore hari, hm?"
"Baiklah."
Apo pun tersenyum puas. Dia membalut diri dengan bathrobe Han Zhuoyao asal, lalu terseok-seok ke kamar mandi. Atau lebih tepatnya, niat Apo tadi memang begitu. Namun, dia sempat mendekat ke stop kontak untuk mencabut charge ponselnya yang penuh.
Benda itu berkedip-kedip dengan lampu putih, lalu menampakkan beberapa pemberitahuan penting begitu layarnya dibuka.
Apo, aku tak percaya malam minggu ini benar-benar sendirian.
[Mario]
Apo refleks berdebar panik. "Ah, aku benar-benar lupa soal Mario," gumamnya pelan. Dia menoleh ke Han Zhuoyao sekilas, lalu memandangi chat penuh putus asa itu. Tadinya, Apo ingin minta maaf agar sopan. Namun, setelah dipikir sekali lagi, rasanya sangat keliru.
Mario hanya akan berharap makin lama jika tidak tahu hubungan barunya dengan Han Zhuoyao. Karena itulah, meski dengan wajah masam, Apo menguatkan hati mengirim pesan terpenting.
Mario, aku sudah memutuskan bersama Han Zhuoyao kemarin. Jadi, bisa kau mundur sekarang? Jeff juga akan kuberitahu hal ini.
[Apo]
Kluk-klik! Kluk-klik!
DEG!!
"Apa?"
Apo refleks menoleh ke ponsel Han Zhuoyao. Benda itu teronggok tak jauh dari sana dan berkedip beberapa kali karena satu pesan baru.
Apo pun menggelengkan kepalanya pelan. Godaan ingin mengintip ponsel tersebut dia batalkan, karena mungkin hanya kebetulan saja. Toh hubungan Apo dengan Han Zhuoyao masih hangat seperti telur yang baru menetas. Jadi, mungkin agak berlebihan jika Apo melanggar privasi pria itu sekarang.
"Lebih baik kuberitahu Jeff sekalian." Apo mengangguk mantap kali ini. "Jangan sampai dia salah paham lagi di masa depan."
Pesan untuk Mario pun di-copas-nya dengan pengeditan di bagian nama penerima. Apo sempat panas dingin saat menekan send, apalagi membayangkan Jeff menggila bila tahu harapannya pupus. Namun, semua pemikiran over-nya lagi-lagi terdistraksi dengan suara notifikasi yang lain.
Ting! Ting! Ting! Ting!
Ting Ting! Ting Ting!
Kali ini dari arah sofa. Tepat di bawah onggokan jas luaran Han Zhuoyao. Detik itu, Apo pun meneguk ludah kesulitan. Dia tak menyangka sang kekasih memiliki dua ponsel, atau bahkan lebih karena mendadak suara itu disela oleh dering asing.
I'm tired of being what you want me to be ||
Feeling so faithless, lost under the surface ||
Don't know what you're expecting of me ||
Put under the pressure of walki'n your shoes ||
Bukankah itu lagu Linkin Park yang sempat booming dua tahun lalu? Apo tanpa sadar mendekat ke sana. Dia terdorong sensasi aneh dari dasar perut, dan membayangkan alur-alur yang dramatis.
"Aku mengerti konglomerat sering memiliki banyak ponsel, tapi ini ...." Jemari Apo tremor saat menyingkirkan jas luaran itu. "Apa Han berbohong padaku? Jangan bilang dia justru punya istri atau semacamnya—"
Phi Jeje, calling ...
DEG!
Setelah membalik ponsel ketiga di sebelahnya, benda itu menampakkan pesan baru yang sangat familiar.
Jeff, aku sudah memutuskan bersama Han Zhuoyao kemarin. Jadi, bisa kau mundur sekarang? Mario juga sudah kuberitahu hal ini.
[Istriku]
Istriku.
Istriku.
Istriku.
DEG
"Tunggu dulu, tunggu dulu. Ini bukankah yang barusan aku kirim?"
Apo pun terbeku di tempat. Seperti patung batu yang dipajang, dia merenungkan sebuah ingatan segar di masa lalu.
Potongan-potongan suara Mile. Bagaimana cara iblis itu bicara dan menatap si penjual gawai. Lalu menyerahkan ponsel untuk pemasukan nomor.
"Kalau boleh tahu saya simpan pakai nama apa, Sir?"
"Namanya? Istriku."
"Apa?"
"Oke."
"Tunggu, tunggu! Apa yang barusan itu?"
"Apanya?"
"Kau ... tadi ... tadi ...."
"Lihat. Ada Katedral D'uomo yang menarik. Kau tak ingin berkunjung ke sana?"
DEG!
Mendengar lanjutan ingatan Apo yang tadi secara langsung, dia pun berbalik untuk melihat wajah Han Zhuoyao.
Wajah yang tadinya pria blasteran Amerika-China, kini berubah-ubah penampilan.
Menjadi Mario, Jeff, Han Zhuoyao, dan kini Mile yang sebenarnya.
Waktu itu, Mile memang tidak menyentuh Apo. Dia hanya mempersempit jarak mereka hingga kedua manik mereka bersitatap sangat dekat.
Deg ... deg ... deg ... deg ...
"Mile ...."
Kedua mata emas berkilau, raut kaku, aroma hujan yang menguar hebat, dan tatapan yang begitu dalam. Apo bersumpah tak pernah menemukannya pada siapa pun selain suami-nya sendiri.
BRAKHH!!
"Umnhhh ...."
Kali ini, Mile tidak tidak akan menyesali apapun jika Apo membencinya lagi setelah ciuman mereka berakhir.
Bersambung ...