BAB 2
FYI, bunga matahari adalah bunga resmi Negara Ukraina. Dan meskipun di Thailand ada juga, tetapi Ukraina pemilik ladang bunga matahari terbesar di dunia. Bunga ini melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan. Bisa juga diartikan keindahan dan rezeki. Karena itulah Mile batal ngasih yang biru dan diganti bunga ini 🌻
"The sun still shine even though it's alone."
[Mile Phakphum Romsaithong]
***
APO pun tersedak mendengarnya. "Uhuk! Kau punya kerabat juga? Wow."
"Tentu saja ada. Dan lebih baik kau pun bertemu pasukanku sekalian. Mereka sepertinya penasaran denganmu," kata Mile.
Pagi itu, mereka pun sarapan berdua dan membicarakan banyak hal. Dan Apo sedikit tak menyangka 70% pasukan Mile bekerja di perusahaan yang sang suami miliki. Mereka mengabdi di bawah sang panglima, dan sepenuhnya semua bisnis itu diurus mereka.
Pabrik-pabrik. Cabang bisnis ini itu. Dan karyawan yang bekerja di dalamnya. Semua berisi iblis, dan hanya beberapa yang manusia. Itu pun kemungkinan mereka tidak tahu sedang mencari uang diantara prajurit iblis yang setia.
Pantas saja Mile bisa berwujud Han Zhuoyao yang konglomerat. Hadiah-hadiah itu kecil baginya, tetapi kediaman tetap harus di Italia. Sebab daerah memangsa Mile memang ada di sana.
"Hmm ... bagus juga, tapi aku entah kenapa agak gugup," kata Apo jujur. "Mereka tahu aku pernah menyakiti pemimpinnya?"
"Hmph, menurutmu?" kata Mile dengan seringaian.
Apo pun mengalihkan pandangannya. "Aku sebaiknya mulai berhati-hati," katanya canggung.
Mile justru menikmati pemandangan itu, kemudian menaruh beberapa daging lagi di piring Apo. "Jangan dipikirkan. Makan saja. Penuhi perut kecilmu itu, lalu siap-siap."
Saat berangkat mencari suit baru, Apo diperlihatkan album foto kerabat-kerabat Mile dari generasi ke generasi. Namun, Apo jelas tidak bisa mengenali mereka. Semuanya menggunakan tubuh ras Kaukasia. Dan itu membuat Mile menepuk kepalanya meski sambil menyetir.
"Tenang saja. Mereka sudah kusuruh menggunakan wajah Asia kalau kau datang," kata Mile. "Termasuk para prajuritku."
"Oh, oke," kata Apo. Lalu menutup album itu daripada pusing. "Ngomong-ngomong, Mile. Soal prajuritmu itu, yang 30% kemana?" tanyanya sambil memandangi cara Mile mengemudi. Oh, woah. Apo tidak tahu suaminya sekeren itu kalau sudah menghadapi jalan raya. Dia sampai tidak tahan mengabadikan momen mereka bersama di dalam foto.
"Mereka hidup terpisah-pisah karena punya tujuan sendiri. Tapi, kalau aku butuh sesuatu mereka pasti akan datang."
"Oh ... padahal baru panglima, ya. Kau sudah hidup seperti raja saja. Apalagi yang kaisarmu asli." Apo senyam-senyum sendiri setelah memandangi hasil foto tersebut. "Terus, selain kau apa ada panglima lain juga?"
"Hm, ada. Wanita. Nama Asia-nya Pim. Nanti kau akan bertemu dengannya."
"Shit, yang benar? Jadi, ada pasukan wanita juga?"
"Bukan, tapi dia terpilih karena memang kuat. Kami berdua dulu sering battle solo leveling."
"Woah, dan hasilnya?"
"Imbang. Dan itu membuat pria-pria yang menyukainya tidak percaya diri."
Apo lalu membuka buku album lagi. Dia penasaran apakah ada ada gambar Pim di dalam. Karena wanita itu merupakan ksatria. Dan setelah mencari-cari, dia pun mengetuk foto yang dikira benar.
"Ini pasti dia ... cantik sekali," batin Apo. Dia juga mengelus foto Pim yang dibingkai motif khusus. Tidak seperti foto yang lain.
"Kenapa? Kau suka?" tanya Mile tiba-tiba.
Apo pun refleks menutup buku albumnya. "Aih, tidak. Kenapa bertanya begitu? Suamiku kan Mile Phakphum Romsaithong."
Mile tertawa kecil. "Kalau suka, aku tidak heran sih. Pasukan sebanyak itu pun tidak ada yang tidak menyukainya."
"Hm, tapi aku penasaran kenapa dia sehebat itu," gumam Apo. "Apa dia punya keistimewaan?"
"Ya, tentu," kata Mile. "Dia kan puteri tunggal Yang Mulia."
DEG
"APA?!"
"Dalam darahnya mengalir kekuatan sejak lahir," jelas Mile. "Tapi tentu gigih juga. Dia wanita yang baik."
"Ah ... begitu ...." Apo pun mengangguk-angguk paham. Walau setelahnya dia pura-pura memperhatikan pemandangan di luar mobil. Mungkin, apa ya. Dia cemburu kepada Pim? Bagaimana pun Mile dan Pim pernah berjuang bersama-sama di medan perang. Tapi, kenapa Mile tidak menandainya? Apo sungguh penasaran.
Sampai di butik, Mile dan Apo berganti suit hitam putih yang cukup formal. Mereka sepakat berdandan rapi karena Mile membuat janji temu dengan kerabatnya di hotel mewah, sementara Apo memastikan suaminya tampak rapi.
"Coba mendongak sedikit?" pinta Apo sambil menyimpulkan dasi kupu-kupu Mile.
"Begini?"
"Iya," kata Apo. Lalu menepuk-nepuk bahu Mile. "Woah, kau tahu tidak kalau kau tampan sekali?"
Mile hanya tertawa kecil. Hal itu sampai membuat Apo bercelutuk gemas. "Aku seriusss." Apalagi Mile sering terlihat cerah setiap harinya.
"Biar. Aku tidak mau meledekinya," batin Apo. "Lagipula Mile manis sekali kalau seperti ini."
Secara ajaib, senyum sang suami membuat kegugupan Apo menghilang, dan dia berjalan percaya diri ke Hotel Athenee, Paris yang amat mewah.
Tempat itu sangat unik karena Apo melihat hiasan tanaman perdu hijau di sekitar tembok-temboknya. Menyeluruh pula! Apo sampai penasaran bagaimana cara pemilik hotel ini merawatnya.
Dan karena Mile mereservasi suasana kekeluargaan, Apo pun bisa lebih santai lagi. Dia mendongak sesekali untuk melihat pemandangan langit ketika mereka duduk diapit ruangan memutar yang unik itu. Kemudian berdiri ketika gerombolan iblis berwajah Asia masuk.
"Hai, Mile ...." sapa mereka bergantian. Apo pun tersenyum manis untuk mereka, walau agak terkejut ketika dicium lelaki maupun wanitanya setelah mereka memeluk.
"Kau juga, Babe. Selamat datang dalam keluarga."
"Take care ya."
"Baik-baik menjaga pemimpin kami semua."
Ha? Oh ... Otak Apo sampai lemot seketika, tapi langsung tertawa kecil karena ingat mereka sebenarnya sudah beratus tahun diantara orang barat. Jelas begitu cara menyapanya daripada sekedar jabat tangan.
Mile sendiri tidak terlihat marah padanya, malahan tersenyum dan menarik pinggangnya agar duduk berdampingan di sebuah meja.
"Ayo."
"Oke."
Kata para kerabat Mile, mereka terlihat sangat serasi. Apalagi aura keduanya bercampur. Hal yang membuat Apo bangga sekali, walau agak sungkan kalau ingat pernah meninggalkan semuanya di Bandara Malpensa, Italia.
Pada hari pernikahan pula. Untungnya para iblis itu memiliki martabat. Mereka tidak membahas Apo yang pernah pergi dari Mile, malahan bercanda soal masa depan mereka kira-kira bagaimana.
"Bagaimana kalau kuramal?" tanya salah satu iblis wanita. Namanya Noir. Iblis itu menatap Apo dari kursi yang cukup dekat, sementara Apo tampak bingung.
"Meramal? Bagaimana caranya?" tanya Apo.
Noir menyentakkan dagu kepada Mile. "Bagaimana, Mile? Boleh tidak?" tanyanya. "Mumpung aku lagi di sini. Sudah lama sekali aku penasaran dengan istrimu."
"Oh, ya. Silahkan."
Noir pun mendatangi Apo dan menyetuh tangannya. Dia menyeringai kecil karena manusia selalu bingung kalau pikirannya dirasuki sebentar, walau setelah itu dia yang tercenung lama.
"Tunggu, hm?" gumam Noir. Apo ikut mengernyit ketika iblis itu mengernyit.
Noir melihat kilasan-kilasan cepat gambaran bayi yang tertidur lelap di handuk tebal. Dari segi muka mirip Apo, dari badan yang berbulu lebat mirip Mile. Apalagi ketika malam, bayi itu dijaga Shigeo dan Little Cattawin yang sudah besar. Mereka mengendus-endus di sebelahnya, lalu ikutan tidur.
"Kenapa?" tanya Apo bingung.
Noir malah tersenyum sendiri dengan mata yang menyipit. "Oh, indah sekali," gumamnya karena melihat si bayi mengemut jempolnya sendiri. "Dia Half blood? Sepertinya sangat-sangat diberkati."
Mile yang semula tidak terlalu memperhatikan pun berhenti bicara. Dia menoleh kepada Apo, begitu pun sanak kerabatnya yang penasaran.
"Apanya yang half blood? Kau sedang membicarakan sihir Harry Potter?" tanya Apo. Kebetulan dia belum move on dari bioskop terbarunya yang berjudul "The Goblet of Fire."
Noir justru melepas tangan Apo tiba-tiba. "Kau akan punya bayi yang hebat. Separuh iblis, separuh manusia. Laki-laki. Tapi aku belum melihatnya membuka mata. Dia sedang tertidur."
Seketika semua iblis di tempat itu menahan napas. Apo apalagi. Telinga lelaki itu memerah, lalu dia berteriak kencang.
"APA?!" kata Apo syok. Dia sampai lupa tempat, tapi langsung menggaruk pipi salah tingkah. "Tapi aku kan lelaki. Mana mungkin?"
Noir, sepupu jauh Mile hanya tersenyum lebih lebar. Lalu mengendikkan bahu. "Mana kutahu, setidaknya itu yang kulihat di masa depanmu," katanya. Kemudian duduk di kursinya kembali. "Bersiap-siap sajalah ...."
Deg ... deg ... deg ... deg ...
Apo pun merinding waktu menoleh ke arah Mile. "Ini candaan kan? Pasti iya. Lagipula aku tidur dengannya berkali-kali tidak sampai muntah. Apanya yang punya bayi? Otakku harus tetap waras."
"Apa ada yang bilang akan punya bayi? Siapa?" tanya seorang iblis yang baru datang. Suaranya merdu mengalun, sampai-sampai semua kerabat Mile yang datang lebih dulu langsung berdiri dari kursi.
"Puteri Pim ...." sambut mereka hormat.
Apo pun berdebar semakin kencang. "Tunggu, apa? Puteri Pim hadir? Jadi Mile termasuk kerabat kerajaan?" pikirnya dengan telapak tangan yang langsung basah. Namun, sebelum Apo selesai dengan rasa terkejutnya, di belakang sang Puteri ada Max dan Bas yang berjalan masuk mengikuti langkahnya.
"Maaf kami terlambat," kata Max. Yang melirik Apo sekilas sebelum duduk tak jauh dari sang Tuan Puteri. Tangan hancur iblis itu kini sudah diganti dengan anggota buatan, tetapi disarungi warna hitam hingga semua orang tidak melihat seberapa parah Mile menginjak bagian itu hingga tulangnya patah menjadi dua.
Bas ikut menimpali, "Ada kejadian yang perlu diurus selama perjalanan. Kami tidak bisa menghindarinya."
Puteri Pim pun tersenyum kepada Mile sebelum duduk diantara kedua lelaki itu. "Selamat, Mile," katanya. "Lain kali, aku yang akan mengadakan acara seperti ini untuk menunjukkan kepemilikanku."
Bersambung ....