Chereads / ANGELIC DEVIL [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 8 - BAB 8: 3 MINGGU PERTAMA

Chapter 8 - BAB 8: 3 MINGGU PERTAMA

BAB 8

KATA-KATA Mile tentang kegelisahan memang benar adanya. Setelah Apo masuk ke kamar, dia mendadak ingin membuka semua tirai jendela. Padahal suhu AC sudah sangat dingin, tapi Apo merasa itu belum cukup.

Apo juga tidak fokus mengerjakan beberapa tugas yang dibawa pulang dari kantor. Dia emosi hanya dengan melihat tulisan jelek, lalu melempar tumpukan dokumen itu ke lantai.

Aneh. Apo tidak tahu apakah semua Omega seperti ini saat mereka hamil, yang pasti Apo berusaha kuasai diri. Dia mengambil dan merapikan semua dokumen itu kembali, lalu mengerjakannya hingga selesai walau agak lebih larut daripada biasanya.

Jam 11 lebih 20 menit. Apo nyaris tidak pernah tidur lewat dari jam 10, dan matanya cukup berair saat memeriksa waktu di layar ponsel.

"Aku mungkin harus minum susu dulu," gumam Apo. Namun, ketika dia baru berdiri, Apo duduk lagi karena mendadak ingin minum kopi. Hei, ini buruk. Apo pun mengunci pintu kamarnya sendiri agar tidak sungguhan ke dapur, lalu cepat-cepat cuci muka untuk bersiap tidur.

Lelaki Omega itu memijat-mijat lehernya yang terasa lebih ngilu daripada biasanya. Ssssh .... mungkin karena pikiran yang lebih rumit, badan juga lebih lelah, dan kini ditambah telat beristirahat.

Benar-benar sempurna.

Apo jadi merutuki diri sendiri, apalagi terbangun lagi saat baru lelap 30 menit.

"HUEEEEEEKKKK!!"

Jam 12 malam lebih 2 menit. Apo berlari ke kamar mandi dan muntah dua kali hingga lemas dan duduk di atas kloset. Di bawah matanya kini ada bayang-bayang, dan dia insomnia hingga pukul dua lebih. Apo tidak ingat lebih berapa, yang pasti dia bangun dengan kelelahan dan mata memerah.

Sang ibu adalah yang pertama kali me-notice kondisinya, tapi Apo buru-buru berangkat kerja sebelum wanita itu sadar lebih jauh.

"Aku berangkat dulu, Ma. Aku akan sarapan di jalan saja."

"Eh? Lho? Sayang?"

Apo pun langsung menyetir mobilnya seperti dikejar anjing. Brrrrrrrrm. Lelaki itu menginjak pedal gas seolah sudah terlambat, padahal jam baru menunjukkan pukul 6 lebih 20 menit.

[Mile: kau tidak menjawab pesanku samasekali. Apo ....]

Shit! Bagaimana bisa Apo membuka ponsel kalau mengurus dirinya sendiri saja kewalahan? Apo pun mengabaikan chat Mile yang sudah berbelas tumpuk. Lalu berbelok ke kantornya untuk bertugas seperti biasa.

"Selamat pagi, Tuan Nattawin ...."

Apo melewati panel itu dengan langkah sangat cepat, lalu menemui kolega kerja dengan senyum formal seolah tak terjadi apapun. Padahal, saat jam istirahat tiba, lelaki itu muntah lagi di toilet kantor. Dan keningnya langsung berkeringat basah.

"Tuan Natta, apa Anda baik-baik saja?" tanya lelaki Omega lain yang baru saja kencing di belakangnya. "Apa baru kena demam? Saya bisa bantu apa?"

Apo pun mengibaskan tangan dengan senyuman ramah. "Tidak apa-apa, tidak ada masalah. Aku hanya kurang istirahat," katanya. "Nanti pasti mendingan kalau sudah tidur siang."

"Ah, begitu," kata si lelaki Omega dengan senyum khawatir. "Tapi, jangan memaksakan diri, ya. Setelah ini Anda kan masih ada rapat bersama Tuan XXX."

Apo hanya mengangguk, lalu mengelap bibirnya sebelum keluar. Pandangannya sempat mengabur saat melangkah ke dalam lift, untungnya sudah terang lagi setelah sampai di tempat duduknya.

Apo juga bersyukur menu sarapan yang dipesannya sudah datang ke meja. Ya, walau tidak bisa dikatakan sarapan kalau sudah jam 11 siang. Meskipun begitu, dia berusaha menyuap sesendok dua sendok.

Ah, pening sekali kepalanya. Kanan atau kiri sama saja, dan Apo ingin berendam dalam air hangat. Namun, nafsu makannya sudah hilang sebelum habis separuh.

"Oke, cukup. Aku bisa muntah lagi kalau ini dipaksakan," kata Apo. Mendadak terlalu risih entah bagaimana. Yang pasti dia refleks membuang kotakan menu itu ke tempat sampah, padahal Apo paling anti sembarangan mencampur barang kotornya. "Hhh ... hhhh ... hhh ...."

Dengan napas yang tidak teratur, Apo pun menekan perutnya hingga tidak sadar sudah mimisan. Tidak parah, memang. Namun, darah itu sempat menetes ke sampul dokumen hingga dia buru-buru menge-print yang baru.

"Bocah ini sudah menyusahkan bahkan sebelum nyawanya ada," pikir Apo jengkel. Sialnya, Wen sudah berdiri di ambang pintu entah sejak kapan, lalu memungutkan selembar kertas yang terjatuh di bawah kaki Apo.

"Permisi, Tuan Natta. Ini sepertinya milik Anda juga," kata Wen.

"Mn, thanks."

"Apa Anda butuh bantuan? Saya bisa gantikan karena Tuan XXX sudah datang di lantai satu."

DEG

"Apa?" kaget Apo, yang segera memperbaiki mimik mukanya. "Oh, iya. Baiklah. Aku akan segera datang. Tolong ya. Nanti disusulkan kepada saya."

"Baik."

Apo pun meninggalkan mesin printing sekaligus alat penjilidnya. Dia memasang senyum lagi untuk bertemu rekan kerjasamanya, meski merosot duduk di kursi setelah rapat selesai.

"Hhhh ... hhh ... hh ...."

Apo tidak kuat berdiri barang untuk membawa dokumen penting dari meja, apalagi pergi dari sana. Dia bertahan di kursi dan berusaha menyegarkan pemandangan yang berputar-putar, lalu ponselnya berdering kencang.

Kali ini benar-benar kencang karena si penelepon teguh memanggilnya lama. Suaranya seperti alarm saat kau masih mengantuk, tapi Apo malah menjatuhkan ponsel saat baru akan membawanya ke sisi telinga.

Prakhh!

"Tuan Natta! Tuan Natta!" panggil Wen yang mengecek masuk dari ambang pintu. Dia refleks langsung meletakkan catatan yang masih dibawa, lalu menyentuh dagu Apo yang sudah lunglai ke sisi kursi. "Tuan, tolong bilang ada apa? Sakit di mana? Saya telepon rumah sakit, ya?"

"Wen ... air ..."

DEG

"Baik! Baik! Tunggu sebentar untuk airnya. Saya ambil dulu, Tuan—ah, ponsel!" kata Wen yang panik langsung memungut benda itu dari lantai. Higheels-nya nyaris saja menginjak bagian layar, untung dia sigap dan malah kepecet tanpa sengaja.

"Halo, Apo. Kau dimana sekarang? Aku sudah di lounge kantormu. Kupikir masih ada rapat yang terakhir, jadi tak apa kutunggu saja. Tapi kenapa lama sekali? Apa masih ada urusan lain? Apo?"

BRUGH!

"EH!! TUAN NATTA!" teriak Wen tidak sempat berpikir ada apa dengan situasi itu. Dia refleks melepaskan ponsel Apo ke meja, lalu memeluk sang CEO yang sudah pingsan di kursi.

Untung, dia adalah wanita Alpha. Untung, dia punya tenaga yang lebih besar. Untung, dia bisa menahan Apo beberapa saat. Sampai ketika Wen menyadari aroma Apo menguar manis dari jarak yang sedekat itu, tapi juga berbaur dengan milik Alpha lain yang entah siapa.

Bukan miliknya! Serius! Dan Wen berdebar kencang karena tanpa sengaja melihat tanda mark resmi yang terbentuk di ceruk leher sang boss.

Itu merupakan kepemilikan yang ditinggalkan pasangan untuk Omega-nya. Itu adalah pertanda feromon Apo sudah diblokade dari siapa pun oleh seseorang. Dan seseorang itu langsung muncul di ambang pintu ruang rapat saat Wen memikirkannya.

BRAKHHHH!

"Apo!" teriak Mile yang masih tersengal-sengal. Mungkin dia berlari kencang setelah keluar dari lift, lalu mendorong Wen karena insting refleks berebut sesama Alpha.

"Ahh! Maaf!" kata Wen yang langsung mundur. Dia menatap Mile tidak berani, apalagi suit yang dikenakan lelaki itu tampak sangat mahal. Belum lagi parfumnya. Wen bersumpah tidak sanggup membeli jenis yang ini, kecuali dia jual diri dulu kepada orang kaya di sekitar.

"Apa yang terjadi padanya? Kenapa?" tanya Mile panik, lalu membelai pipi Apo yang sudah meremang merah. Pasti karena demam lelaki itu naik. Dan Mile pun makin cemas karena melihat wajah Apo tak segar, lengkap bayang-bayang hitam yang kentara di bawah matanya. "Apo ... Apo ...." panggilnya lamat-lamat.

"Beliau baru saja begini, Tuan. Setidaknya setahu saya. Maaf tidak bisa membantu banyak!" kata Wen, yang masih mengira-ngira sebenarnya siapa Mile bagi Apo. Sebab di matanya wajah Mile baru dan asing. Tapi dia tidak mau berpikir yang macam-macam.

Mile pun memaki sebelum menggendong Apo dari kursi, sementara Wen melotot karena tidak pernah sekali pun dalam bayangannya muncul Apo diperlakukan seperti itu.

Brakh!

Mile pun menendang pintu yang menghalangi jalannya, lalu merebahkan Apo di sebuah sofa panjang. Untung ada lounge lain tidak jauh dari ruang rapat Apo. Mile pun bisa menata badan Apo terlentang di sana, lalu membuka jas luarnya agar bisa napas lebih leluasa.

"Kutelponkan dokternya sebentar, oke? Jangan membuatku semakin sinting ...." kata Mile, lalu menghubungi seseorang. Dia berpikir dua kali untuk membawa Apo turun langsung, karena pasti Omega itu murka jika orang-orang tahu soal kehamilannya. "Ayolah, angkat ...." gumamnya tak henti-henti. Mile juga membelai pucuk rambut Apo yang masih rapi, lalu mengesun keningnya tanpa ingat Wen masih di sana. "Kenapa lama sekali, BRENGSEK! KAU MAU KUBUNUH APA BAGAIMANA?!"

Perdebatan singkat pun terjadi diantara Mile dan dokter tersebut. Barulah si dokter berlari dari swalayan yang dia jelajah untuk menyusul.

"Permisi, Tuan. Tapi Tuan Natta tadi sempat minta air ...." kata Wen yang cepat kembali dengan gelas di tangan. Rasa-rasanya dia tahu hubungan Mile dan Apo, apalagi Alpha sang boss langsung mengkonfirmasi sambil menerimanya.

"Oke, terima kasih. Tapi jangan bilang soal ini pada siapa pun dulu," kata Mile. "Dia sebenarnya adalah Omega. Omega-ku. Dia mengandung anakku—mungkin sekarang kesehatannya sedang merosot. Tapi tolong benar-benar rahasiakan hingga dia sendiri yang mengumumkannya."

DEG

"Apa?" kata Wen, yang tetap terkejut karena fakta gila ini. "Oh, maaf. Baiklah. Saya juga mohon maklum karena tidak sengaja. Kupikir Tuan Natta tadi hanya demam biasa."

"Hm, tak masalah—"

"Mile ...." Apo mendadak membuka mata dan refleks memeluk. Dia seperti orang yang menggigil, sampai-sampai agak meringkuk sebelum menenggelamkan wajah di dada Alpha-nya. "Mile ...."

Amarah Mile soal diabaikan seharian langsung surut karena suara Apo benar-benar lirih. Pertanda pasti menjalani hari yang berat entah sejak kapan.

"Hm, aku di sini."

Mile pun membelai pipi lelaki itu untuk menenangkan. Sementara Wen undur diri sebelum wajahnya terbakar semakin tebal.

Shiaa!! Yang barusan sungguh mengacak-acak imajinasinya. Padahal Wen membayangkan Apo akan mengencani Omega cantik dari kalangan artis atau model suatu hari nanti, tapi malah Alpha tampan yang aromanya tajam di hidung sesama Alpha. Pertanda Mile memang dominan diantara yang dominan. Jauh saja mengancam yang lain, apalagi dekat dan di wilayah teritorinya.

Apalagi fakta Apo sudah hamil entah berapa Minggu. Wen pun meminum suppressant-nya sendiri dari laci sebelum kepalang berhasrat karena terlalu semangat. "Arrrgh ... aku lama-lama bisa meledak hanya untuk rahasiakan hal ini. Ya Tuhan ...." katanya sambil meremas rambut.

Bersambung ....