***
HARI H…
Hari ini adalah hari yang mungkin menjadi hari yang paling dinanti. Salah satu hari yang mungkin tidak akan pernah Anin lupakan sepanjang sejarah di hidupnya. Sejarah yang akan membuat surganya berpindah dari Ibunya ke calon Imamnya yang tinggal menunggu beberapa jam lagi. Status yang membuat dirinya tidak akan berjalan sendiri dalam menjalani hidupnya, dia akan menjalankannya bersama surganya, yaitu suaminya. Suatu hal yang dapat menyempurnakan agamanya dalam nikmat. Bukankah menikah adalah suatu ibadah yang memiliki sejuta nikmat didalamnya??
Anin terlihat gugup, berulang kali perias wajahnya harus bersusah payah menghapus riasan yang sudah menebalkan kulitnya menjadi beberapa senti. Itu pun untung saja, Anin berpesan agar riasannya di buat senatural mungkin. Dia tidak ingin jika Yusuf malah tidak mengenalinya disaat bahagianya mereka. Tidak lucu kan jika istri yang sudah ditunggu sahnya malah tidak bisa di kenali oleh suaminya sendiri.
Anin terlihat cantik dengan kebaya warna putih dengan dandanan hijab dengan warna senada yang sederhana pula. Yang pasti menambah kesan anggun di dalam dirinya. Rasanya tidak sia-sia jika 2 hari sebelum dirinya menikah, dia memutuskan untuk puasa setelah dirinya bersih dari masa tamu bulanannya menambah aura yang berbeda dari dalam diri Anin.
"Wah, siapa nih?? Mbak Anin kemana ya??"
Goda Arwi dengan sedikit terkekeh. Dia sebenarnya benar-benar pangling dengan tampilan Anin yang sekarang. Padahal make-up nya biasa saja, tapi tetap saja ada aura yang berbeda dari Anin.
Apa gini ya efek pengantin baru??
Batin Arwi dengan senyum di wajahnya.
"Apaan sih Lo?? Gue emang udah cantik dari lahir kali".
Jawab Anin dengan nada sok jutek.
"Eitsss, calon pengantin kog jutek banget sih. Kalau calon suami tau bisa-bisa kalian ngga jadi ijab sah, karena takut sama Lo…"
Kata Arwi menakut-nakuti Anin. Dia hanya mencoba merileks-kan kakaknya yang dia perhatikan sedari tadi terlihat tegang. Dia pun akhirnya memeluk Anin, mungkin ini terakhir kalinya sebelum calon kakak iparnya itu melarang dirinya memeluk kakaknya sendiri. Tapi untuk kali ini, Arwi memeluknya dengan senyum lebar khas dari Arwi. Sudah cukup acara nangisnya dihadapan kakaknya beberapa hari yang lalu yang setelah dia pikirkan lagi, dia begitu memalukan saat itu. Anin pun membalas pelukan adiknya dengan erat sambil menepuk-nepukkan tangannya ke punggung milik Arwi, karena Arwi memang menyukai hal itu.
"Yang baik-baik Lo mbak jadi istri. Jangan galak-galak. Cukup gue atau cowok diluar sana yang Lo kasih sambel, tapi buat mas ipar jangan sampe ya…"
Pesan Arwi sekalipun diucapkan dengan cengengesan namun terselip keseriusan di dalamnya. Anin pun sebisa mungkin menahan airmatanya. Entah mengapa, kecengengan Arwi malah menular pada dirinya saat ini.
"Mbak, gue disini bukan mau buat Lo nangis keles. Gue cuma pengen Lo kaya yang gue kenal. Cewek kuat yang selalu berdiri apapun yang terjadi. Setelah ini, Lo kudu-musthi-wajib tambah kuat. 200kali tambah kuat. Nikah hanya salah satu pembuka dalam episode kehidupan Lo mbak. Gue cuma bisa doain yang terbaik buat Lo mbak. Gue yakin, Lo udah siapin semua hal yang terbaik buat kehidupan Lo mbak. Tinggal Lo mencari ridlo dari Allah dan sekarang ridlo-Nya Allah itu ada pada ridlo-Nya suaminya mbak Anin, Mas Yusuf. Makasih juga karena Lo udah jadi kakak gue. Kakak yang selalu bikin gue ngga bosen sama hidup gue, kakak yang selalu membuat gue tertarik untuk menjalani kehidupan gue sebaik mungkin".
Arwi merenggangkan pelukannya untuk Anin. Dia merasa batik yang dia kenakan sudah basah karena tetesan airmata yang lolos dari sumbernya.
"Udah dong… Lo jelek banget tau ngga kalau nangis. Bisa-bisa gue kena tabok lagi sama Bunda kalau Bunda tau siapa yang bikin luntur dandanan Lo…"
Anin akhirnya tersenyum kembali mendengar candaan dari Arwi.
"Gue keluar dulu ya mbak, bentar lagi ijabnya mau mulai".
Arwi pun masih sempat mencium pipi Anin yang masih basah karena airmata dan keluar dari ruangan Anin.
Hanya itu mbak yang bisa gue lakuin…
Gue selalu berharap yang terbaik buat Lo…
Batin Arwi sebelum akhirnya dia keluar meninggalkan Anin.
Bunda yang melihat hal itu, langsung masuk menghampiri Anin. Dan benar saja seperti dugaannya, Arwi membuat Anin menangis.
"Bunda…"
Anin tambah sesenggukan ketika melihat Bundanya menghampirinya. Dia benar-benar merasa cengeng untuk hari ini. Rasanya, airmatanya tidak ingin berhenti meluncur bebas melewati pipinya.
"Yusuf sebentar lagi akan melakukan ijab qobul-nya, mbak…"
Bundanya mencoba untuk mengelus kepala Anin yang tertutupi hijab.
"Jadilah istri tangguh mbak. Istri yang tidak hanya memberikan kehangatan dalam rumahnya, tapi bisa menjadi sumber kekuatannya saat lemah, bisa melembutkannya kala suami bisa menjadi sekeras batu yang pastinya melengkapi apapun yang ada di dalamnya. Karena kita memang di ciptakan dari sesuatu yang hilang dalam dirinya, Mbak. Bunda yakin kalau kamu udah tau tentang hal ini. Bunda yakin kalau anak perempuannya Bunda ini bakal menjadi rumah yang nyaman untuk suaminya".
Jelas Bunda yang membuat Anin semakin terisak. Ditengah isakkannya terdengar kalimat ijab qobul dan terdengar kata 'sah' dan 'Alhamdulillah' setelahnya, yang bertanda bahwa Anin dan Yusuf telah sah menjadi sepasang suami-istri.
"Alhamdulillah… sekarang kamu sudah menjadi milik suamimu Mbak. Seluruh hakmu sudah di milikinya".
Bunda tampak menitikkan airmata ketika mencoba mengusap airmata dari anak perempuannya yang telah menjadi milik orang lain beberapa detik yang lalu.
"Makasih Bunda karena selama ini Bunda udah sabar mendidik dan merawat Anin sampai bisa seperti sekarang. Mungkin, Anin tidak akan pernah bisa menjadi anak yang dapat membalas apa yang udah Bunda lakuin untuk Anin. Terimakasih dan maafkan Anin, Bunda…"
Kata Anin sambil menyalim dan mencium punggung tangan Bundanya.
"Udah yuk mbak, kita langsung aja ke tempatnya…"
***
Sejak dari malam sebelum hari H dari acara yang membuat Yusuf tidak berhenti resah sekaligus bersyukur, karena tinggal hitungan menit dirinya akan menjadi Imam dalam sebuah ikatan yang di halalkan oleh Sang Pencipta di penuhi ridlo dari-Nya. Ikatan yang InshaAllah akan mendatangkan berlimpah-limpah rizki dari-Nya. Ikatan yang menyempurnakan imannya. Dan berbagai ungkapan rasa syukur yang tidak dapat Yusuf katakan lagi. Ya, dia memang bahagia sekarang. Karena dirinya memang yakin bahwa dia akan memilih jalan yang benar untuknya. Jalan yang akan membuat kehidupannya jauh bermakna. Kehidupan yang sebenarnya dia sendiri juga tidak tau bagaimana nantinya, namun dia yakin bahwa dia akan melaluinya dengan mudah bila dia bersama seseorang yang sebentar lagi akan menjadi halal untuknya. ANINDIYA.
"Ya Allah, belum juga malem pertama, tapi ini udah gugup kaya gini…"
Canda Luqman pada kakak iparnya yang terlihat gugup. Yusuf sudah berulang kali beristigfar memohon ketenangan dari-Nya, namun dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa yang membuat jantungnya seakan habis lari marathon.
"Tenang aja kali, Mas. Kalau emang beneran jodoh, gue jamin deh, pas Lo ngucapin kata ijabnya nanti Lo bakal lancar selancar-lancarnya mobil baru.".
"Ngga lucu tau…"
Jawab Yusuf masih tetap berusaha untuk tenang.
"Allah akan memberikan ridlo-Nya untuk hal yang Dia halalkan. Mas ngga percaya sama yang udah punya pengalaman??"
Dan kali ini, Yusuf hanya bisa menatap Luqman mencari kebenaran dari apa yang di ucapkan oleh Luqman kepadanya. Dan apa yang di ucapkan Luqman memang mungkin harus Yusuf benarkan, karena pada dasarnya Luqman telah melewati masa ini medahului dirinya yang saat ini baru akan dia lewati.
"Mas, yakin aja… OK??"
Yusuf pun hanya mengangguk dan memberikan senyum terbaiknya, sekalipun rada terpaksa gitu kelihatannya. Dia sedikit membenahi Baju Kurung warna putihnya dan peci yang senada dengan bajunya. Dan sekarang dia memang terlihat gagah dan siap untuk mempersiapkan diri untuk melaksanakan ijab qobul.
"Nah gitu dong, mas ipar yang gantengnya Subhanallah ini bisa jadi jelek kalau lagi ngga mood kaya tadi".
Kata Luqman sembari menepuk pundak kakak iparnya memberi semangat.
Kini Yusuf sudah bersiap duduk di tempat melaksanakan ijab qobulnya. Di hadapannya sudah ada calon mertuanya yang siap untuk menikahkannya. Di damping dengan dua orang saksi dan seorang penghulu.
"Bagaimana nak?? Sudah siap??"
Tanya Pak Penghulu yang di jawab dengan anggukan mantap dari Yusuf.
Pak Suryanda segera menjabat calon menantunya yang sebentar lagi sah menjadi Imam dari putri sulungnya. Dengan senyum terukir, beliau segera memulainya.
"Bismillahirrahmanirrahim…
"Astagfirullah aladzim… Astagfirullah aladzim… Astagfirullah aladzim…"
"Asyhadu ala ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah…"
"Ananda Yusuf Airlangga Putra Dhyaksa bin Anata Dhyaksa, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama Anindiya Anastasya Kamil binti Suryanda Kamil dengan maskawin berupa seperangkat alat sholat dan uang sebesar satu juta rupiah, tunai".
Suara dari Ayahnya Anin terdengar tegas dan menggema seluruh ruangan gedung yang ada.
Yusuf pun segera menghirup oksigen masuk ke dalam paru-parunya sebanyak mungkin dan meluruskan pandangannya, menyegerakan ucapan qobul dari mulutnya.
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Anindiya Anastasya Kamil binti Suryanda Kamil dengan maskawin yang tersebut, tunai".
Ucap Yusuf dengan sekali tarikan nafas. Terdengar tegas namun mengalun dengan indah.
"Bagaimana, saksi, sah??"
"Sah, sah…"
"Alhamdulillah…"
Akhirnya kata 'sah' dan 'Alhamdulillah' terdengar memenuhi gedung pernikahan Anin dan Yusuf.
Semua orang, termasuk Yusuf segera mengangkat kedua tangannya mengikuti dan mengamini doa setelah ijab qobul yang terdengar khitmad.
Yusuf sesegera mungkin menghirup udara yang ada di sekitar memenuhi paru-parunya sembari mengucapkan kata 'Alhamdulillah' dalam hatinya tak terhitung berapa banyak itu. Nafas dan senyum kelegaan menghiasi wajah dari Yusuf. Di lain pihak, semua juga ikut tersenyum lebar. Semua yang Yusuf lihat sekarang sedang menatapnya penuh kehangatan dan rasa syukur. Dan rasa gugup yang menjalar sebelum ijab qabul sudah berubah menjadi kelegaan yang tidak dapat dia ungkapkan lagi. Benar apa yang dikatakan Luqman, bahwa sesuatunya akan mudah jika semuanya di kehendaki oleh Allah dan pastinya di ridloi-Nya.
Rasa bahagia yang benar-benar sulit untuk dia ungkapkan, karena rasa ini memang benar-benar berbeda dari rasa bahagia yang sebelumnya pernah dia rasakan.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya mempelai perempuan dating di temani dengan Bundanya. Terlihat senyum lembut yang membuat Yusuf tidak pernah mengalihkan pandangannya yang sekarang sudah menjadi halal untuknya. Jika kemarin, dia mendapatkan dosa karena beraninya dia memandangi Anin, tapi sekarang pandangan tersebut mungkin akan menjadi salah satu nikmat yang akan dia dapatkan setelah menikah.
Anin pun segera duduk sejajar dengan surga-Nya yang sekarang telah berpindah ke orang yang telah sah meminangnya. Mengambil setiap hak orangtuanya akan dirinya. Baktinya sekarang bukan lagi pada Bunda atau Ayahnya, namun baktinya sekarang adalah untuk Imamnya yang ada di hadapannya. Seseorang yang akan berjalan bersamanya menuju jalan yang penuh dengan ridlo Allah.
Anin pun segera mencium punggung tangan dari Yusuf dengan lembut. Sedangkan Yusuf memegang puncak kepala dari Anin, merapalkan sebuah doanya untuknya dengan khitmad. Semuanya terlihat hening memandangi suatu hal yang semestinya sudah biasa untuk mereka yang sudah menikah. Namun tetap saja, hal itu benar-benar serasa seperti magic yang membuat mereka yang melihatnya enggan untuk mengalihkan moment tersebut.
Setelah kejadian tersebut, mereka saling bertukar pandang seperti tidak pernah melihat orang yang ada di hadapan masing-masing dari mereka sebelumnya. Yusuf yang memandangi Anin dengan bahagia, karena dia tidak menyangka bahwa Anin sudah menjadi istrinya sekarang. Menjadi tempatnya untuk pulang. Menjadi ibu dari anak-anaknya. Menjadi satu-satunya wanita yang ada di hatinya setelah ibunya. Dan pastinya dia pangling dengan cantiknya Anin hari ini. Dia memang sudah terbiasa Anin memakai make-up, namun beda dengan hari ini. Dia merasa bahwa Anin bertambah cantik berkali-kali lipat dari sebelumnya. Apakah ini salah satu nikmat dari sebuah ikatan yang halal??
Dan Anin pun memandangi Yusuf dengan wajah yang bersemu. Dia masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi dalam hidupnya akhir-akhir ini. Dipertemukan dengan cinta yang begitu lama dia diamkan begitu saja dalam hatinya, hingga orang di hadapannya saja tidak tahu akan perasaannya sampai sekarang. Kemudian takdir malah menyatukan mereka dalam hubungan yang sah. Membuat dirinya menjadi makmun dari Imam yang begitu lama dia tunggu kehadirannya yang pasti akan menuntun dirinya lebih dekat dengan Maha Segala-Nya.
Mereka berdua tidak sabar, kejutan apalagi yang akan terjadi dalam kehidupan pernikahannya kelak. Tapi yang pasti, mereka hanya ingin melewatinya bersama dengan saling melengkapi satu sama lain hingga hanya maut yang memisahkan mereka berdua. Semoga.
Setelah menandatangani buku nikah mereka dan memasangkan cincin pada jari manis secara bergantian, Anin dan Yusuf langsung sungkem dengan kedua orangtua mereka, mengucapkan kata maaf dan terimakasih yang mungkin tidak akan selesai dalam satu hari jika harus di katakan satu persatu.
Tanpa di duga, airmata meluncur begitu saja dari Bundanya Anin ketika menantunya tersebut sungkem kepadanya. Menantu yang dulu pernah dia tolak karena hal aneh dan sekarang sudah menjadi penanggungjawab anak perempuannya satu-satunya. Hanya Yusuf dan Bundanya yang tau apa yang mereka katakan satu sama lain. Sedangkan Anin, berusaha lebih tegar. Dia tidak ingin menangis lagi meskipun pada akhirnya dia menangis juga saat menghadapi ayahnya. Ayah yang selalu memberikannya banyak petuah dalam hidupnya.
"Titip Yusuf ya, Nak??"
Ucap Umi kepada Anin saat Anin sungkem kepadanya. Anin hanya bisa mengangguk dan membalas pelukan hangat dari Umi.
"Ingatkan Yusuf. Jangan sungkan, engkau memang seorang makmum, tapi bukankah seorang Imam juga bisa salah jika dia berbuat salah dan makmumnya membiarkannya saja??"
Pesan Abi kepada Anin dengan senyum kebapakaannya dan di balas senyum tipis dari Anin.
Rasanya mereka tidak akan selesai dengan acara sungkem jika begini caranya…
HAHAHAHA…
***
Setelah seharian berdiri menyalami tamu undangan yang ternyata membludak di luar perkiraan Anin. Ternyata, mertuanya mengundang seluruh rekan bisnisnya di tambah dengan sanak saudara yang pasti Anin pun juga belum mengetahuinya secara pasti. Dia hanya tau saat Yusuf membisikkan bahwa seseorang yang akan di salaminya adalah keluarganya.
"Mas Doni??"
Pekik Anin saat melihat seseorang yang ada di hadapannya sekarang dan langsung memeluknya. Yusuf yang melihat hal tersebut merasakan getaran aneh dalam hatinya. Rasa cemburu pertamnya untuk Anin. Tapi mengapa Yusuf juga melihat pria tersebut juga memiliki garis wajah yang mirip dengan istrinya.
"Kenapa Mas Doni baru dateng sekarang??"
"Penerbangan lagi rame-ramenya. Ini aja Mas cuma bisa sehari ini aja…"
"Berarti nanti langsung pulang??"
Anin hanya mendapat anggukan yang membuatnya langsung tersenyum kecut.
"Pengantin ngga boleh gitu ah…"
Goda Doni sambil menjawil hidung Anin.
"Eh, keliatannya ada yang cemburu nih??"
Doni melihat tatapan elang dari Yusuf hanya bisa tersenyum maklum. Anin yang menyadari hal itu langsung menggenggam tangan Yusuf untuk menenangkannya. Sekarang dia bisa menyentuh Yusuf tanpa sungkan ataupun takut dosa, karena Yusuf sudah halal untuknya.
"Mas, kenalin. Mas Doni… kakak ku, Mas…"
Jelas Anin yang seketika itu juga hanya membuat Yusuf tersenyum sungkan karena rasa cemburunya salah sasaran. Seharusnya dia tidak mudah menyimpulkan sesuatu terlebih dahulu.
"Yusuf…"
"Doni…"
Mereka pun akhirnya saling melempar senyum satu sama lain diiringi dengan pembicaraan ringan yang membuat antrian untuk bersalaman dengan sang mempelai sedikit mengular.
"Eh… udah duluan ya.. Nanti mas kena omelan lagi sama ibu-ibu di belakang…"
Doni mengakhiri pembicaraan mereka dan di balas anggukan oleh Yusuf.
"Mas janji ya bakal ikut acaranya sampe selesai??"
Rengek Anin yang membuat Yusuf sedikit kaget karena menemukan satu sifat yang belum pernah dia lihat sebelumnya dari diri Anin. Bahwa ternyata Anin juga bisa bersikap manja seperti sekarang yang dia lakukan kepada Doni.
"InshaAllah… Mas ngga janji…"
"InshaAllah tu sama dengan 99% harus di tepati mas apa yang baru aja terucap…"
Akhirnya, Doni hanya bisa memberikan senyum yang mungkin semua orang juga tau bahwa dirinya memang tidak bisa menjanjikan apa yang Anin inginkan darinya. Anin pun juga hanya bisa menghela nafas dan kembali memasang senyumnya sekalipun tidak selebar tadi. Mungkin karena seharian penuh mereka harus berdiri.
"Kamu laper, dek??"
Ucap Yusuf setelah mereka berhasil duduk sejenak. Anin hanya mengangguk saja. Dilihatnya Anin sedang memijat bagian kakinya yang mungkin terasa pegal karena dia harus berdiri memakai heels yang jarang dia lakukan. Alasanya hari ini dia nekat mengenakan sepatu heels, agar dirinya terlihat semampai saat berdiri bersama Yusuf yang pada kondisi normalnya tingginya hanya sebatas lekuk leher milik Yusuf. Untung saja ada Arwi yang menghampiri mereka.
"Ishh, penganten barunya…"
Arwi tersenyum miring melihat kakak perempuannya dan kakak iparnya sedang mengistirahatkan kaki yang mungkin serasa pengen copot dari posisinya, karena seharian berhasil di tahan dengan jumlah tamu yang membludak.
"Arwi, bisa minta tolong ngga??"
Arwi hanya menautkan alisnya, permintaan tolong apa yang akan di utarakan kakak iparnya itu.
"Bisa minta tolong ambilin makanan?? Kue gitu misalnya…"
Arwi yang mendengar perintah pertama dari kakak iparnya hanya membentuk huruf O dengan bibirnya sembari pergi mencari barang yang di cari. Tidak lama Arwi sudah menenteng piring yang tersisi penuh kue dan 2 gelas air di satu tangan lainnya. Tidak tau caranya bagaimana, Arwi bisa membawanya, tapi yang pasti Yusuf dan Anin tersenyum melihat hal itu.
"Thanks ya…"
Kata Yusuf yang mendapat anggukan dari Arwi.
Setelah acara yang di mulai dari pagi hingga menjelang ashar ini berakhir. Siap-siap mereka ke acara pernikahan selanjutnya pada malam harinya. Mungkin Anin dan Yusuf harus sedikit lega, setidaknya ada jeda untuk melemaskan otot tubuh mereka. Lagipula acara hanya di hadiri oleh sanak-keluarga terdekat. So, sedikit santai ngga papa-lah.
***
"OK lah permirsa, kita sambut pengantin baru kita. Mbak Anin dan Mas Yusuf…"
Terdengar tepuk tangan meriah serta suara riuh saat orang yang baru menyandang sebagai pasangan suami-istri ini memasuki gedung tempat acaranya dimulai. Nuansa rustic yang di pilih oleh Anin-Yusuf, menambah rasa khitmad sendiri bagi para tamu yang hadir silih berganti sejak acara dimulai sejak pagi. Dan untuk malamnya, hanya seperti acara makan malam biasa bersama keluarga yang pastinya lebih bernuansa kekeluargaan. Mereka memang sepakat untuk tidak menggunakan adat Jawa dalam acara pernikahan mereka, karena mereka tidak ingin di ributkan dengan berbagai macam acara yang jujur penulis sendiri juga bingung sama acaranya jika pas lagi ngikutin.
Jika tadi pagi, pakaian yang di kenakan Yusuf senada dengan warna kebaya yang di kenakan oleh Anin. Maka untuk acara malamnya, dia memakai tuxedo warna abu-abu yang menambah kadar ketampanannya menjadi berkalli-kali lipat. Sedangkan Anin mengenakan gaun berwarna pink pastel yang menambah keanggunannya.
"Ishhh, ini beneran Lo kan mbak??"
Arwi mengerjabkan matanya sekali lagi. Sangat jarang dia melihat kakaknya memakai gaun hingga terkesan anggun seperti sekarang yang di lihatnya.
"Apaan sih, Lo dek…"
Tampak semburat merah menghiasi rona wajah Anin yang sebenarnya sudah berwarna merah muda karena efek blush-on. Dan sekarang tambah blushing karena perbuatan Arwi.
"Dan Mas Ipar… Kenapa sih Lo itu bisa sekece ini pake baju apapun. Tadi pake baju kaya tadi pagi, gagah banget. Sekarang malah kelihatan ganteng…"
"Arwi, Lo masih normal kan??"
Arwi seketika itu juga langsung menekuk bibirnya dalam-dalam. Apa maksud dari Yusuf menyindirnya masih normal atau tidak. Semua yang mendengar pun tertawa tidak terkecuali dengan Anin. Sudah lama dirinya ingin mengerjai adiknya, namun tidak pernah bisa. Dan kini, suaminya mampu melakukan hal itu dengan sekali tembakan. Hahaha.
Seperti yang terkonsep sebelumnya, acara memang hanya diisi dengan makan malam biasa sambil di iringi musik sebagai penghiburnya. Namun silih berganti, sanak-keluarga mereka juga turut menyumbangkan sebuah lagu. Ya, kini giliran Arwi di temani dengan vokalis perempuan yang penampilannya masih terlihat anggun dengan dress panjangnya.
"Tes… tes…"
Arwi mencheck sound yang terlihat ingin membawakan suatu lagu.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh… disini, Saya ingin memberikan satu buah kado special untuk pasangan yang baru di halalkan oleh Allah tadi pagi. Saya sebagai pembawa acara yang pengertian, jelas tidak akan meminta untuk si pengantin bernyanyi, karena ya ngga perlu saya ungkapkan apa alasannya…"
Tampak Arwi menyindir Anin yang memang pada kenyataannya tidak dapat bernyanyi membuat Anin memberikan tatapan tajam ke Arwi. Sedangkan Arwi dan Yusuf yang ada di sampingnya hanya bisa terkekeh.
"OK langsung aja.. PLAY…"
Terdengar alunan nada dari petikan gitar pada awalnya yang membuat semua yang mendengar menajdi terbawa syahdunya nada yang ada.
Tuhan… memberikanku cinta..
Untuk ku persembahkan, hanyalah padamu…
Dia anugrahkan ku kasih…
Hanya untuk berkasih, berbagi denganmu..
Atas restu Allah..
Ku ingin milikimu..
Ku berharap kau menjadi yang terakhir untukku
Restu Allah, ku mencintai dirimu…
Ku pinang kau dengan Bismillah…
Hampa terasa, bila ku tanpamu
Hidupku terasa mati, jika ku tak bersamamu..
Hanya dirimu, satu yang aku inginkan
Ku bersumpah sampai mati, hanyalah dirimu…
Hanyalah dirimu…
Atas restu Allah, ku ingin milikimu
Ku berharap kau menjadi yang terakhir untukku
Atas restu Allah, ku mencintai dirimu…
Ku Pinang kau dengan Bismillah..
Atas restu Allah, ku ingin milikimu
Ku berharap kau menjadi yang terakhir untukku…
Restu Allah, ku mencintai dirimu..
Ku pinang kau dengan Bismillah…
(Ungu feat Rossa – Ku Pinang Kau dengan Bismillah)
Atas restu Allah, seperti yang ada di lagu tersebut, antara Anin dan Yusuf telah berjanji satu sama lain. Bahwa mereka akan saling menjaga, membangun hubungan yang di penuhi dengan ridlo Allah membuat mereka tetap tegar, sabar dan berjuang bersama untuk melalui semua yang akan datang di kehidupan rumah tangga mereka. Memang cinta yang mereka milliki bukanlah sesuatu yang mendekati kata 'Kesempurnaan Cinta', bahkan masih jauh dari itu. Tapi dari rasa itulah, mereka ingin menciptakan suatu rasa sebaik-baiknya rasa yang pernah mereka rasakan. Mungkin cinta rasa nano-nano. Ada rasa manis, asin, asam yang harus mereka rasakan dan rasa pahit sebagai penyeimbangnya agar semua tetap sejalan dengan yang seharusnya.
Bismillahirrahmanirrahim…
***