"Aku menemukan ini di saku bajunya."
Hari itu sekitar bulan Mei, Andra mengalami kecelakaan karena berkendara dalam keadaan mabuk. Ketika Anggun bertemu dengan Lando yang merupakan teman baiknya, lelaki itu memberikan sebuah lipstik. Lipstik itu adalah benda yang Lando temukan ketika pertama kali menerima Andra sebagai pasien disaat kedatangannya.
Tangan Anggun gemetaran, kedua matanya pun berkaca-kaca. Pasalnya ini kali kedua ia mendapati suaminya memiliki benda wanita setelah sebelumnya ia juga menemukan sebuah bros dari tas kerja Andra.
"Te-terimakasih, Lando. I-ini milikku." karang Anggun. Wanita itu berniat merahasiakan kecurigaannya sebelum benar-benar bisa memastikan keanehan suaminya.
"Ah, jadi seperti itu. Baiklah, kalau begitu aku pamit pergi ke ruang observasi karena masih ada pasien yang harus aku tangani."
Dengan tatapan bingung dan rasa kejut yang bergejolak di dalam dadanya, Anggun melangkah masuk ke ruang perawatan tempat Andra di rawat. Ia memandangi lipstick di tangannya lalu perlahan duduk di samping Andra yang sedang membaca sebuah artikel lewat ponselnya.
Sekitar dua jam yang lalu Ia sadarkan diri setelah sebelumnya pingsan. Lalu bersikap dingin seperti biasa yang ia lalukan di depan Anggun-istrinya.
"M-Mas!" panggil Anggun yang masih ragu untuk menanyakan satu kecurigaannya.
"Apa?" respon Andra tanpa memandang Anggun.
"I-ini ditemukan di pakaianmu saat observasi."
Andra menoleh, lalu menatap benda mungil itu dengan tatapan datar. Setelah puas melihat, ia kembali fokus pada artikel yang dibacanya.
"Bukan milikku!" jawabnya singkat.
Anggun setengah kesal karena Andra nampak sangat acuh. Lelaki itu bahkan tidak peduli pada Anggun yang sudah berkaca-kaca di hadapannya.
"Aku tahu ini bukan milik Mas Andra." Anggun mencoba memberanikan diri menyampaikan kerisauannya. "Tapi bagaimana bisa benda seperti ini ada di saku Mas Andra?"
PRANG!
Merasa terganggu dengan Anggun, Andra melempar ponselnya hingga membentur cermin kecil di sudut ruang itu. Sontak Anggun langsung menundukkan kepalanya karena terkejut. Anggun terlalu pengecut untuk menghadapi Andra yang beberapa tahun terakhir sudah mulai memperlakukannya dengan kasar.
Ditariknya dengan kasar tangan Anggun, lalu memaksa wanita itu menatap matanya. Anggun pun hanya bisa menangis ketika menerima sikap kasar Andra. Tapi semakin deras air mata yang Anggun tunjukkan kepada Andra, semakin puas pula hati Andra menghadapinya. Ada rasa bahagia tatkala ia melihat sangat istri menangis di hadapannya.
"Apa kau mau bilang kalo aku selingkuh?" teriak Andra kesal. "Apa kau mulai menuduhku agar aku bisa menceraikanmu dan kau bisa mendapatkan harta yang sudah diwasiatkan oleh orang tua bodoh itu padamu? Iya?!"
Setelah kedua orang tua Anggun meninggal dalam kecelakaan, semua harta diwasiatkan atas namanya. Namun, ketika Andra menikahinya harta itu dikelolanya. Semua Anggun berikan atas dasar cinta dan kepercayaannya pada Andra.
Namun siapa sangka jika rumah tangga yang awalnya bahagia, kini terasa seperti neraka. Andra kerap mencaci ketika dinasehati. Ia juga kerap memukul Anggun ketika satu perkataan menyinggung batinnya.
"Mas, aku..."
Anggun berlinang air mata. Ia tak tahu lagi kalimat apa yang akan Ia keluarkan ketika hatinya terasa sangat sakit.
Hingga tak lama kemudian Andra menarik ujung rambut Anggun. Menjambak rambut panjang sang istri dan menatap kedua matanya dengan tatapan dingin. Anggun hanya bisa terdiam sambil memegangi tangan Andra yang dengan sangat kuat menarik rambutnya.
"Sampai kau mati pun aku tak akan pernah menceraikanmu!" tekan Andra lalu melepaskan Anggun tanpa peduli dengan derai air mata di wajahnya.
Anggun masih gemetaran setiap tangan itu dengan sangat kasar menyakitinya. Ia menatap Andra yang bersikap acuh padanya. Lelaki itu meraih sebuah majalah dan membacanya.
Anggun mengamati batang lipstik yang terjatuh di depan mata kakinya. Wajahnya nampak sendu dan hatinya di penuhi rasa penasaran.
"Buang lipstik itu! Aku tak mau hanya karena benda bodoh seperti itu aku harus memukul wanita lemah sepertimu!"
Anggun meremas ujung baju yang dikenakannya. Ia sungguh kesal mendengar perkataan Andra. Lalu dipandangnya wajah Andra yang masih nampak acuh padanya.
Anggun masih terdiam memandang batang lipstik yang sejak tadi membuatnya penasaran. Ia menggigit ujung bibirnya seraya berpikir tentang siapa pemilik benda bercorak merah merekah itu sebenarnya. Hingga kemudian terlintas dalam benaknya akan sesuatu yang harus Ia pertanyakan kepada Andra.
"Mas, sebenarnya kenapa kau menikahiku? Bukankah kau berkata bahwa kau tak akan pernah lagi datang di kehidupanku?"
Entah angin apa yang merasuki Anggun hingga seberani itu mengajukan pertanyaan yang selama ini selalu ada di benaknya. Ia bertanya-tanya tentang perasaan Andra yang sebenarnya! Karena jika mengingat kemarahan Andra beberapa tahun silam, membuatnya berpikir bahwa lelaki yang pernah ditinggalnya menikah dengan orang lain akibat sebuah perjodohan itu tidak akan mungkin dengan mudahnya menginginkannya kembali. Karena terlalu banyak luka yang Ia beri kepada Andra di masa lalu.
Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Anggun, seketika membuat Andra tersenyum smirk. Dipandangnya Anggun dengan wajah meremehkan, lalu menutup kembali majalah yang sejak tadi mengalihkan pandangannya.
"Kau mau jawaban seperti apa? Apa kau siap mendengarnya?" tanggap Andra sengit.
"Kenapa Mas Andra melamar di hari mendiang suami pertamaku meninggal? Jika selama ini dengan mudahnya kau berkata bahwa tidak ada cinta lagi untukku, mengapa kau..."
"Karena aku membencimu maka aku harus menikahimu!" sela Andra kemudian.
DEG!
Memang nyata kalimat itu melukai hati Anggun. Luka-luka yang kian membesar itu seakan bisa membunuhnya di tempat seketika!
"Aku membencimu karena kau meninggalkan aku hanya untuk lelaki penyakitan yang diagung-agungkan oleh ayahmu! Perjodohan yang memuakkan itu membuatku berpikir bahwa menikahimu setelah kepergiannya adalah satu-satunya cara membuatku kembali bahagia! Yah, aku sangat bahagia ketika melihatmu menangis seperti ini, Anggun!"
Anggun merasa semakin merana mendengar perkataan Andra. Lelaki yang nyata masih ada di hatinya itu dalam tanda kutip menerangkan bagaimana perasaannya selama ini.
Anggun perlahan meraih batang lipstik yang sejak tadi mengganggu pandangannya. Di pungutnya lipstik itu dan membuangnya di tempat sampah seperti apa yang diperintahkan oleh Andra.
"Andraku sayang!!!"
Tak lama seorang wanita berusia sekitar 60 tahunan masuk ke dalam ruang perawatan. Tanpa menghiraukan Anggun yang hendak menyalaminya, wanita yang ternyata ibu kandung Andra itu pun melewatkannya begitu saja. Ia langsung menghampiri Andra dan memeluk putra kesayangannya itu dengan raut wajah sendu.
"Sayang, bagaimana bisa kau mengalaminya?" tanyanya seraya memeluk sang putra dan melirik Anggun dengan tatapan sinis.
"Aku tidak apa-apa, Ma! Mama jangan khawatir! Ini hanya luka gores dan beberapa luka lebam karena terbentur saja! Sore nanti aku akan pulang!" jawab Andra dengan wajah sumringah pada sang ibu.
"Syukurlah!"
Wanita itu melepas genggaman tangannya pada Andra, lalu menatap Anggun yang sejak tadi tertunduk patuh di hadapannya. Ia menyodorkan sebuah sapu tangan pada Anggun, lalu...
"Lap sepatuku yang kotor!" perintahnya seraya memamerkan ujung sepatunya yang terkena noda lumpur.
Anggun terdiam sejenak memandangi sepatu mewah yang bernoda itu dengan tatapan bingung. Karena gemas melihat Anggun yang tak langsung melakukan perintahnya, dengan sangat kasar wanita tua itu menekan kepala Anggun yang tertunduk hingga wanita itu jatuh mencium ujung sepatunya.
"Dasar lelet!" umpatnya gemas. "Jilat sepatuku dengan mulutmu yang sama kotornya dengan kotoran anjing!"
Bersambung...