Andrew mengamuk setelah Shafira dan Harlan tenggalam di Sungai. Dia pun melepas Six Sensenya, menghabisi tanpa ampun Pasukan Kerajaan Demon & Devil, sehingga menjadi Abu yang berterbangan di Udara. Imam Bentley segera menarik semua Debu itu ke dalam Kendi Kayu Khusus menyimpan Debu Bangsa Black, atau mengurung Bangsa Black.
Andrew lalu mau melepas Six Sense ke Sungai, untuk membuka Sungai agar bisa menemukan Shafira dan Harlan.
"Jangan Yang Mulia!" Imam Bentley segera Sling ke hadapan Andrew, "Jangan lakukan itu. Akan terjadi musibah banjir yang menyengsarakan manusia bumi di wilayah ini."
"Anakku dan Harlan tenggalam di sungai apa Aku bisa tenang?" Andrew mendamprat Imam Bentley.
"Yang Mulia," Vikael sudah disisi Imam Bentley, "Biar Hamba mencari dan menemukan Mereka. Fira calon menantu Saya, harus Saya temukan."
"Lekas temukan Mereka. Minta juga Bentley membekali semua obat-obatan Racikan Saya untuk anak Saya itu."
+++
"Shafira!" Harlan berseru panik memanggil Shafira. Harlan saat ini berada di luar Sungai, dan kehilangan Shafira yang tadi dalam pelukannya saat mereka terjatuh dan tenggelam di Sungai. Sekujur badan Harlan basah kuyup dengan beberapa Luka,
"Fira! Jawab Aku kalo Kamu masih hidup! Shafira!!!" Dia sisiri sekitar Sungai ini dengan menahan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya. "Astaga Fira!!!" erangnya emosional melihat Shafira tergeletak dengan posisi setengah menelungkup di atas bebatuan di bibir Sungai. Harlan bergegas mendekati Shafira, diangkat dan dibawa ke tempat yang kering.
Dia lalu menyandarkan badan Shafira ke permukaan Batu besar, lalu mengecek kondisi Shafira. Dia lega Shafira masih hidup meski tampak luka tusukan di atas permukaan Payudara kiri gadis ini. Harlan cepat melepas Baju Zirah yang dikenakan Shafira, dan merobek bagian depan blouse gadis ini.
"Dams!" rutuknya emosi, "Belati milik Arthur melukai Fira sampai seperti ini." Dia melihat luka tusukan di badan Shafira. Kemudian Dia mengulurkan telapak tangan kanannya ke atas permukaan Luka tersebut, konsentrasi, berusaha mengobati darurat dengan Energy Murni dalam Six Sense Dewanya. "Dams!" rutuknya lagi sebab dari telapak tangannya tidak keluar Sinar berwarna biru, "Kenapa Six Sense Aku tidak aktif di sini." Dia merasa Six Sensenya tidak aktif saat ini.
Akhirnya dicium bibir Shafira, dipompa pernafasan gadis ini, agar siuman. Namun Shafira belum sadar juga. Akhirnya dilumat bibir itu sepenuh hatinya, dihembuskan nafas cintanya ke Sukma Shafira.
Shafira pun terbangun, pelan tangannya mendorong wajah Harlan,
"dokter." Dipanggilnya Harlan.
"Fira!!" Harlan lega mendengar suara Shafira yang lemah ini,"Syukurlah Kamu siuman."
"Haus dok." Rintih Shafira pelan, "Fira haus, dok."
"Astaga!" Harlan menjadi kebingungan, "Kamu tunggu di sini, jangan bergerak kemana pun. Aku cari Air matang untuk Kamu minum."
"dokter mencari kemana? Ini di mana? Sepertinya Gua."
"Sudah kamu tenang saja di sini."
Harlan segera meninggalkan Shafira, melihat kesekitarnya. Astaga Fira benar, ini Gua, bisik hatinya. Kalo kutinggalkan Fira sendirian di sini bahaya. Aku masak saja Air dari Sungai ini. Harlan pun mencari ranting-ranting pohon di sekitar hendak membuat Api Unggun, namun teringat bahwa Dia tidak punya Ketel untuk memasak Air.
"Tuhanku!" lirihnya, "Tolonglah. Fira kehausan, perlu air matang untuk minum." Dia memanjatkan permohonan ke Tuhan. Matanya sambil mengamati sekitarnya sekali lagi. "Ada bocah?" dia melihat di Tepi Sungai ada Bocah berusia 8 tahun sedang memancing Ikan dengan Kail sederhana terbuat dari Bambu dan Senar Kail.
"Ini Bocah beneran apa Bangsa Black? Apa Siluman?" Dia meragukan sosok Bocah itu. Dipertajam penglihatannya. Six Sense lalu memperlihatkan bahwa Bocah itu Dewa Level E dengan wujud Rubah Hutan berbulu Coklat. "Bocah ini Dewa Level E? Ini di mana sih? Apa ini Wilayah tersembunyi tempat para Dewa Level D dan Level E tinggal? Karena mereka tidak bisa naik ke Kerajaan Dewa 13 Alam, disebabkan Level mereka yang rendah."
Bocah itu tidak menyadari kehadiran Harlan, masih asyik memancing.
Harlan mendekati Bocah itu, menyapanya ramah..
"Hai Adik kecil."
Bocah itu membalikan badan, dan terkejut melihat Harlan,
"Huaaaa!" Dia pun menjerit, lalu berlari, dan sembunyi di balik sebuah Batu besar tidak jauh dari tempatnya memancing.
"Adik kecil jangan takut!" seru Harlan perlahan mendekati Bocah itu, "Aku bukan makhluk jahat."
Bocah itu mengamati Harlan sejenak, lalu keluar dari persembunyiannya.
"Kamu siapa?" disapanya Harlan dengan bahasa Mandarin yang sudah diterjemahkan di sini.
Harlan tidak mengerti bahasa yang diucapkan Bocah ini. Dia pun menerka-nerka dengan otak jeniusnya, apa maksud pertanyaan Bocah ini dari gerakan bibir si Bocah.
"Aku Harlan." Dia perkenalkan namanya, "Kamu siapa namanya?" ditunjuk Bocah itu, "Iya Kamu. Namamu siapa Adik kecil?"
"Chen Tao." Sahut Bocah itu paham perkataan Harlan.
Harlan lalu menggandeng tangan Chen Tao, dibawa ke Shafira.
"dokter?" Shafira terheran melihat Harlan datang membawa Chen Tao. "Ini bocah siapa?" ditunjuknya Chen Tao.
Chen Tao melihat Luka di badan Shafira, dengan polos mendekati Shafira.
"Cie Cie terluka?" ditanyanya Shafira dengan cemas.
"Iya De de." Sahut Shafira dalam bahasa Mandarin. Six Sensenya melihat Chen Tao Dewa Level E dengan wujud asli Rubah Hutan berbulu coklat. Usia Chen Tao baru 8000 tahun. Kalo di Bumi, Chen Tao berusia 8 tahun. "Siapa namamu?"
"Aku Chen Tao, Cie Cie." Sahut Chen Tao ramah dan tulus, "Cie Cie siapa namanya?"
"Aku Fira." Shafira merasa senang sama Chen Tao, "Dan itu," ditunjuk Harlan, "dokter Harlan temanku."
"dokter Harlan? Apa itu Tabib?"
"Seperti itu lah."
"Chen Taooo!" terdengar suara Pria menggema di Gua ini, "Chen Tao, Kamu dimana?"
"Di sini Chen Shu Keke!" sahut Chen Tao.
"Di sini mana?"
Chen Tao segera pergi, mencari Chen Shu kakak sulungnya. Setelah bertemu dibawanya Chen Shu dan Chen Me kakak perempuannya.
"Keke ini Fira Cie Cie." Chen Tao menunjuk Shafira yang dipangku kepalanya Vina Harlan, "Yang itu Tabib Harlan." Ditunjuk Harlan.
Mendadak Chen Me mengeluarkan sebilah Pedang dari tangan kanannya, dan mau menyerang Shafira dan Harlan. Tapi cepat Chen Shu menghalanginnya dengan berdiri dihadapan Harlan dan Shafira.
"Chen Me, Kamu apa-apaan sih?"
"Keke, Mereka pasti Bangsa Black." Sahut Chen Me poloss mengira Shafira dan Harlan adalah Bangsa Black. "Keke minggir biar Chen Me habisin mereka."
"Kamu itu sembarangan kalo bicara." Chen Shu jitak jidat adiknya ini, "Kalo mereka Bangsa Black, sudah tentu tidak berada di Gua ini. Gua ini Gua keramat milik Kerajaan Dewa 13 Alam. Hanya bisa dimasukin Bangsa Rubah Hutan Jong, Bangsa Burung, dan juga Bangsa Tumbuhan."
"Chen Tao setuju!" seru Chen Tao, "Cie Cie ini sangat baik, Keke." Ditunjuknya Shafira, "Dia mengerti bahasa kita." Tuturnya, "Tapi Tabib Harlan tidak mengerti bahasa Kita."
Chen Me menyureng mendengar penjelasan Chen Tao dan Chen Shu, disimpan kembali Pedangnya ke tangan kirinya.
"Keke." Chen Tao menegur Chen Shu, "Cie Cie ini dan Tabib Harlan terluka. Kita tolong mereka, Keke. Biar Kakek bisa mengobatin mereka."
Chen Shu sedikit mendekati Shafira dan Harlan, lalu cepat tangan kanannya di arahkan ke depan, dan muncul Tandu sederhana khusus membawa Pasien terluka, baru bicara ke Shafira.
"Cie Cie, izinkan kami membawa Kalian ke rumah orangtua Saya. Di sana Kalian bisa membersihkan diri dan diobatin Kakek kami ayah dari Ayah kami. Beliau Tabib di Perkampungan Suku Rubah Hutan Jong ini."
+++
Perkampungan Suku Rubah
Gunung Jong
"Ayah!"
Chen Tao berteriak memanggil Chen Dong Sang Ayah sambil berlari-lari menuju Rumah Chen Dong yang di Perkampungan Suku Rubah Hutan Jong termasuk Rumah mewah. Padahal jika di Jakarta, Rumah itu tergolong sederhana.
"Ayah! Ayah!" Chen Tao langsung membuka lebar Pagar Rumah yang terbuat dari Bambu-Bambu, dan berlari ke Teras atas Rumah Chen Dong.
Chen Dong yang sedang bersantai bersama Yan Ing istrinya, melihat Chen Tao datang dengan wajah cemas, segera menghampiri putra bungsunya ini. Yan Ing pun bergegas menghampiri putra mereka, merasa terjadi sesuatu yang tidak beres terhadap Chen Tao.
"Ayah!" Chen Tao sampai juga ke hadapan Chen Dong, nafasnya Senin Kamis alias tersengal-sengal.
"Ada apa Chen Tao?" Chen Dong langsung menanyakan ke Chen Tao, "Kamu bukannya dari memancing di Gua Sungai Yuen Zhi?"
Belum juga Chen Tao menjawab, datang Chen Shu bersama Harlan, Shafira, Chen Me, dan 2 Warga Perkampungan ini. Chen Shu, Harlan, dan 2 Warga tersebut mengangkat Tandu yang berisikan Shafira. Chen Me menenteng Baju Zirah milik Shafira.
"Chen Dong!" seru Du Hua salah satu Warga yang mengangkat Tandu tersebut, "Lekas panggil Ayahmu. Ini ada yang terluka parah ditemukan Chen Shu bersaudara di Gua Sungai Yuen Zhi!" serunya ke Chen Dong yang melihat kedatangan rombongan tersebut, yang mana menarik perhatian Warga lain. Meski para Warga itu hanya melihat dari Pagar Rumah saja.
"Astaga!" Chen Dong bergegas turun dari Terasnya ini, mendekati rombongan ini, "Chen Shu!" ditegur Chen Shu putra sulungnya, "Mereka ini siapa?"
"Hais Chen Dong!" hardik Du Hua, "Bertanyanya nanti saja. Lekas panggil Ayahmu. Kasihan Nona ini lukanya sangat parah, dan mulai kehabisan darah ini." Dilirik Shafira yang sudah pingsan saat ini di atas Tandu.
"Baik..Baik.." Chen Dong paham, "Chen Tao, lekas ke Istana Kepala Suku Hung Lee, Kakekmu di sana lagi main catur sama Tuan Muda Hung Ying. Lekas..lekas, Nak." Disuruhnya Chen Tao menjemput Chen Long ayahnya Chen Dong, "Yan Ing!" dipanggilnya Yan Ing Sang Istri yang sudah di dekatnya sih, "Lekas siapkan Air Hangat dan Baju ganti. Lalu Kamu bantu mengurus Nona ini, sampai Ayah datang bersama Chen Tao."
Chen Tao segera melesat pergi ke Istana Kepala Suku Hung Lee yang lumayan jauh letaknya dari Rumah Chen Dong ini. Namun anak ini punya Six Sense, meski level E, mampu berlari sangat cepat, melebihi kemampuan berlari Manusia Bumi.
"Baik..Baik." Yan Ing paham, bergegas berlari menaikin Tangga Teras, dan melesat ke Rumahnya untuk melaksanakan perintah Chen Dong.
"Chen Me!" Chen Dong menghardik Chen Me putrinya ini, "Kenapa diam saja? Bantu Ibumu!"
Chen Me merenggut, lalu main oprok Baju Zirah ditangannya ke Chen Dong, kemudian berlari menyusul Yan Ing.
Chen Dong terbengong dengan sikap seenak dewek Putrinya ini, lalu mengamati Baju Zirah ditangannya, kemudian matanya terbelalak kaget melihat ada Lambang Kerajaan Dewa 13 Alam terukir di Baju tersebut.
"Chen Dong!" hardik Du Hua kesal melihat Chen Dong malah mengamati Baju Zirah, "Lekas bawa Kami ke Rumahmu. Kalo terjadi sesuatu atas Nona ini, habis Kampung Kita sama Kerajaan Dewa 13 Alam."
"Astaga!" Chen Dong tersadar, "Ayo-ayo kita ke rumahku." Dia segera menggiring rombongan ini menuju Rumahnya ini. "Yan Ing!" serunya lantang memanggil Yan Ing, "Apa Kamar Tamu sudah siap?" Dia sudah di Teras Depan bersama Rombongannya.
"Sudah Chen Dong!" sahut Yan Ing tidak kalah lantang dengan suara suaminya ini. "Lekas bawa kemari, biar Aku dan Chen Me membersihkan Luka-Luka Nona itu, dan memasangkan Baju bersih ke badannya!" serunya lagi dari dalam Kamar Tamu yang berada di sayap kanan Rumah ini. "Kamu bawa lewat Pintu Depan, Chen Dong, biar lebih cepat!"
Chen Dong paham, segera menggiring rombongan ini menuju Pintu Depan Kamar Tamu, di mana muncul Yan Ing di Pintu. Chen Dong segera membawa rombongan ini masuk, lalu menggantikan Harlan mengangkat Tandu. Harlan segera menggendong Shafira, dipindahkan ke atas Tempat Tidur yang sederhana ini.
+ TO BE CONTINUE +