Chapter 22 - Bab 22-Dianiaya Cinta

Saat cinta ternyata bukan bagian dari takdir

dan rasa hanyalah tulisan di buku-buku

maka dunia berjalan terbalik

dengan menghadirkan banyak perkara pelik

Sekar Wangi berpamitan kepada Wedya Hananta dan Jaka Umbara. Gadis ini menyerahkan sepenuhnya pengobatan Jaka Umbara kepada Wedya Hananta. Dia mengatakan akan menanggung semua biaya dan akan membayarnya begitu kembali menjemput Jaka Umbara.

Pemuda murid Kyai Mustofa itu memandang kepergian Sekar Wangi dengan perasaan kehilangan yang teramat sangat. Ruang hatinya langsung kehabisan damar. Meskipun menurut Wedya Hananta pengobatan ini hanya makan waktu beberapa hari hingga dia bisa berjalan kembali, namun membayangkan terpisah dengan gadis yang selama ini begitu telaten merawatnya membuat Jaka Umbara kehilangan semangat. Dia tidak tahu ini perasaan apa, tapi baginya terasa aneh. Dia ingin selalu bersama gadis itu. Kalau bisa selamanya.

Sekar Wangi menyusuri jalanan ibukota yang ramai. Pajang berkembang menjadi sebuah kota yang besar dan makmur. Kegiatan jual beli hasil pertanian, perikanan dan sandang terlihat ramai di pasar yang dilewatinya. Perhatian Sekar Wangi tidak pada itu semua. Wajah tampan pangeran itu tercetak kuat dalam benaknya. Entah apa yang mendorongnya mencari pemuda bangsawan itu.

Ayahnya sendiri adalah seorang pangeran kerajaan yang cukup berpengaruh, dia sudah terbiasa dengan kehidupan di istana. Sudah sering melihat para pangeran muda yang gagah tampan. Tapi ini berbeda. Sekar Wangi jadi jengah sendiri. Kenapa dia segila ini?

Tapi dasar gadis muda yang bertekad kuat, Sekar Wangi menepis rasa malunya. Setidaknya dia ingin berkenalan dengan pangeran Pajang itu. Apakah akan disambut atau tidak, itu urusan nanti. Gadis ini didorong oleh kekuatan penuh hatinya yang sedang bergelora.

Gerbang istana tepat berada di hadapannya. Tanpa ragu Sekar Wangi melangkah masuk. Langkahnya terhenti karena dua tombak langsung disilangkan menghadang.

"Andika siapa? Masuk istana harus atas seizin Kepala Rumah Tangga Istana."

Meskipun tegas tapi para prajurit ini tidak bersikap pongah. Sekar Wangi yang nyaris mengeluarkan dampratan, membatalkan niatnya. Dia harus datang baik-baik jika ingin ditanggapi juga dengan baik.

Tapi sebelum gadis ini memperkenalkan diri, tiba-tiba dari arah belakang terdengar derap kaki kuda datang. Tiga orang berbaju serba hitam menyerbu masuk sambil berteriak-teriak keras.

"Pangeran Arya Batara! Harap keluar! Kami ingin bicara dan meminta pertanggungjawaban!" Tiga orang itu berhenti di depan gerbang karena sepasukan penjaga sudah berdiri menghadang.

Sekar Wangi minggir. Dia tidak tahu ini urusan apa tapi sebaiknya dia tidak ikut campur. Tapi orang-orang ini tadi berteriak dengan penuh amarah memanggil Pangeran Arya Batara. Wah! Sepertinya pangeran tampan ini dimintai pertanggung jawaban mengawini gadis yang dihamilinya. Pangeran sialan! Pikiran kacau Sekar Wangi membuatnya marah-marah sendiri.

Dari paseban yang berada di depan istana utama, keluar pemuda yang tadi nyaris menabrak Sekar Wangi. Pemuda yang membuat hati Sekar Wangi kelabakan. Pangeran Arya Batara tersenyum tipis. Menyuruh penjaga mempersilahkan tiga orang yang marah-marah itu masuk ke halaman istana. Diam-diam Sekar Wangi ikut masuk lalu bersembunyi di balik pos jaga yang ditinggalkan karena para penjaganya sibuk mengawal Pangeran Arya Batara.

"Andika bertiga ada urusan apakah sehingga marah-marah di depan istana seperti ini?" Pangeran Arya Batara bertanya dengan wajah ramah.

"Mohon maaf Pangeran. Tapi Paduka harus mempertanggungjawabkan perbuatan Pangeran kepada anak kami yang sekarang tidak mau makan dan menolak tidur karena selalu memikirkan Paduka." Salah satu dari tiga orang itu berbicara. Sekar Wangi nyaris tertawa tergelak.

Pangeran Arya Batara mengangkat alisnya.

"Siapa nama putri andika dan kenapa sampai terjadi seperti hal seperti itu?"

"Dia selalu teringat kepada Paduka semenjak kehadiran Paduka ke padepokan kami beberapa hari yang lalu. Paduka menyapanya dan dia tidak bisa melupakannya. Kami datang menuntut Paduka agar memperisitrinya karena kami khawatir dia akan bunuh diri apabila keinginannya tidak terlaksana." Kali ini Sekar Wangi tidak sanggup lagi menahan tawa cekikikan. Kontan saja semua terkejut mendengar ketawa panjang itu. Para penjaga memasang sikap waspada. Sekar Wangi terpaksa keluar dari persembunyiannya. Pangeran Arya Batara nampak terperanjat kaget melihat kehadiran gadis cantik ini. Sekar Wangi mengangkat tangannya.

"Maaf. Maafkan aku. Aku tidak sengaja mendengarkan semua pembicaraan kalian yang aneh dan lucu. Selain itu aku juga mau menuntut pertanggung jawaban pangeran ini yang nyaris membuatku terjatuh di toko obat Wedya Hananta." Sekar Wangi tersenyum mengejek ke arah Pangeran Arya Batara yang masih bengong menatapnya. Bukankah dia sudah minta maaf berkali-kali tadi kepada gadis ini? Lagipula pertanggung jawaban apa? Bukankah gadis itu sama sekali tidak cedera atau terluka?

Dipandang dengan cara seperti itu oleh Pangeran Arya Batara membuat Sekar Wangi salah tingkah. Dia tadi sebetulnya mencari-cari alasan karena terpergok mengintip. Tapi alasannya terlalu kacau untuk bisa diterima akal sehat. Gadis ini menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Begini, aku hanya minta Pangeran Arya Batara membayari pengobatan temanku karena telah membuat aku dan temanku kaget tadi." Sekar Wangi makin ngawur. Pangeran ini benar-benar tampan bukan main!

Arya Batara tersenyum lalu tertawa terbahak-bahak. Gadis ini selain cantik juga lucu. Gadis yang menyenangkan.

"Hahaha! Baiklah baiklah gadis yang baik. Aku akan menanggung semua biaya pengobatan temanmu di Wedya Hananta. Jangan khawatir. Sampaikan saja kepada Wedya Hananta bahwa Arya Batara yang akan membayar semuanya." Pangeran Arya Batara tersenyum manis kepada Sekar Wangi. Gadis itu merasa dunia berguncang hebat.

"Namaku bukan gadis yang baik. Aku Sekar Wangi mengucapkan banyak terimakasih karena Paduka bersedia bertanggung jawab. Aku permisi dulu." Sekar Wangi kebingungan harus berbicara apalagi. Tapi hatinya girang. Setidaknya dia tidak pusing lagi memikirkan biaya pengobatan Jaka Umbara. Perkataan ngawurnya tadi ternyata ada gunanya. Gadis ini membalikkan badan hendak keluar gerbang istana saat suara Arya Batara mencegahnya.

"Tunggu! Aku juga harus meminta pertanggung jawaban darimu Sekar Wangi. Tunggulah di sini sebentar sampai aku menyelesaikan urusan dengan paman-paman dari Pedepokan Naga Wungu ini."

Pangeran Arya Batara tidak menunggu jawaban Sekar Wangi yang memang tidak kuasa menolak sama sekali. Duh Gusti! Kenapa aku jadi selemah ini di hadapan seorang laki-laki?

"Paman, bukan kesalahanku karena putrimu tertarik atau jatuh cinta kepadaku. Aku akan mengirim utusan ke padepokan untuk memberikan penjelasan kepada putrimu. Aku tidak pernah berjanji apa-apa. Dan juga tidak meminta apa-apa. Aku berharap Paman bertiga pulang ke padepokan untuk menjaga putri Paman agar tidak berbuat macam-macam."

Tiga orang itu kebingungan. Bagaimana bisa mendesak Pangeran Arya Batara untuk urusan yang sangat aneh ini? Putri kesayangan padepokan jatuh cinta pada pandangan pertama kepada sang pangeran dan dia memaksa ayah dan para pamannya untuk datang ke istana melamar pangeran itu. Tiga orang itu tahu diri. Jika mereka terus memaksa, bisa-bisa pasukan Pajang menghajar mereka bertiga habis-habisan. Ketiganya membalikkan tubuh, menaiki kuda dan pergi tanpa berkata apa-apa lagi.

--**