Chapter 28 - Bab 28-Puncak Ciremai

Tidak semua kebenaran menyakitkan

sebagian besarnya malah menyakinkan

bagi siapa saja yang ragu

bahwa hidup memang diatur pendulum waktu

"Jadi kemana Ayu Kinasih, Ario?" Desak Ratri Geni yang melihat Ario Langit melamun dan tidak menjawab pertanyaannya.

"Eh. Ah. Ayu pergi ke Blambangan menunaikan tugas dari ibunya. Katanya dia harus menyampaikan pesan ibunya kepada Pendekar Arya Dahana."

Ratri Geni seperti tersengat kalajengking mendengar nama ayahnya disebut. Dia jadi penasaran dengan gadis bernama Ayu Kinasih itu.

"Kenapa dia mencari Arya Dahana? Siapakah nama ibu dari Ayu Kinasih?"

Ario Langit menjawab singkat. Pikirannya masih tertinggal di pesisir selatan. Di manakah Ayu Kinasih sekarang? Semoga tidak terjadi apa-apa dengannya.

"Aku tidak tahu isi pesan itu. Ayu Kinasih tidak pernah menceritakannya secara utuh. Nama ibunya adalah Bimala Calya."

Ratri Geni seperti disambar geledek. Dia sudah mendengar cerita lengkap dari ayah dan ibunya tentang petualangan mereka sekaligus nama orang-orang yang pernah terlibat dalam petualangan bersama mereka. Bimala Calya adalah salah satu teman baik dan dekat ayah dan ibunya. Putri angkat Panglima Kelelawar yang bersuamikan Pendekar Pelajar, murid dari Ki Biantara yang juga pernah menjadi guru dari ibunya Dewi Mulia Ratri.

Ario Langit tidak menyadari perubahan air muka Ratri Geni. Sinar bulan yang nyaris menuju purnama tidak mampu memberikan cahaya yang cukup. Selain itu dengan cepat Ratri Geni menyembunyikan kekagetannya.

Sambil terus berbincang, Ario Langit dengan lahap menyantap hidangan ikan bakar bersama Ratri Geni dan Sima Braja. Dia benar-benar sangat lapar. Setelah terpisah dengan Ayu Kinasih, pemuda ini terus mencoba menyusuri jejak Ayu Kinasih dengan hasil nihil. Kemudian di tengah jalan mendengarkan perbincangan beberapa orang yang membicarakan peristiwa hebat yang akan terjadi di Puncak Ciremai. Pemanggilan Kitab Langit Bumi.

Pemuda ini menjadi tertarik untuk mendatangi Gunung Ciremai karena berpikiran bahwa Ayu Kinasih sebagai seorang pendekar persilatan juga kemungkinan akan hadir untuk menyaksikan keramaian. Dia harus segera menemukan gadis yang keras hatinya itu agar bisa memenuhi keinginannya. Tidak sedikitpun Ario Langit berterus terang apa yang terjadi antara dirinya dan Ayu Kinasih kepada Ratri Geni. Dia tidak ingin urusan yang sangat pribadi ini diketahui oleh orang lain. Dia akan menyelesaikannya sendiri.

Lagipula dia pasti tidak sanggup menerima tanggapan gadis cantik di depannya ini apabila mendengar apa yang sesungguhnya terjadi. Dia masih ingin berbincang dan makan ikan bakar berkali-kali dengan gadis ini. Kalau perlu seumur hidupnya. Hah! Ario Langit ingin menampar mukanya sendiri setelah menyadari jalan pikiran dan kata hatinya.

Ratri Geni melihat ke langit. Purnama mulai mendekat. Saat yang tepat untuk naik ke puncak. Sebelumnya dia sangat menyukai ide naik di atas punggung Sima Braja. Tapi dengan adanya Ario Langit tentu dia memilih berjalan bersama pemuda ini. Pemuda pemurung yang bagi Ratri Geni sangat menyenangkan. Penuh misteri. Tapi orang baik. Ratri Geni tahu betul mengenai hal ini. Pendekar Langit, hmm!

Tubuh kedua muda-mudi ini berkelebat cepat menuju Puncak Ciremai. Keduanya seperti bayangan hantu yang sedang lomba lari. Masih ada beberapa orang dari dunia persilatan yang naik ke puncak melalui jalan setapak yang sama. Alhasil sebagian dari orang-orang tersebut balik kanan turun gunung setelah melihat dua bayangan tak berwujud melesat seperti kilat mendahului mereka. Orang-orang itu ketakutan. Mengira bahwa hantu penunggu Ciremai mulai memperlihatkan dirinya.

Apalagi setelah terdengar auman keras yang menggetarkan hutan dari samping kiri jalan setapak. Sima Braja tidak mau kalah berlomba lari melawan Ratri Geni dan Ario Langit. Saking gembiranya melihat keriangan dua muda-mudi itu sampai Sima Braja meraungkan suaranya yang menakutkan beberapa kali. Disambut suara raungan beberapa kali pula yang tak kalah menyeramkan dari atas gunung. Sima Braja berhenti sejenak. Seperti terpaku kaget. Tapi melanjutkan larinya menuju puncak. Dia tidak takut harimau lain. Dia harus melindungi Ratri Geni seperti perintah Ki Ageng Waskita. Dengan nyawanya sekalipun.

Suasana di Puncak Ciremai cukup riuh. Beberapa rombongan dan orang-orang membentuk kelompoknya masing-masing. Orang-orang Pajang, Jipang dan Sumedang Larang berada dalam posisi yang tidak terlalu berjauhan. Dekat dengan Perkumpulan Malaikat Darah yang berada di sisi kawah sebelah timur yang paling landai di antara sisi kawah lainnya. Tidak jauh dari mereka nampak orang-orang dari dunia persilatan yang nampak kasar dan bengis. Di sisi kawah sebelah barat terlihat dua orang guru murid Hantu Lautan dan Wida Segara. Ario Langit yang bersama Ratri Geni dan Sima Braja berada agak di bawah, mengenali satu setengah orang dari pesisir selatan itu. Ario Langit juga melihat siluet bayangan sosok gadis yang selama ini diburunya. Gadis Penebar Maut berdiri siaga di sana. Tidak jauh dari Raden Soca, pemuda keturunan Raja Lawa Agung.

Di sisi kawah sebelah selatan, Ario Langit bisa melihat dengan jelas sosok wanita yang berdiri tenang. Nyaris Ario Langit berteriak memanggil kalau saja Ratri Geni tidak menghentikannya dengan mencubit lengannya. Ibunya ada di sini!

Tidak jauh dari Arawinda, Ario Langit melihat seorang lelaki setengah baya berjongkok di samping seekor harimau raksasa berwarna putih bersih. Kali ini Ratri Geni yang nyaris berteriak memanggil namun urung dilakukannya karena akan menarik perhatian banyak orang meski keliling kawah itu sangatlah lebar dan luas. Ayahnya di sini! Kenapa ayahnya ada di sini? Bersama Sima Lodra juga! Ibunya kemana?

Di sisi sisi kawah utara yang paling terjal nampak beberapa sosok yang berdiri berjajar. Ario Langit menghitung ada empat sosok di sana. Keempatnya berdiri bersedekap dan menundukkan muka sehingga tidak nampak jelas wajahnya. Namun yang pasti keempat orang itu adalah kakek-kakek tua jika melihat dari jubah yang dikenakan dan perawakan serta janggut yang panjang terurai.

Ario Langit kagum melihat keempat kakek itu berdiri persis di bibir kawah yang terjal dan miring. Mereka pasti tokoh-tokoh berkepandaian tinggi sekali. Ario Langit nyaris terjengkang saking kagetnya saat suara Ratri Geni memasuki pendengarannya dari jarak yang sangat dekat. Ratri Geni berbisik.

"Keempat tokoh itu aku kira yang disebut sebagai tokoh-tokoh Delapan Penjuru Gunung. Tokoh-tokoh luar biasa sakti yang punya hajat di puncak gunung ini." Ario Langit terperangah. Darimana Ratri Geni mendapat informasi selengkap ini?

Ratri Geni tersenyum mengejek melihat kekagetan Ario Langit. Ah, pemuda ini tak tahu apa-apa tentang dunia persilatan. Padahal julukannya adalah Pendekar Langit. Kembali Ratri Geni menyunggingkan ejekan di bibirnya yang manis.

Ario Langit nyaris terjungkal lagi dari tempatnya. Kali ini bukan kaget. Tapi terkagum-kagum dengan kecantikan gadis di sebelahnya ini. Dia sadar gadis ini sedang mengejeknya. Tapi entah kenapa itu malah menambah manis wajahnya yang selalu berseri-seri. Ah! Gila! Ario Langit kembali nyaris menampar kepalanya sendiri. Bayangan Ayu Kinasih menangis sambil mendekap mukanya melintas cepat di benaknya. Duh!

--*******