Hari-hari yang dilalui Aul kini penuh ceria. Ini karena Aul hidup lengkap bersama ayah-ibunya, kedua adiknya, serta Serigala Cahyadika—yang menjadi berubah menjadi pemuda serigala siluman. Setiap pagi, bersama-sama mencari bangkai ikan atau bangkai hewan lainnya di hutan. Lalu setelah makan, mereka pun bermain ke satu padang rumput. Mereka berkejaran.
Hari-hari yang dilalui Aul benar-benar bahagia. Tubuhnya semakin sehat, seluruh bulunya yang berwarna kuning dan coklat kemerahan semakin mengilat. Aul memang rajin mandi dengan cara menjilati seluruh tubuhnya. Demikian pula kedua adiknya dan Serigala Cahya.
Aul telah beranjak remaja menjelang dewasa. Menjadi seekor serigala yang gagah. Malah kini, sudah mulai berani bermain seorang diri, bahkan sampai jauh—ini membuat Serigala Cahya kalang kabut. Serigala Cahya pun ingin selalu bersama dengan Aul.
Keduanya, pernah menengok sepasang siluman babi hutan yang beberapa waktu lalu pernah menolong Aul saat sakit dan dirawat. Namun saat Aul pulang sendiri, malah tersesat hingga bertemu Serigala Cahya.
Sepasang babi hutan itu ketika ditengok merasa terharu karena Aul tidak melupakannya. Aul pun tadinya ingin menginap. Namun ditolak dengan halus oleh babi hutan jantan. "Jangan. Lebih baik pulang saja. Kami takut, orang tuamu marah. Kami takut disangka akan merebutmu."
Aul pun tak bisa apa-apa, selain menuruti perintah sepasang babi hutan itu.
Hari-hari terus terlewati.
Aul percaya diri, menganggap diri telah menjadi dewasa—meskipun menurut ayah ibunya masih remaja. Aul ingin pergi berjalan-jalan ke kota bersama Serigala Cahya. Seperti pula dulu yang pernah dilakukan ayahnya ketika mencarinya ke kota.
Namun, meskipun berkali-kali ayah ibunya melarang, Aul kukuh ingin pergi. "Sekalian untuk menguji kesaktian Serigala Cahya, apakah ilmu-ilmu yang diturunkan dari ayah sudah terserap atau belum?"
"Apa yang hendak kau cari di kota? Jangan. Nanti kau ditangkap manusia sakti. Aku tidak mau, kau dan Serigala Cahya mendapat kesulitan." Ayahnya tetap melarang.
Aul menurut.
Namun, beberapa saat kemudian, Aul segera menyusun siasat bersama Serigala Cahya, berembuk. Nanti kalau ayah dan ibu Aul sedang tidur, akan secara diam-diam pergi ke kota. Bagi Serigala Cahya, ini kesempatan untuk membalaskan dendam, akan mencakar mantan istrinya dan menggigit Pak RT Mang Oben—meskipun harus mencari dahulu.
Benarlah. Pada satu hari saat siang-siang, ketika ayah ibu Aul tertidur, Aul pergi bersama Serigala Cahya dengan mengendap-endap keluar dari gua.
Saat melewati jalan setapak yang di atasnya bukit yang tinggi, Aul dan Serigala Cahya tidak memberi tahu sepasang babi hutan siluman yang pernah menolong Aul dulu.
Tak lama kemudian, sampailah pula Aul dan Serigala Cahya di depan kebun jagung yang pernah dipijak beberapa saat lalu oleh ayah Si Aul—baru dipanen milik penduduk. Keadaan sedang sepi. Keduanya bisa leluasa terus berjalan. Lalu, melewati pematang sawah. Di sinilah, ada seorang manusia yang memergoki keduannya. Manusia ini cerdik, tidak berteriak-teriak, tetapi segera menemui manusia sakti, kemudian segera mengontak pihak Kantor Desa.
Kantor Desa mengontak Balai Konservasi Sumber Daya Alam, bahwa ada serigala yang kembali berkeliaran masuk kampung.
Tak berapa lama, datanglah pihak berwenang itu dengan senjata peluru biusnya. Rupanya, Aul sudah tak berada di sawah, namun sudah berada di kebun singkong yang belum tinggi. Warna bulu tubuh kuning merahnya, berbaur dengan warna hijau daun singkong dan coklat dari batang singkong. Aul terus berjalan.
Pihak berwenang terus membuntuti agak jauh. Namun dengan terus selalu membidik pada Aul. Saat bidikan telah tepat, pelatuk senjata ditekan.... Dor! Tepat mengenai punggung Aul. Menunggu dahulu beberapa saat, lalu, terkulailah Aul, jatuh pingsan. Memang peluru ini peluru bius—yang juga telah diberi jampi oleh manusia sakti.
Beberapa orang lalu menggotong Aul, membawanya ke balai desa, lalu dimasukan ke dalam kerangkeng besi. Saat siuman, Aul diberi minum dan makan dahulu, lalu para petugas membawa Aul yang masih dalam kerangkeng ke kantor Balai Konservasi di kota.
Sedangkan Serigala Cahya, melarikan diri, tinggal di satu tempat, masih di hutan. **
Satu malam pun berlalu, Aul dinyatakan dalam keadaan sehat oleh pihak berwenang, dan akan dikembalikan ke habitatnya, ke hutan.
Saat didekati petugas yang baru—yang lama sudah pindah—mata Aul melotot. Aul terus saja melotot di dalam kerangkeng jeruji besinya. Kerangkeng besi bersama Aul lalu digotong, dinaikan ke mobil pick up. Lalu melaju.
Di dalam kota, di jalan yang mulus, Aul bersimpuh dengan matanya yang terus saja melotot. Barulah setelah mulai memasuki pedesaan, di jalanan yang banyak lubang, tubuhnya mulai berguncang-guncang. Tetapi matanya terus saja melotot, bahkan kali ini sekali-kali melolong. Saat membuka mulutnya itu, terlihatlah taring-taringnya yang begitu tajam.
Tiba pula Aul di tepi hutan. Mobil pick up yang membawanya berhenti.
"Ya, kukira di sini, rasanya aku tak salah. Di sebelah utara," ujar salah seorang petugas.
Muka Aul tampak gembira karena sebentar lagi akan bebas, kembali hidup di hutan luas—meskipun akhirnya tidak jadi pergi ke kota.
Kemudian, kunci gembok dibuka. Pintu depan dari kerangkeng besi melompong. Aul segera berlari. Sesudah agak jauh dari tepi jalan tadi, barulah berjalan.
Di bawah pohon mahoni yang tinggi besar, Aul meluapkan kegembiraanya dengan melolong, "Auuuu…"
Meskipun begitu, Aul bersedih karena berpisah dengan Serigala Cahya. Ke mana arah tujuan di hutan luas ini untuk mencari Serigala Cahya. Hutan yang di sebelah utara ini tidak dikenalinya.
Tak berapa lama, lewatlah serombongan ular siluman. Ada 5 ekor. Ular yang paling tua, ketua rombongan, yang pertama kali melihat Aul. Tentu saja ular-ular siluman terkaget. Pagi-pagi sedang berjalan untuk mencari makanan, tiba-tiba menemukan serigala siluman.
Padahal ular siluman yang paling tua sudah tahu karena jalan ini sebenarnya jarang dilewati serigala siluman.
Aul kembali melolong.
Rombongan ular siluman ini ternyata musuh dengan keluarga Aul. Ular siluman yang paling tua meliukliukan badan dan kepala hendak membelit Aul. Aul langsung berlari menuju tengah hutan.
Terus berlari membuat Aul kecapaian. Di depan mata, di dekat rimbunan talas-talasan hutan, ada sebatang sungai, dari aliran Sungai Citarum. Berhentilah Aul untuk minum. Baru saja minum sedikit, di sebelah kanan, terdengar suara uk-uk, uk-uk. Rupanya dari siluman monyet betina dengan anaknya, yang juga ingin minum.
Tentulah monyet ini merasa takut. Memilih menunggu Aul selesai minum. Namun, Aul merasakan tubuhnya masih lelah, sedari tadi tak henti terus berlari, berjalan untuk menemukan jalan pulang, yang kali ini bertekad akan tinggal selamanya bersama ayah-ibu dan dua saudaranya. Aul lalu merebahkan badannya di atas rerumputan di dekat sungai, yang terteduhi satu pohon.
Di balik rerimbun dedaunan, kedua mata induk monyet terus memperhatikan Aul. Ah, induk monyet bingung, masygul. Padahal rasa haus sudah tak tertahankan. Segeralah induk monyet berpikir mencari jalan keluar. Bagaimana caranya agar Aul segera bangun, dan pergi.
Maka, induk monyet mencari pohon, yang ada ranting yang sudah meranggas. Induk monyet lalu naik, loncat dari satu dahan ke dahan lain, dan induk monyet merasa bersyukur, bisa menemukannya. Segera dipatahkannya satu ranting, menjadi 3 bagian. Dengan hati-hati, masih di pohon itu, segera menuju dahan yang paling dekat tubuh Aul.
Dibidiknya tubuh Aul. Lalu, terlemparlah satu potongan ranting. Ah, meleset, tak tepat. Barulah pada lemparan kedua, bisa mengenai muka Aul, dan membuat Aul terperanjat bangun. Induk monyet berhati-hati. Tidak mau sembrono, tentu tahu, keluarganya sedari zaman dahulu telah menjadi salah satu santapan serigala
Aul berdiri, matanya menatap ke sekeliling lalu melolong. Dalam keadaan sedang capai, sedang enak-enaknya tidur beristirahat, ada gangguan, siapa yang tidak marah? Aul kembali melolong, yang kali ini dengan keras 'au'.. 'au', 'auu'…
Antara percaya dan tidak percaya, induk monyet mendengarkan baik-baik. Induk monyet pun yakin, bahwa itu bukan suara lolongan dari serigala jahat. Maka dengan percaya diri, induk monyet segera turun dari pohon dan mendekati Aul, tetapi tetap dengan membawa potongan ranting. Untuk berjaga-jaga.
Induk monyet melotot berpura-pura, tangan kanannya mengacung-acungkan ranting, untuk mengetes, juga berpura-pura. Aul merasa takut melihat induk monyet ini sangat marah.
Segeralah Aul berkata. "Kenapa kau marah padaku, hai monyet? Aku bukan serigala yang jahat. Turunkanlah ranting itu."
Induk monyet tidak langsung percaya. Lalu bertanya. "Benarkah itu?"
"Iya benar."
Dengan sedikit keraguan, monyet pun melepaskan ranting dengan perlahan.
"Nah begitu. Aku tidak akan memangsamu. Aku akan meneruskan perjalanan."
"Sebentar. Memang mau ke mana?"
"Antara dua, mau mencari kawanku Serigala Cahya atau pulang."
"Kalau begitu, hati-hati di jalan. Terutama pada manusia sakti, jangan sampai bertemu dengan mereka. Tapi maaf, aku tidak bisa mengantar."
Maka Aul kembali menuju tengah hutan, hendak ke gua batu cadas. Induk monyet bisa minum sepuasnya.
**
Setelah sekian lama Aul berjalan, kali ini menemui kolam alami yang cukup luas, dengan air yang sangat jernih. Meskipun tidak begitu haus, Aul kembali minum. Sebagai persiapan. Pemandangan yang indah di sini membuat Aul tergoda. Sehingga terus menyusuri tepian kolam.
Ah, Aul terkena sial. Saat menapaki tanah yang licin, terjatuh, hingga kakinya keseleo, dan jatuh ke kolam yang cukup dalam. Aul dengan payah berenang, hingga mencapai satu tepi. Aul meringis kesakitan.
Di tepian merasa tak berdaya, rebah sendirian. Sampai tertidur.
Tak berapa lama, datanglah siluman kuda dewasa. Kuda ini kaget, saat hendak minum, didapatinya seekor serigala yang masih remaja tertidur, dengan seluruh tubuhnya yang basah kuyup.
Aul mencoba bangun, sedikit sedikit, hingga bisa berdiri. Kedua matanya selalu menatap kaki kanan depannya. Kuda ini jeli, tentulah serigala ini tidak akan bisa berlari cepat.
Maka seraya berpura-pura tidak tahu, bertanyalah, "Apa yang terjadi padamu, hai anak serigala?"
"Aku di hutan ini akan mencari ayah, ibu, kedua saudaraku, atau kawanku Serigala Cahya. Memang aku bersalah, bersama Serigala Cahya telah meninggalkan mereka. Namun entahlah, apakah kali ini bisa menemukan atau tidak. Aku tak tahu di mana mereka kini berada. Takutnya mereka telah berpindah tempat tinggal. Juga Serigala Cahya, entah sedang berada di mana."
Si Kuda merasa kasihan. "Oh begitu.. Lalu, sekarang mau ke mana tujuan? Apalagi dengan keadaan kakimu yang sedang sakit itu. Ehm.. Dengan keadaanmu yang seperti itu, bukanlah lebih baik kau beristirahat dahulu? Menunggu dulu sampai kakimu sembuh? Dengan tinggal dulu di tempatku?"
Aul merasa gembira mendapat ajakan. Tapi tiba-tiba Si Kuda mendadak ragu. Ingat bahwa serigala itu suka memangsa keluarganya. Maka segeralah berkata. "Eh, tunggu dulu serigala.. Apakah kau.."
"Aku mengerti kuda, kau pasti takut. Percayalah padaku.. Aku tak akan memangsamu."
Maka meskipun dengan tertatih, Aul kemudian mengikuti di belakang kuda. Keduanya menyusuri jalan setapak di hutan ini. Seekor gagak hitam yang sedang mencari makanan melihatnya, dan ada salah seekornya yang berkata. "Hati-hati kuda.. nanti kau dimakannya.."
Si Kuda merasa tenang saja..lalu menjawab, "Tidak apa-apa. Si Serigala sedang sakit. Dia juga sudah berjanji tak akan memangsaku."
Gagak hitam kembali berkata, "Ya terserahlah." kemudian terbang.
Tibalah kuda dan Aul di mulut gua. "Sekarang kita sudah sampai. Biasanya di sini, serigala-serigala di hutan ini suka beristirahat. Lebih baik kau tidurlah dahulu." Aul menurut.
Si Kuda kemudian rebah di dekat Aul, berpikir keras. Tentulah serigala ini belum makan siang. Di mulut gua itu, Si Kuda mondar-mandir, kira-kira makanan apa yang bisa diberikan untuk si serigala malang ini.
Bukankah serigala adalah pemakan daging? Ya sebenarnya serigala kalau mau makan sebenarnya cukup susah, harus berburu mangsa dahulu sebagai karnivora, tidak seperti dirinya yang herbivora, pemakan rumput.
Sedari tadi mondar-mandir, belum juga dapat menemukan ide, makanan apa yang hendak diberikan untuk si serigala. Akhirnya, Si Kuda capai sendiri, ikut rebah di dekat Aul.. Bahkan sampai ikut tertidur.
Saat tertidur itulah, lewat induk Babi Hutan siluman dengan anaknya. Terheran-heran karena ada serigala dan kuda tidur berdampingan. Segeralah didekati. Lalu membangunkan Si Kuda.
Mulanya Si Kuda kaget karena dikiranya hewan siluman musuh yang membangunkannya. "Oh kamu.. Kukira siapa.."
"Iya ini aku. Kenapa kau tidur dengan serigala? Apa kau tidak takut dia akan memangsamu?"
"Tidak. Dia sedang sakit. Kakinya terkilir. Berjalan pun tertatih-tatih."
Saat Kuda dan induk Babi Hutan berbicara.. bangunlah Aul. Ini membuat induk Babi Hutan takut, dengan melangkah mundur beberapa kali. Si Kuda segera berkata. "Sudah kukatakan, kau jangan takut. Serigala ini sedang sakit."
Induk Babi Hutan kemudian merasa teringat, tadi pagi di pinggir sungai ada serigala yang mau minum. Merasa yakin, inilah serigala tadi.
Aul mulanya hendak bangun, segeralah dicegah oleh Si Kuda. "Istirahatlah dahulu..."
Induk Babi Hutan pun tahu, Aul kini mulai lapar. Ini terlihat dari pandangan matanya yang sayu.
Maka berkatalah induk Babi Hutan pada Kuda. "Kita harus mencari makanan dan obat untuk serigala malang ini.."
Kata Si Kuda, "Ya. aku bingung.. Bukankah serigala hanya memakan daging?"
Induk Babi Hutan segera berpikir. Seperti tadi yang Kuda lakukan, terus saja mondar-mandir di mulut gua. Akhirnya kata induk Babi Hutan. "Bagaimana kalau aku mencari bangkai ikan untuk diberikan sebagai makanan pada serigala malang ini?"
Mata Aul dan Kuda berbinar. Namun Aul lalu bertanya. "Bagaimana dengan kakiku ini yang sakit, induk Babi Hutan?"
"Oh, itu mudah. Aku sudah tahu ramuan obat-obatan di hutan ini. Dengan segala kegunaannya."
"Baiklah kalau begitu. Aku dan serigala menunggu saja di sini." kata Kuda.
"Baiklah." kata induk Babi Hutan. "Aku titip anakku ya. Biar aku bisa lebih cepat mencarinya dan kembali lagi ke sini."
**
Induk Babi Hutan menyusuri sungai di hutan ini. Dia sangat berhati-hati di tepian sungai, jangan sampai tergelincir. Setelah agak jauh, di sel-sela bebatuan, didapat pula beberapa ikan yang mengambang. Induk Babi Babi hutan bersyukur karena tidak tidak ketahuan siluman buaya.
Induk Babi Babi hutan kemudian terus berjalan karena merasa belum cukup mendapatkan ikan. Di dekat pohon rasamalalah, ditemukan lagi dua ekor ikan yang mengambang. Saat membawa ikan-ikan itu, rupanya tepergok beberapa siluman buaya. Induk Babi Hutan merasa takut karena takut dimakan siluman buaya. Induk Babi Hutan hendak berlari.
Salah satu siluman buaya segera berteriak. "Hei! Kenapa kau berlari? Aku tidak akan jahat padamu!"
Maka, berhentilah induk Babi Hutan. Siluman buaya yang paling tua segera menghampirinya, dan bertanya. "Hai induk Babi Hutan, bukankah yang paling kau sukai adalah rumput-rumputan dan buah-buahan? Lalu untuk apa membawa ikan-ikan itu?"
Induk Babi Hutan menjelaskan, bahwa ada seekor serigala remaja yang sakit dan merasa lapar, sedang di mulut gua. Tanpa menjawab, buaya-buaya menyatakan hendak ikut menengok.
"Iya mari. Tapi kita harus mencari dedaunan dahulu untuk obat serigala."
"Baiklah, aku bantu.."
Induk Babi Hutan sudah tahu tempat tumbuhnya tumbuhan obat-obatan. Tidak butuh waktu lama, tempat itu sudah ditemukan. Lalu memetiknya beberapa lembar. "Aku memegang empat ekor ikan, dan kau Buaya, bawalah dedaunan ini dengan digigit ya."
"Iya. Dengan senang hati."
Kemudian induk Babi Hutan dan Buaya segera menuju mulut gua.
Saat tiba, Aul, Kuda dan anak Babi Hutan gembira. Induk Babi Hutan segera memberikan empat ekor ikan. Aul dengan lahap memakannya. Kemudian induk Babi Hutan mulai menumbuk dedaunan itu sampai halus. Tak menunggu lama, saat itu juga segera ditempelkan ke lutut kaki kanan Aul.
"Sekarang.. istirahatlah serigala.." kata Si Kuda .
Untuk hari itu, semuanya sepakat akan tidur di mulut gua.
**
Hari-hari pun dilalui Aul bersama Kuda dan Babi Hutan bersama anaknya. Sampailah, kaki Aul kembali berangsur sembuh.
Di satu pagi, Aul, Kuda, Babi Hutan, anaknya dan buaya terbangun karena silau sinar matahari pagi. Ya, mereka bangun kesiangan. Segeralah mereka keluar dari mulut gua. Sebagai kebiasaan di pagi hari, maka Kuda dan Babi Hutan beserta anaknya hendak mencari makanan. "Kita berjalan bersama dulu, nanti di pertigaan, kita berpisah. Aku ke sebelah kanan, di mana banyak terdapat rerumputan kesukaanku," kata Si Babi Hutan.
Lalu kata Si Kuda. "Ya baiklah. Lalu bagaimana dengan Aul ini, ikut dengan siapa?"
Aul yang rupanya masih ingin beristirahat, memilih tinggal bersama buaya.
Namun, sebelum Kuda sampai di pertigaan, di satu jalan setapak berpapasan dengan rombongan hewan siluman, ada ular, babi hutan sepasang, monyet, burung-burung gagak yang terbang rendah, juga Serigala Mang Cahya. Selain itu, ada serigala empat ekor—ya, siapa lagi kalau bukan ayah-ibu Aul, dan kedua adik Aul. Maka segeralah mereka menuju mulut gua.
Aul nyaris tak percaya akan kedatangan mereka. Aul segera berteriak gembira. "Akhirnya kita bertemu di sini.."
Induk Aul segera berkata. "Iya Aul, kami semua telah berhari-hari mencarimu, juga Serigala Cahya. Kami takut akan keselamatanmu juga keselamatan Serigala Cahya. Apalagi dengan manusia sakti. Malah rencananya, kami semua hewan hutan akan mencarimu ke mana pun."
Kemudian serigala sekeluarga ini meluapkan kegembiraan dengan saling merangkul. Semua siluman hewan juga merasa gembira, bahkan ada beberapa yang menitikkan air mata.
Lalu kata ayah Aul. "Ya, di sinilah tempatmu Aul, kau nanti menjadi raja siluman di hutan ini. Kita semua saling menolong dan hidup rukun. Kita akan hidup bahagia bersama sepanjang masa."
**