Chereads / Ketika Cinta Dikhianati / Chapter 12 - Pertama Kali ke Kota

Chapter 12 - Pertama Kali ke Kota

Aul dan Serigala Cahya sudah merasa ganteng, saling percaya diri. Keduanya berangkat dari tepi sungai, lalu menerobos kebun kecil, lalu jalan setapak tembok, hingga tiba di jalan cukup besar.

"Dari sini ke kota mau berjalan kaki atau naik apa?" Aul bertanya.

"Aku sedang berpikir. Kalau berjalan kaki, ya lama karena kukira lumayan jauh. Kita numpang kendaraan? Motor atau mobil? Kita menumpang mobil pick up yang lewat saja ya. Biar mudah loncat untuk naik." Serigala Cahya memberi saran.

Keduanya berdiri menunggu. Berkali-kali motor pribadi dan motor ojek lewat. Beberapa mobil minibus juga lewat. Keduanya cukup lama berdiri hingga kesal. Namun belum juga ada pick up yang diharapkan, atau kendaraan lain, belum juga ada yang lewat.

"Oh iya, kau akan lupakan saja istrimu dan Pak RT Mang Oben?" Aul tiba-tiba bertanya.

"Entahlah, aku akan menikmati dulu hidup di kota ini. Semoga saja sejalan dengan waktu, aku bisa menjadi lupa pada keduanya."

"Ya baguslah kalau begitu, semoga dendammu dapat terkubur meskipun secara pelahan. Asal pasti."

Kemudian, dari kejauhan terlihat motor sport sedang melaju, Aul yang tidak sabar berseru, "Sudah, kita numpang motor itu saja. Daripada nanti kota keburu sepi."

"Sabar. Baru saja pukul 8 malam. Kota tentu masih ramai."

"Eh jangan lupa. Kita harus tak kasat mata dahulu." Aul mengingatkan. Keduanya lalu memejamkan mata, hingga menjadi tak kasat mata.

Saat motor sport lewat di depan keduanya, tanpa diduga Serigala Cahya, Aul langsung meloncat ke jok belakang. Motor sport langsung oleng, namun tetap terkendali, hingga tidak sampai jatuh. Kiranya pengendaranya seorang yang cekatan, meskipun barusan terkaget.

Serigala Cahya akhirnya tertinggal dan tidak ingin ketinggalan. Serigala Cahya berlari.

Motor sport itu terus melaju dan berkali-kali oleng. Di depan satu barber shop, pengendaranya melambatkan laju karena tidak mau terjatuh. Pengendara ini juga merasa heran, mengapa motornya menjadi berat. Saat tiba di depan apotek, dia berhenti, menoleh ke belakang, apakah ada 'sesuatu'?

Di atas jok, Aul yang tetap tidak terlihat pengendara motor, sedang cengar-cengir.

Pengendara motor ini tiba-tiba mencium aroma yang tidak enak, dan tahu ada sesuatu yang tidak beres. Lalu turunlah, motornya diparkirkan, sekalian masuk ke apotek untuk membeli vitamin c botolan—seraya berharap keganjilan yang sedang dirasakannya akan pergi sendiri.

Aul pun turun dari motor. Pandangannya tertuju ke dalam apotek. Obat-obatan tampak berderet, berjajar, bertumpuk rapi di etalase kaca.

Mata Aul terpaku pada perempuan penjaga toko, seorang gadis manis. Aul terkagum-kagum. Dibandingkannya kulit perempuan penjaga toko itu yang sungguh berbeda dengan kulit kaumnya yang hitam kemerahan dengan bulu-bulu yang juga hitam kemerahan.

Makin saja Aul terpesona, tak tahan, hingga masuk ke dalam. Namun sebelum membuka pintu masuk apotek, terdengar satu sahutan suara, "Aul!" Aulpun spontan memalingkan muka ke arah suara. Telah tampak Serigala Cahya berdiri dengan napas terengah-engah karena kecapaian telah berlari mengejar.

"Tunggu Aul, tidak usah masuk ke dalam."

"Eh, itu ada manusia cantik di dalam. Tidak seperti pemancing tadi yang lari terbirit-birit."

"Iya, pemancing itu kan manusia laki-laki. Nanti saja Aul, di kota banyak perempuan cantik. Kita lanjutkan berjalan kaki saja, sudah dekat ke jalan raya. Nanti selama berjalan, jangan banyak tergoda. Kalau terus tergoda, kapan akan sampai di kota?"

Aul siap untuk menurut.

Beberapa saat kemudian, pengendara bermotor keluar dari apotek menuju motornya. Kini aroma yang tidak enak tidak lagi tercium olehnya, dirasanya sudah aman, tidak ada lagi gangguan. Saat melaju, tidak dirasakannya lagi berat.

"Kenapa kau tadi, meninggalkanku?"

"Aku sudah tidak sabar untuk sampai ke kota, ingin melihat perempuan cantik." Aul cengengesan.

"Ah kau, baru saja di sini, sudah kesengsem penjaga toko. Ya sudahlah, kita lanjutkan berjalan kaki. Nanti naik kendaraan lagi."

Keduanya berjalan berdampingan. Rumah-rumah, warung-warung makanan dan toko-toko terlewati. Di depan parkiran satu mini market, seorang bayi tiba-tiba menangis. Ibunya mencoba mendiamkan. Bayi ini merasa takut karena telah melihat dua siluman serigala sedang berjalan berdampingan.

"Gara-gara melihatmu Aul, bayi itu jadi menangis."

"Ah paling juga gara-gara melihat kau karena seram dan menakutkan!"

"Memangnya kau juga tidak seram dan menakutkan?"

"He he he, iya ya. Ya sudah.. Kita teruskan berjalan."

Keduanya tiba pula di pinggir jalan raya tepi kota, kendaraan-kendaraan roda dua dan empat, tak henti berseliweran.

Aul terkaget, di sini saja sudah ramai, apalagi nanti di pusat kota. Serigala Cahya tidak begitu kaget karena dulu saat dalam keadaan manusia utuh, pernah ke Pangalengan, melewati Kota Bandung.

Keduanya lalu berancang-ancang hendak menyeberang, namun ragu-ragu tersebab kendaraan-kendaraan tidak berhenti berlalu-lalang.

"Wah ngeri, aku takut terlanggar bila menyeberang." Kali ini Serigala Cahya tiba-tiba merasa takut.

"Aneh, mengapa kau takut terlanggar kendaraan? Bukankah kendaraan-kendaraan tidak akan mengenaimu. Lupa, yuk kita coba."

Dengan yakin, keduanya menyeberang. Satu unit sedan berpengendara wanita cantik menabrak keduanya. Sedan oleng sedikit. Pengendaranya kaget. Aul kembali terpesona pada wanita pengendara ini, hingga menjadi diam terpaku di tengah jalan. Berkali-kali, kendaraan-kendaraan lain menabrak tubuh Aul dan Serigala Cahya, dan berkali-kali pula kendaraan-kendaraan itu oleng hingga hampir saling menabrak.

Serigala Cahya tak mau terjadi sesuatu—yang dapat memancing orang-orang di sekitar ingin tahu, ada apakah sebenarnya? Serigala Cahya pun menyeret Aul sampai ke tepi jalan. "Kau kan siluman serigala murni dari hutan, tetapi tak kusangka mata keranjang."

Keduanya lalu masuk terminal. Langsung masuk ke bus kota di antrean pertama. Keduanya menuju bagian paling belakang. Kata Aul, "Di sini saja duduknya, nyaman. Aku takut ada manusia yang mencium aroma kita." Serigala Cahya setuju.

Bus kota yang ternyata bus kota terakhir pun melaju.

Di satu jalan, Aul terbengong-bengong melihat lampu-lampu kota yang berkerlap-kerlip, gedung-gedung yang tinggi.

Di pertigaan satu jalan, di sebelah kiri, ada toko yang kosong bercat kusam. Sepintas kilas, Serigala Cahya melihat ada seorang wanita cantik yang sedang berdiam di depan pintu.

"Itu, cantik," ujar Serigala Cahya.

"Itu hantu. Kuntilanak. Sebangsa kita juga," ujar Aul. "Lupakan saja. Dia tidak akan mau padamu yang berbulu hitam kemerahan. Kita mendingan mencari wanita dari jenis manusia," kata Aul.

Di satu shelter pusat kota, bus kota berhenti. Serigala Cahya dan Aul turun.

"Kita harus berubah ujud dulu." Serigala Cahya mengingatkan.

Keduanya lalu memejamkan mata beberapa saat, hingga menjelma menjadi pria ganteng—kasat mata.

"Aduh, kita lupa tidak membawa uang," Serigala Cahya berkata.

"Tenang, ini bagianku. Aku akan mencuri uang dulu di sini," ujar Aul seraya matanya melarak-lirik di jalan ini.

Seorang bapak perlente menarik perhatian Aul. "Kau tunggu di sini."

Aul langsung bergerak, lalu secepat kilat mengambil dompet bapak perlente itu. Dompet dimasukkan ke saku Aul.

"Nah, kini kita punya modal. Kita akan ke mana di jalan ini?"

"Kita ke klab malam, dansa-dansa."

"Seperti apa dansa?" Aul bertanya dengan girang.

"Nanti kau akan tahu."

Begitu masuk ke satu klab malam, Serigala Cahya dan Aul terkaget oleh lampu-lampu yang gemerlapan beraneka warna. Kepulan asap-asap rokok berseliweran, suara dari musik terdengar menghentak-hentak.

"Kita pesan minuman," ajak Serigala Cahya. Keduaanya menuju bartender.

"Mau pesan apa? Whisky atau vodka?" Bartender bertanya.

"Ada kopi?" Serigala Cahya meminta.

Bartender tersenyum. "Tidak ada kopi di sini. Salah tempat."

"Ya sudah, vodka saja dua gelas," Serigala Cahya meminta.

Serigala Cahya dan Aul lalu menghabiskan minuman itu.

"Kita dansa? Tapi sama siapa?" Aul bingung.

"Ajak saja perempuan yang ada di sini, siapa saja yang mau." Bantender menyarankan.

Mata Serigala Cahya dan Aul menelisik para pengunjung.

Aul tertarik pada perempuan berambut pendek, sedang duduk sendiri merokok, di sudut sebelah kiri ruangan klab. Serigala Cahya suka pada perempuan berambut panjang, sedang berdiri di dekat pintu masuk klab malam.

Aul dengan percaya diri mendekati perempuan berambut pendek itu. Berbasa-basi menawarkan minuman. Aul bernasib baik karena ditanggapi dengan ramah, disilakan duduk. Perempuan ini mengenalkan diri, bernama Inah. Keduanya kemudian ke lantai untuk berdansa.

Tetapi, Serigala Cahya masih saja sendiri, dan kini sedang duduk merokok. Meskipun begitu, Serigala Cahya tampak terlihat senang dan tenang.

Aul dan Inah, juga Serigala Cahya kemudian larut menikmati suasana yang ada—sampai klab malam malam tutup pukul dua.

Sebelum pulang, Aul mendapat secarik kertas dari Inah berisi alamat.

Aul bingung. "Ini alamat siapa?"

Inah tertawa. "Kau dari mana? Dari kampung atau hutan? Itu alamat tempat tinggalku, kau bisa kirim surat."\

"Baiklah. Terima kasih."

**